32 Dag Dig Dug

5.2K 468 87
                                    

Darres dilarikan ke rumah sakit terdekat.

Anthony bersender lemah pada dinding dengan Camele disampingnya.

Waktu serasa berjalan dengan sangat lambat. Anthony memukul-mukulkan tangannya pada lantai hingga tak sadar tangannya sudah berubah warna menjadi merah.

Camele menatap sedih ayahnya itu. Anthony tampak sangat kacau. Digenggamnya tangan Anthony kuat.

"Papa, jangan seperti ini"

Suara isak tangis itu tidak tertahankan. Anthony menatap putrinya yang menangis tertahan. Anthony membenci situasi menyedihkan seperti ini. Lagi.

Tubuhnya lemah tak bertenaga, namun jiwanya panas.

Anthony marah. Marah pada takdirnya yang terus saja ingin memberi cobaan untuk orang-orang yang disayanginya.

Penampilan mereka sudah tidak baik lagi. Semuanya kacau.

Beberapa orang datang. Anak buah Anthony datang, menyeret tubuh seseorang yang tampak lemah.

"Tuan, mereka menahan tuan Hardi pada pengamanan hotel"

Seketika amarah Anthony bangkit meluap-luap. Dipaksanya kakinya berdiri.

Camele yang melihat itu hanya bisa menahan tangan ayahnya lemas. Namun Anthony kembali melepas tarikan itu.

"Papa... jang..."

Plakkk

Plakkk

"...an papa". Camele menutup mulutnya kuat. Tangisnya makin menggema di seluruh koridor rumah sakit.

"Lepaskan dia disitu. Dan kalian pergilah"

"Tapi tuan...."

"Aku bilang pergi."

Mereka meninggalkan Hardi yang tergeletak lemas di atas dinginnya lantai.

Jas hitam yang tadi dikenakannya sudah tidak tau dibuang kemana oleh orang-orang. Kemeja Hardi juga sudah bernoda, bekas darah yang digunakan untuk membersihkan luka di wajahnya.

Hardi menatap Anthony lemah. Ayahnya tampak sangat ingin membunuhnya saat ini.

Hardi pasrah.

Hardi akan pasrah untuk setiap perlakuan yang diberikan anthony padanya.

Anthony mendekat, ditariknya kasar kerah kemeja Hardi.

"Hardi, jujur padaku. Kau apakan abangmu itu Hardi. Kau merencanakan sesuatu lagi untuk keluargaku?"

Hardi bergeming.

Keluargaku?

Sakit. Sakit sekali mendengar ayahnya mengatakan itu semua.

Memangnya apa yang dilakukan Hardi selama ini pada "keluarga ayahnya" itu.

"Bukan Hardi pa. Hardi mohon percaya?"

Hardi sudah tak tau harus mengatakan apalagi. Dia tak tau harus berbuat apalagi. Hardi sendirian saat ini.

Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka. Seorang dokter yang tampak berkeringat membuka maskernya pelan.

"Keluarga pasien?"

Anthony bangkit mendekat, begitu juga Camele.

"Saya dokter. Apa putra saya baik-baik saja?"

Dokter itu tampak menghembuskan nafasnya. Membuat Anthony ketakutan.

"Penanganannya sedikit terlambat dan hampir merenggut nyawa pasien. Pasien terlalu banyak meneguk racun dengan zat mematikan."

PRAHARDI [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang