10 is T.E.N

6.6K 579 19
                                    

-Teruntuk langit yang sedang berbahagia, mengapa kau tak mengajakku juga?-

Hardi tak berhenti tersenyum. Bahkan ketika beberapa perawat dan orang yang berlalu lalang menatapnya aneh. Tapi bahagia yang membuncah dalam hatinya tak bisa disembunyikan. Hardi bahagia sekali sampai-sampai rasanya ini seperti mimpi.

Setelah Camele mengatakan pertanyaan yang membuat hatinya berdesir hangat, pintu lift terbuka dan menampilkan beberapa orang yang melihat mereka sampil tersipu malu. Camele langsung melepaskan pelukannya.

Hingga pintu lift tertutup kembali dan Camele langsung berlari begitu saja dari hadapannya. Padahal Hardi ingin menjawab pertanyaan yang telah ditunggu-tunggunya selama ini. Tapi apalah daya, bahkan untuk sesaat Hardi seperti sedang dalam pengaruh hipnotis.

"Terima kasih kak". Helanya di sepanjang jalan menuju kamar rawatnya.

------------

"Astaga, apa yang telah kulakukan. Kenapa rasanya aku sangat bahagia. Seperti ada sesuatu yang terisi di dalam hatiku."

Camele memegang dadanya pelan. Jantungnya berdegup cepat sekali. Kakinya lemas seperti jeli yang siap terjatuh jika saja tangannya satu lagi tak menopang pada pinggiran dinding.

"Apa Hardi marah karena spontanitas bodoh ku itu"

"Arghh. Tapi, mengapa aku merasa sangat bahagia. Tuhan, apakah akan ada jalan agar aku bisa kembali bersama dengan adikku. Apa ada jalan agar keluarga kamu bisa bersatu kembali seperti dulu lagi?"

Camele merapikan rambutnya lalu menghembuskan nafasnya dalam. Kakinya kembali melangkah menuju cafetaria dengan ringan. Dan sebuah senyuman yang tanpa sadar terus ditampilkannya kepada semua orang.

------------

Seseorang dibalik dinding pembatas rumah sakit itu menggeram rendah. Matanya yang sedari tadi tertuju pada dua orang yang tengah  berpelukan itu menampilkan raut kemarahan yang berapi-api.

Tanpa sadar tangannya terkepal keras. Dan kakinya bergeletuk pada lantai putih itu.

"Aku tidak akan membiarkanmu kembali. Tidak akan, Prahardi."

Lalu dia pergi. Pergi dengan sebuah perasaan berkecamuk dalam hatinya. Tangannya membuka sebuah ruangan bernomor 12VII. Raut wajahnya berubah menjadi biasa kembali. Seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.

"Papa, kenapa kembali lagi ?. Bukannya papa mau menyusul Camele ke kantin?."

Anthony tersenyum. Kakinya mendekat lalu mengusap kepala Darres lembut.

"Tidak, ada hal lain yang perlu papa urus mendadak. Apa kau tidak apa jika papa tinggal sebentar?"

Darres menatap papanya lekat. Darres tau ada sesuatu yang mengganjal hati Anthony. Mungkin saja urusan kantor yang sedang bermasalah.

"Hmm. Baiklah pa, tak apa. Lagian aku sudah sembuh. Apa semua baik-baik saja di kantor?. Apa seseorang berbuat masalah pa?"

"Iya. Ada seekor tikus kecil yang mencoba menyusup ke dalam. Papa harus mencegah  itu terjadi sebelum dia menghancurkan papa sekali lagi."

"Baiklah. Papa tinggal. Jika terjadi sesuatu kau tinggal panggil susternya ya. Jaga Camele, nanti setelah dia kembali tolong suruh supir untuk menjemputnya agar dia pulang ke rumah. Camele butuh istirahat juga."

"Iya pa. Hati-hati. Jangan sampai papa terluka."

Anthony tersenyum singkat. Pikirannya terbagi kemana-mana.

"Tidak akan. Papa pergi"

Lalu Darres melihat Anthony beranjak hingga pintu kamar rawatnya tertutup sempurna. Entah karena apa, tetapi sesuatu dalam hatinya sedikit merasa gelisah dan tidak nyaman. Darres hanya bisa berharap agar Anthony baik-baik saja.

Mencoba menghilangkan kekhawatirannya, Darres lalu mengambil remote tv yang ada disamping tempat tidurnya. Lalu menyalakan tv itu dan mengganti siaran kartun yang menampilkan sebuah spons kuning dengan spatulanya.

'Kakak hari ini aku ingin menonton spongebob dengan mu. Temani aku. Ayo...ayo..'

'Iya tentu hardi. Ayo kita menonton bersama'

'Kakak, kenapa spongebob selalu bahagia. Lihat dia selalu tersenyum dan tidak pernah menangis"

'Hmm terkadang dia juga menangis hardi. Tetapi hidupnya sederhana dan dia bahagia dengan teman-temannya dan keluarganya, makanya dia selalu tersenyum.'

'Kalau begitu, berarti hardi seperti spongebob. Semua nya menyayangi hardi. Iyakan kak?'

'Tentu, sayang. Semuanya akan selalu menyayangi hardi.'

Darres tersentak dari lamunannya. Layar televisi itu tidak lagi menampilkan kartun si spons kuning lagi,  melainkan acara berita.

Darres mengusap wajahnya. Jantungnya berdegup kencang. Ingatan masa lalu itu membuat hatinya dilanda cemas.

"Apa, dia juga terluka Tuhan?"

Pandangannya tertuju pada jendela besar yang menampilkan pemandangan langit yang cerah. Mencoba mengusir segala kerisauan yang ada di hatinya.

Nanti.

Nanti Darres akan mencoba bertanya pada saudara kembarnya. Apakah selain dirinya, ada yang terluka juga atau tidak.

PRAHARDI [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang