Plus Plus

9K 620 172
                                    

Camele bangkit berdiri. Menatap sekelilingnya dengan hati yang berusaha menerima.

Udara sejuk menyapu wajahnya. Hatinya terasa sakit, namun dirinya seperti memiliki jiwa yang terlahir kembali.

Mereka semua akan memperbaharui diri.

Semuanya sekarang sudah berbeda. Tak ada lagi kebencian. Tak ada lagi gengsi dan salah paham.

Hardi meninggalkan banyak sekali pelajaran. Pribadi nya yang sangat tulus dan baik membuat semua orang mencintainya.

Semua orang. Tak ada yang tidak. Percayalah.

Hanya saja, Darres yang paling tertekan dalam kejadian ini. Sehari setelah matanya menyambut dunia, kabar itu malah menyakitinya sangat kejam.

Darres tidak menerima. Darres tidak percaya.

Namun Anthony saat itu menangis di depannya. Untuk pertama kalinya, Darres melihat Anthony menangis yang sangat menyedihkan.

Anthony merangkulnya. Memberikan usapan lembut pada kepalanya. Padahal tubuhnya ikut bergetar. Air matanya berjatuhan, dan suaranya bagai hembusan angin yang pelan.

Darres tidak bisa menolak takdir. Takdir datang begitu saja dengan hebatnya. Darres menangis dalam batinnya.

Dua orang lelaki yang selama ini dikenal kuat dan tegas sedang dalam saat-saat terendah dalam hidup mereka.

Sekali lagi Anthony mengusap nama Hardi yang tertulis di atas sebuah batu nisan.

Namanya sangat indah, seperti layaknya orangnya juga.

Anthony berusaha kuat. Dia harus mampu berdiri untuk memberi kekuatan kepada kedua anaknya.

Camele dan Darres. Anthony hanya memiliki mereka saat ini.

Mereka berjalan pulang. Memulai semuanya dari awal, walau tanpa hadirnya seorang.

Namun sebuah mobil berhenti lagi di area pemakaman tersebut.

Reihan turun membawa sebuket bunga berwarna putih. Dengan mengenakan kemeja putih bersih, Reihan berjalan menyusuri satu-persatu batu nisan yang ada disana.

Air matanya tak dapat ditahan saat melihat sebuah nama telah terukir indah.

Prahardi Danel Prawija
1 Juli 1983 - 21 Mei 2000

Reihan segera menghapus air mata yang terjatuh itu.

"Sialan lo har"

Reihan bersimpuh di atas tanah, diusapnya tulisan itu dengan berat.

Lagi-lagi air mata tak terbendung, kali ini Reihan tidak menghapusnya.

Reihan menangis.

Apa, masih berlaku peraturan untuk lelaki dilarang menangis?

Reihan tertawa pedih dalam tangisnya.

Terakhir kali dirinya meninggalkan Hardi sendirian di atas ranjang rumah sakit yang menyedihkan.

Reihan benar-benar meninggalkan Hardi saat itu. Dengan emosi yang berkecamuk dalam hatinya.

Tapi apalah daya, Reihan mana mungkin berlama-lama bisa marah pada orang setulus temanya itu.

Dirinya meninggalkan Hardi untuk menjernihkan pikiran. Pulang ke rumah lalu pergi untuk mencari udara segar.

Ketika semuanya sudah terasa membaik, Reihan malah mendapat sebuah tas berisi hadiah.

Mamanya langsung menyodorkan tas itu. Dengan berucap sedih karena sang pemilik tidak berkunjung lama.

"Ini, tadi Hardi datang. Dia bilang buat kamu. Tapi buat mama gak ada. Malah dia gak mau mampir. Padahal kan mama udah kangen"

PRAHARDI [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang