#70 Callyn & Xavier

1.6K 67 42
                                    

Dua minggu kemudian...

"Ada cairan lagi dirongga dadanya dan itu harus dikeluarkan segera dan hasil kemarin ginjalnya mengalami komplikasi yang diharuskan melakukan hemodialisis bersamaan operasi pengeluaran cairannya."

"Apakah itu tidak berbahaya?" Tanya ayahnya, ia menghela napas dan mengangguk. "Kami akan melakukan pengeluaran cairan terlebih dulu dan setelah itu akan melakukannya. Kami sudah menyiapkan cadangan beberapa kantong darah nantinya."

"Tapi bukankah dia baru saja melakukan operasi? Jika kau masih melakukan operasi lagi bukankah itu akan berdampak buruk padanya?" Sahut Daniel.

"Yaa, kami akan terus mengecek kondisinya dan kapan yang tepat untuknya bisa melakukan operasi lagi. Semakin cepat melakukannya, dia tidak akan mengalami kejang atau serangan jantung." Jawab Liam

Daniel mengusap wajahnya kasar dan keluar dari ruangan Liam menuju ruangan Lyn. Sesampainya, ia berdiri menatap tubuh itu dengan tatapan penuh penyesalan. "Apa kamu masih bisa kuat melewati ini semua, Cally?"

".... Kuharap kamu masih bisa dan aku mohon tetaplah kuat melawan penyakitmu. Aku yakin kamu akan melewati masa-masa seperti ini."

Ia memejamkan matanya sejenak dan kembali dibukanya. Seketika napasnya kembali tidak beraturan melihat Lyn mengalami kejang lagi. Dengan cepat ia berlari menekan tombol untuk memanggil dokter dan ia juga keluar dari ruangan meminta pertolongan.

Beberapa dokter dan perawat yang khusus merawat Lyn datang beserta Liam dan keluarganya. "Apa yang terjadi?" Tanya ayah Liam. Pikiran Daniel bercampur aduk membuatnya bingung untuk menjawab apa. 

Liam sedikit mendorong tubuh Daniel membuat pria itu langsung terduduk dikursi dengan perasaannya yang berkecamuk. "Tenanglah, brengsek!" Kesal Liam melihat ekspresi Daniel. 

*****

Xavier menutup berkasnya dan ia pun menekan tombol yang terhubung langsung dengan sekretarisnya. "Bawa dokumen ini dan bawakan aku  teh serta camilan." Katanya dan setelah itu ia menyandarkan dirinya sambil melihat layar komputer. 

Ponselnya berbunyi, ia melihat layar ponselnya terdapat nama Claudya disana. Dengan malas ia mengangkat telpon itu dan langsung disambut teriakkan Claudya. "Hei, Xavier!! Kenapa kau begitu tega pada Callyn hu!" Kesalnya. 

Xavier sedikit menjauhkan ponselnya dan ia mendengar suara Alex berusaha mengambil ponsel itu. "Apa hubungannya denganku jika dia benaran sakit?" Tanyanya dan kembali mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Kau sungguh memang tidak punya hati, Xavier. Sudah jelas dia sedang sekarat dan dia ingin menemuimu sebentar saja. Apa itu sangat sulit untukmu? Kau hanya tinggal menampakkan wajahmu dengannya dan itu sudah cukup.."

"...sekarang kondisinya semakin parah.  Diam Alex, berhentilah! Aku belum selesai bicara pada Xavier!... Jika kau sama sekali tidak percaya aku akan menunjukkan kondisinya padamu dan jika kau masih tetap tidak percaya kau bisa menyuruh orang-orangmu untuk mengeceknya sendiri.."

"aku tidak percaya kenapa kau bisa terlahir didunia ini dan kenapa juga kau bisa mendapatkan cinta yang sangat tulus dari Callyn. Dia wanita yang sangat baik dan kau harusnya bersyukur. Dia begitu malang memiliki perasaan itu padamu yang seperti ini.."

"Alexander Morgan... hentikan!!!" Teriak Claudya lagi hingga suara Alex pun tidak terdengar lagi. 

"Kumohon, 5 menit saja kau bertemu dengannya dan itu sudah lebih cukup untuknya. Aku tau di dalam hatimu juga mencintainya hanya saja kau tidak mau mengakui perasaan itu. Belum terlambat jika kau mau menemuinya sekarang.." Kata Claudya yang mulai melemah.

"...aku sangat menyayanginya dan dia sudah seperti adik kandungku sendiri. Aku belum siap untuk melepasnya. Aku harap dengan kehadiranmu bisa membuatnya semakin kuat melawan sakitnya yang semakin parah." 

Percakapan itu pun berakhir, Xavier meletakkan ponselnya diatas meja dan menyandarkan punggungnya. Semua ucapan Claudya masih terngiang dalam otaknya dan itu benar-benar membuatnya terganggu.

Ia menghempaskan kedua tangannya dimeja dengan kuat, ia sangat marah melihat Claudya begitu berani berkata seperti itu. Tapi bukan itu yang membuatnya marah seperti itu, melainkan ia marah dengan dirinya sendiri.

Seseorang mengetuk pintu ruangannya dan seorang wanita datang dengan senyum kecilnya. "Xavier, aku membawakanmu camilan dan teh melati untukmu." Matanya terpaku melihat wanita itu yang berjalan mendekatinya, dan meletakkan nampan itu.

"Kenapa menatapku seperti itu? Apa kamu ada masalah? Minumlah teh ini, ini bisa membuatmu sedikit lebih tenang." Wanita itu memberikan cangkir itu dan seketika Xavier menepisnya membuat cangkir itu jatuh dan pecah.

"Kenapa kau ada disini?!" Amarah Xavier semakin memuncak, ia berjalan mendekati wanita itu dan mencengkram kedua bahu wanita itu. "Apa kau tidak cukup membuatku tersiksa selama ini dengan kehadiranmu yang selalu menggangguku, Callyn?!"

Wanita itu mulai ketakutan dan bingung melihat Xavier terlebih lagi ia menyebutkan nama wanita lain. Ya, wanita itu bukanlah Callyn melainkan sekretarisnya. "Tu-tuan.. saya bukan wanita yang anda sebut.."

"Berhentilah mengacau hidupku, dan jika kau benar sedang sekarat aku lebih suka kau mati daripada terus menempel padaku!" Xavier mendorong tubuh itu sangat kuat membuat wanita itu terjatuh dengan tangannya yang terluka mengenai pecahan cangkir.

"Tuann..."

Seorang pria datang melihat kekacauan diruangan Xavier. "Kenapa kau membiarkannya masuk keruanganku hu? Bawa dia pergi dan aku tidak ingin semuanya terja.." Ucapannya terhenti ketika ia menatap wanita itu.

Napasnya berhenti sejenak melihat wanita itu bukanlah Callyn yang ia lihat tadi. Ia menghela napas dan membalikkan badannya. "Bawa dia pergi dari sini." Katanya. Ia menundukkan kepalanya dengan berkali-kali menarik napas.

"Kau benar-benar menyusahkan, Callyn.."

Callyn & Xavier (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang