#44 Callyn & Xavier

1.3K 59 4
                                    

"Selamat siang, tuan. Tidak biasanya anda pulang di jam segini, apa ada barang yang ketinggalan?" Tanya kepala pelayan, Liam menggeleng dan memberikan tas beserta jas pada wanita paruh baya itu.

"Apa makan siangnya sudah siap? Aku sudah lapar.. dan dimana Callyn?"

"Nona ada dikamarnya, tuan. Saya akan memanggilnya untuk makan siang." Liam menghentikan wanita itu dan berjalan menaiki tangga menuju kamar Lyn. Liam mengetuk dan tidak ada jawaban darinya.

Sekali lagi ia mengetuk dan, "Siapa?" Teriak Lyn dari dalam. "Baby, ini aku. Ayo kita makan siang bersama." Liam membuka pintu perlahan dan melihat Lyn duduk dipinggir tempar tidur.

"Aku sudah berjanji padamu untuk makan siang bersamamu, ayo."

Disatu sisi, Lyn melihat kedua kaki nya yang tidak bisa di gerakannya bahkan ia tidak merasakan sama sekali lantai itu dingin. "Baby, apa terjadi sesuatu?" Tanya Liam sambil melangkah mendekati Lyn.

Ia berjongkok tepat didepan Lyn dan melihat wajah wanita itu yang sedikit pucat. "Apa kamu sakit? Aku akan menyuruh mereka membawa makan siang dan obat untukmu."

"Aku hanya sedikit capek. Gendong aku ke ruang makan." Jawab Lyn dengan senyum lebar. Liam masih menatap wajah itu khawatir dan melihat tatapan Liam seperti itu, Lyn menghela napas dan memegang bahu lebar itu.

"Ayo berbalik lah, aku sudah lapar. Kamu sengaja tidak menggendongku, kan? Baiklah, aku tidak mau mak-.."

"Ayo naik lah." Liam membelakangi Lyn dan dengan hati-hati wanita itu menggeserkan tubuhnya. Dengan cekatan Liam memposisikan kedua kaki Lyn setelah wanita itu melingkar kan tangan dilehernya. "Tubuhmu saja terasa panas dipunggungku, aku akan memberimu obat setelah makan siang ini, baby."

Liam keluar dari kamar Lyn dan menuruni tangga. Langkahnya pun terhenti melihat Daniel berdiri di tengah ruangan dengan wajah yang tidak bisa diartikan. "Kenapa dengan nya?" Tanyanya setelah berlari menghampiri mereka.

"Aku akan memberinya obat penurun panas setelah dia makan siang."

Liam kembali berjalan menggendong Lyn menuju ruang makan dengan Daniel yang terus bertanya pada Lyn tanpa henti. Pria itu meletakkan Lyn di kursi dan menberikan makanan nya yang sudah disiapkan pelayan.

"Berhentilah bertanya, dia makan siang dulu jangan membuat moodnya hilang gara-gara kamu."

*****

"Apa kamu sungguh merasa demam saja? Tidak ada yang lain? Jangan menyembunyikan rasa sakitmu pada ku, katakan saja. Kita akan kesana lagi menemuinya untuk kesehatanmu."

Lyn tersenyum, mengusap lengan Daniel yang masih dibalut jas hitam nya. "Aku hanya demam karena kelelahan, Niel. Sudah berapa kali kubilang? Apa perlu aku berlari dan melompati balkon untuk membuat mu percaya aku baik-baik saja?"

"Bukan begitu, aku takut kamu hanya diam dengan penyakitmu." Pintu terbuka ketika Lyn ingin menjawab. Liam tersenyum kecil, dengan tangan nya yang membawa obat penurun panas beserta minumnya. "Minumlah, besok kamu tidak akan demam lagi."

Lyn duduk dibantu Daniel dan ia bersandar dikepala kasur. "Wah, apa aku harus sakit setiap hari jadi kalian akan bersamaku seperti ini?" Katanya senang, Liam mendorong dahi Lyn pelan dengan telunjuknya geram melihat tingkah Lyn.

"Dan apa kamu ingin melihat bisnis kami bangkrut karena kami harus menemanimu setiap hari? Aku mau menemanimu setiap hari tapi kamu harus ikut aku juga ke kantor. Disana ada kamar dan kamu bisa bermain game jika kamu mau."

Lyn meneguk minumannya cepat dan memberikan gelasnya pada Daniel. "Seingatku tidak ada game disana, hanya kamar biasa." Jawab Lyn.

"Semenjak kamu pergi liburan, aku jarang pulang kerumah dan sering menghabiskan waktu disana, dan aku membeli beberapa game yang bisa kumainkan disana, Sean yang sering bermain denganku."

Mata Lyn membulat membayangkan kamar Liam yang dipenuhi game dan itu seperti surga baginya. "Kalau begitu besok aku ingin ke kantormu. Pasti disana menyenangkan, aku bisa bermain sepuasku disana dan tidur dengan nyenyak dipenuhi..."

Ucapannya terhenti ketika, Daniel membaringkan tubuhnya, menaikkan selimut hingga menutupi tubuhnya sampai bahu. "Berbaring dan tidur, tidak ada waktu untuk mengkhayal." Katanya.

Daniel yang ingin masuk kedalam selimut pun terhenti ketika Liam meraih ujung selimut yang ia pegang. "Mandi dan bergantilah baju. Tidak ada waktu untuk bermesraan saat ini, dia sedang sakit dan aku dokternya. Keluar dari kamarnya, jika kamu mau dia cepat sembuh."

Lyn tertawa dan memeluk pinggang Liam sambil menatap Daniel dengan tatapan mengejek. "Kenapa, kamu tidak terima? Ingat, hubungan kalian masih belum mendapat restu dariku." Daniel yang tadi ingin memberontak pun tersenyum.

"Ah tidak, aku memang harus mandi dan berganti pakaian. Tapi aku harus kembali ke kantor, mereka masih membutuhkanku." Jawab Daniel.

"Jelas mereka masih membutuhkan mu, kamu sudah meninggalkan pekerjaanmu selama satu tahun dan kamu harus menyelesaikan semuanya sebelum pergi liburan lebih baik berpikir juga dengan pekerjaanmu jangan seperti anak kecil yang tidak memiliki tanggung jawab apapun."

Lyn menjulurkan lidahnya, mengejek Daniel yang di nasehati Liam. Daniel yang melihatnya pun geram dan ingin melawan tapi mengingat hubungan nya dengan Lyn, ia menahan rasa kekesalan itu.

"Ingat apa yang dikatakannya, Daniel West. Dia ini memang seperti pria itu tapi kamu harus tau dari celotehan nya dia itu memperhatikanmu dan sayang padamu. Jadi kamu harus.."

Liam menutup wajah Lyn dengan telapak tangannya yang besar hingga hampir menutupi seluruh wajah itu. "Dan kamu, pejamkan matamu dan tidur." Katanya.

Lyn menjauhkan tangan itu dan langsung membenamkan wajahnya di tubuh Liam. "Apalagi yang kamu tunggu, dia butuh istirahat."

Daniel tersenyum setelah menghela napasnya. "Baiklah." Akhirnya Daniel mengalah, ia pun berjalan keluar dari kamar Lyn dan setelah pintu kamar tertutup ia langsung meremas rambut nya meluapkan kekesalannya pada Liam.

🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒

Callyn pov

Aku keluar dari kamar dan berjalan mendekati pagar pembatas. Kulihat kebawah tidak ada siapapun. "Nona, anda mencari siapa?" Aku menoleh melihat pelayan yang baru saja masuk dari pintu balkon. "Kamu melihat Liam?" Tanyaku.

"Tuan ada di ruang kerjanya, nona tapi.." Aku langsung menghampirinya dan memegang lengannya. "Bantu aku menuruni tangga ya, kepalaku masih sedikit pusing. Ini kamu taruh dulu." Kataku sambil meletakkan sapunya.

Dengan hati-hati aku melangkah menuruni tangga hingga sampailah aku tepat didepan ruang kerja Liam. "Tapi nona, didalam ada.." Aku lepas tanganku dan tersenyum. "Terima kasih sudah mengantarku dan kamu boleh kembali bekerja."

Aku melangkah mendekati pintu dan langsung membukanya. "Kamu bilang tidak akan meninggalkanku hingga aku bangun tapi ketika aku bangun kamu sudah hilang." Kesalku, aku melihat Liam tengah duduk dikursi sofa bersama Sean dan Xavier.

"Hai sweetheart!! Oh aku merindukan mu, sini kupeluk." Sean sudah berdiri dan hendak menghampiriku. Aku yang ingin pergi dari ruangan itu pun terjatuh karena kakiku yang masih lemah. "Baby, kamu tidak apa-apa?" Tanya Liam yang sudah didepanku dengan sangat cepat.

"Kenapa ada dia disini?" Bisikku tidak suka, aku melirik kebelakang tubuh Liam yang menunjukkan Sean sedang menghampiri kami. "Aaahh... berhenti disitu sebelum sendalku melayang tepat diwajahmu!" Teriakku.

"Sean, jangan membuatnya menjadi sulit, dia sedang sakit. Duduk kembali ketempatmu, aku akan mengantarnya ke kamar sebentar." Kata Liam.

Aku menatapnya tajam yang masih berdiri dengan menatapku penuh kejahilan. "Eh tengik, duduk." Ucapan Xavier barusan seketika membuatku tertawa dan semakin tertawa melihat wajah Sean yang memerah menahan amarah.

Callyn & Xavier (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang