Kawasan itu tampak riuh. Berbagai jenis manusia ada disana. Mulai dari yang kelihatan seperti berandal, maupun yang tampak seperti 'orang baik-baik'
Edo menatap sekelilingnya. Orang yang ditunggu-tunggunya masih belum datang juga. Padahal orang itu sudah berjanji akan menyaksikan dirinya duel hari ini.
Dilihatnya arloji di tangannya. Sudah lewat 30 menit dari perjanjian awal mereka.
Dilemparkannya helm nya keras ke tanah. Lantas orang-orang menatap sang jagoan yang rencananya akan bertanding malam ini.
"Bangsat. Gue udah ga mood mau tanding. Cabut guys"
Dihidupkannya motor besar itu. Suara motor yang bersahutan membuat suasana disana makin ricuh.
Sang jagoan hari ini mundur dari pertandingan. Orang-orang mulai bersahutan menyoraki nama nya.
Edo tidak peduli. Ditariknya gas itu habis memecah jalanan kota. Dibelakangnya, beberapa orang mengikuti kemana ketua mereka akan pergi.
Edo menepikan motor nya dijalanan yang agak sepi. Dibukanya helm full face nya itu.
"Gue cabut sendiri. Kalian bebas mau kemana malam ini"
Lalu dia pergi membelah jalanan sendirian. Mengebut hingga beberapa pengguna jalanan menyumpahi Edo.
Namun dirinya tidak perduli dengan perkataan orang. Malam ini dia butuh pelepasan emosinya. Jadi dia memutuskan untuk kembali ke rumahnya.
Diberhentikannya motor itu di sebuah garasi yang tampak luas. Edo memasuki rumahnya. Disana seorang lelaki tampak tengah menikmati secangkir kopi dan sebuah tablet di tangannya.
"Tumben, kamu cepat pulang?"
"Udahla pa, Edo capek mau ke kamar."
Orang itu meletakkan cangkirnya di atas meja. Dikeluarkannya sebuah senyum merendahkan.
"Bukannya kamu mau pergi sama teman kamu Reihan malam ini?"
Edo yang akan menaiki tangga menghentikan langkahnya. Emosi nya kembali berapi-api.
"Hmm. Tapi dia ga datang"
"Wah kenapa?. Dia pergi lagi sama anak itu?. Si Hardi yang sering kau ceritakan?"
Edo mengepalkan tangannya erat. Hardi. Kenapa dia tidak terpikirkan nama itu tadi. Pasti dia alasan Reihan tidak datang malam ini.
"Sial"
Orang yang dipanggil "papa" oleh Edo bangkit dari kursinya.
"Edo... edo. Kau dikalahkan oleh anak pecundang itu lagi?. Bahkan teman yang kau bangga banggakan itu lebih memilih dirinya dibanding denganmu?"
Suara tawa menggelegar itu membuat Edo merasa terhina. Dihentakkannya kakinya menaiki tangga.
Selalu. Selalu ayahnya akan memanas-manasinya jika sesuatu tidak bisa digapainya. Dan itu membuat Edo frustasi.
"Lihat aja Har. Gue udah cukup sabar selama ini. Lo liat apa yang bisa gue lakuin sama pecundang sampah kayak lo"
Sementara itu, pria yang tertawa tadi menghentikan suara tawanya yang mengerikan saat melihat anaknya sudah masuk ke kamar dengan membanting pintu keras.
Dikeluarkannya seringaiannya yang membuat dirinya semakin menakutkan.
"Anthony yang brengsek. Setelah Serena dan anakmu yang cantik itu, sekarang aku akan menghancurkanmu lewat anak kesayanganmu ini.
Ohh mungkin bukan kesayangan. Tapi anak mu yang paling kau jaga namun kau sia-siakan begitu saja. Jangan salahkan aku jika pembalasan dendamku terlalu jahat. Karena aku memang ingin menghancurkanmu dengan sangat menyiksa dan menderita."
Suara tawa itu terdengar lagi. Suara tawa yang membuat Edo melemparkan barang-barang dikamarnya.
Tawa itu membuat dirinya gila. Ayahnya memang sudah sakit jiwa. Edo tau itu.
Pasangan ayah dan anak yang sangat menyedihkan sekali.
Tapi sayangnya Edo tidak bisa menyadari. Bahwa sedari awal dirinya hanyalah sebagai alat pembalasan dendam semata. Otaknya telah dicuci dan diracuni oleh sebuah kebencian yang tidak beralasan oleh ayahnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAHARDI [Tamat]
Chick-Litini sedikit cerita yang kutuliskan tentang prahardi si manis yang memiliki hati setulus samudra dan tutur selembut sutra selamat memasuki dunia prahardi dan segala kepunyaannya Amaze cover by : @queenofdraw