38 the last?

13.1K 698 208
                                    

-sorry for break your expectations-
"Maybe this is the last goodbye"

-----------------------

Hening melanda.

Suara tembakan yang dilepaskan itu membuat Camele menutup telinganya.

Tidak, tembakan itu bukan hanya sekali. Melainkan dua kali tembakan.

Hardi benar-benar tidak sanggup harus membuka matanya lagi. Sekarang sakit nya benar-benar lengkap.

Bajunya terasa basah. Darah mengalir dikit demi sedikit.

Anthony membulatkan matanya tak percaya. Andreas benar-benar melukai putranya sekali lagi.

"SIALAN....HARDIIII. BANGUN HARDIII, HARDI PAPA BILANG BANGUN!!!!"

Camele menjerit dengan sangat keras begitu melihat kesadaran Hardi yang sudah diambang batas dan darah yang mengalir di bagian perutnya.

Anthony berteriak marah. Mengangkat Hardi dengan kekuatan yang dimilikinya. Melihat darah yang terus mengalir, Anthony bahkan tidak percaya kakinya masih sanggup melangkah.

Disepanjang perjalanan tak henti-hentinya dipanjatkan doa. Anthony menangis. Sungguh rasanya sangat sakit. Dada nya bagai dicambuk dengan rantai besi.

Rasa khawatir,
Rasa takut,
Dan penyesalan semuanya berkecamuk di dalam hatinya.

Membawa  mobil dengan kecepatan yang sangat gila. Bahkan  ketika mobil nya menabrak fasilitas umum untuk menyalip berbagai kendaraan. Anthony tidak perduli lagi.

Sementara Camele yang berada di kursi belakang hanya bisa menangisi keadaan yang terjadi.

Hardi dilarikan ke rumah sakit yang sama dengan tempat Darres di rawat.

Seorang perawat yang berjaga di instalasi gawat darurat mendorong ranjang Hardi masuk ke dalam ruangan operasi.

Semua dokter langsung masuk ke dalam ruang operasi, namun Anthony langsung ditahan oleh seorang perawat ketika dirinya juga akan masuk ke dalam.

Perawat itu menatap wajah Anthony yang penuh dengan peluh dan khawatir.

"Maaf bapak tidak boleh masuk demi kelancaran operasi. Silahkan menunggu di luar."

Pintu langsung ditutup begitu saja.

Anthony memukul tembok dengan sangat keras. Tangannya berdarah.

Diusapnya rambutnya yang berantakan, Anthony menangis sekali lagi dan bersender pada dinding rumah sakit. Tubuhnya meluruh jatuh ke bawah.

"Hardii, maafkan papa nak"

Camele memeluk ayahnya erat. Baru kali ini Camele melihat Ayahnya seperti ini. Bahkan ini lebih parah dari kejadian sembilan tahun yang lalu. Dan juga saat melihat Darres di bawa ke dalam ruang operasi beberapa hari yang lalu.

Badan Anthony bergetar hebat. Camele bisa merasakan tangan ayahnya yang sangat dingin seperti es. Wajahnya yang penuh dengan lebam akibat bertarung tampak sangat pucat.

"Paapaa jangan tremor lagi pa, Hardi pasti kuat. Camele yakin" ucap Camele berusaha menguatkan ayahnya itu. Padahal hatinya berkata lain. Camele merasa pesimis untuk sesaat.

"Tidak Camele. Tidak, apa yang sudah papa perbuat Camele?"

Ditariknya wajah Camele untuk menatap matanya.

"Bilang Camele bilang sama papa. Apa yang sudah papa lakukan selama ini?". Tangan Anthony dingin seperti es. Camele ketakutan.

"Paaa, jangan seperti ini"

PRAHARDI [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang