#45 Callyn & Xavier

959 43 0
                                    

Lyn melirik dokumen yang terbuka di atas meja, Xavier yang mengetahui Lyn tengah mencuri pandangan pun langsung menutup dokumen itu lalu menatap tajam kearah Lyn.

Dengan cepat ia mengalihkan mata ke arah lain dengan rasa penasaran kuat pada dokumen itu. "Ayo, aku bantu kamu berdiri." Liam membantunya berdiri dan melingkarkan tangan Lyn ke bahunya. "Sean, kamu mau bawa aku kekamar?" Tanya Lyn.

Sean yang mendengarnya langsung berdiri dan berjalan cepat kearah Lyn "Tentu saja aku mau, ini sangatlah langka kamu mau bersamaku apalagi memintaku untuk membawamu ke kamarmu. Aku sangat bersemangat sore ini!" Serunya sambil meregang kan otot lengannya.

"Kamu serius? Aku tidak yakin, baby. Aku takut kamu melemparnya dari balkon kamarmu atau membunuhnya tanpa sepengetahuan kami."

Lyn tersenyum dan menepuk bahu Liam pelan, "Ah kamu selalu tau apa yang ada dalam pikiranku." Bisik Lyn.

"Kau belum mengerjakan kerjaanmu." Kata Xavier, Sean menoleh dan kembali menatap Lyn dengan tatapan memohon. "Dia akan mengerjakannya setelah mengantarku, Xavier. Ayo, bocah tengik." Kata Lyn sambil tertawa.

Mendengar Lyn mengejeknya, Sean tanpa memberi aba-aba langsung menggendong Lyn dan sedikit berlari keluar dari ruang kerja Liam. "Sean!! Kau bisa membuatku jatuh dan hilang ingatan! Turunkan aku!!" Teriak Lyn yang terdengar kuat. Liam menatap Xavier dan tertawa, menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak yakin mereka bisa akur." Xavier hanya diam menatap ke depan, rahangnya mengeras semakin menampakkan rahangnya yang kokoh "Kenapa dengan wajahmu?" Tanya Liam, Xavier menoleh dan melihat kilatan amarah dimata Xavier, Liam pun mengangkat kedua tangannya.

"Hei, aku tidak berbuat apapun pada mu. Kenapa kamu menatapku seperti kamu ingin membunuhku?"

Disatu sisi, Sean mengikuti perkataan Lyn yang ingin duduk dikursi sofa balkon kamarnya. "Cepat duduk, ada yang ingin kutanyakan padamu." Lyn menarik tangan Sean hingga pria itu duduk disampingnya. "Wahh.. apakah kamu mulai membuka hatimu untuk ku?" Tanya Sean.

"Bukan, apa yang kalian bicarakan tadi? Dan kulihat ada dokumen yang sepertinya penting." Sean sedikit memiringkan kepalanya, memikirkan apakah ia pantas memberitahukan nya pada Lyn.

"Aku tidak tau, aku juga baru datang dan aaahh!!!" Ia berteriak ketika Lyn mencubit lengannya, "aku tau kamu berbohong. Cepat katakan, dokumen apa itu dan apa yang kalian bicarakan tadi." Sean melepaskan tangan Lyn dan mengusap lengannya yang sangat sakit. "Kau benar-benar tega."

"Aku dan Will tadi hanya membahas pembangunan villa mewah dan akan digunakan pertama kalinya untuk pernikahanmu. Dia baru saja datang tidak lama darimu, sungguh." Lyn mendekatkan wajahnya pada Sean meneliti setiap pergerakkan matanya untuk mencari celah kebohongan.

"Baiklah, satu lagi. Selama liburanku waktu itu, apa yang Xavier lakukan? Apa dia pergi keluar negeri? Apa dia sangat sibuk? Apa dia mengencani wanita selagi aku tidak ada?"

Sean memutar matanya mendengar semua pertanyaan itu tentang Xavier. "Aku hanya tau dia seperti biasanya, aku juga sibuk. Kenapa kamu tidak bertanya tentangku, sweetheart? Aku merindukanmu, kenapa kamu lama berliburan dengannya?"

"Kenapa aku harus bertanya tentang dirimu sama sekali tidak menguntung kan. Dan tentang liburanku, kamu juga tidak boleh tau. Yasudah sana, pergi. Aku ingin sendiri."

Sean menghela napas, menyandarkan tubuhnya. Ia menatap langit sore dan seketika ia tersenyum mengingat sesuatu yang menggelitik hatinya.

"Aku tidak bisa membayangkan seperti apa ekspresi Xavier melihat mu berjalan mengenakan pakaian pengantin dan Daniel yang berjalan disampingmu, menggendeng tangan mu." Pria itu menoleh dan tersenyum lebar. "Dan aku pastinya sedih ketika melihatmu nanti, tidak ada yang bisa membuatku terhibur lagi."

"Jadi kau merasa terhibur selama ini menyiksaku, hu?" Kesal Lyn, Sean dengan cepat menahan kedua tangan Lyn sebelum ia dihajar wanita itu. "Bukan begitu, ketika aku melihatmu aku merasa ada kesenangan dalam hidupku setelah aku kehilangan orang tua dan adik perempuanku."

"Aku melihat sikapmu hampir sama dengannya, yang selalu membenciku karena aku sering mengerjainya. Jadi aku akan kesepian jika kamu telah menikah dengan orang lain" Sambung Sean, Lyn terdiam dan seketika ia pun tertawa cukup keras hingga ia batuk dan melanjutkan tawanya.

"Ternyata kamu juga sangat jahil. Aku sedih mendengarnya." Lyn memeluk Sean. Tubuh itu pun kaku merasakan hangatnya pelukan Lyn yang tidak pernah ia rasakan. Hatinya sangat hangat mengingat kebersamaannya bersama keluarganya terutama adik perempuan yang sangat ia cintai.

Lyn sedikit meregangkan pelukannya, "Jika kamu tak jahil, aku yakin dia pasti menyukaimu. Jadi jika kamu ingin menganggapku sebagai adikmu, jangan bersikap jahil. Apalagi kamu menangis dipundakku, mengerti?" Ia kembali memeluk Sean dan pria itu pun membalasnya menikmati setiap detik pelukan itu.

"Tapi jika aku ingin menganggapmu sebagai istri masa depanku, kamu mau kan?" Seketika Sean berteriak mengaduh kesakitan pada perutnya. "Aku akan mematahkan tulang-tulang mu jika kau masih menjahiliku, Sean! Aku sudah berbaik hati mau bersikap baik padamu."

"Sebentar lagi akhir tahun, dan itu adalah musim yang sangat disukai Lyn. Dan di musim itu juga, dia akan menikah bersama Daniel. Aku sedang membangun villa mewah untuk pesta pernikahannya."

"Dia pasti menyukainya mengingat saat itu musim salju dan villanya yang berada didekat lautan. Aku tidak bisa berhenti tersenyum ketika aku tengah membayangkan senyuman lebaranya" Sambung Liam, pria itu tersenyum sambil melihat pemandangan taman nya dari jendela.

Xavier yang hendak minum terhenti, ia kembali meletakkan gelasnya dan menatap Liam. "Sudah pasti?" Liam menoleh dan mengangguk. "Dia yang sendiri memilih tanggalnya dan dia juga sudah mulai mencintai Daniel. Aku sangat melihatnya, kenapa kamu bertanya seperti itu?"

Xavier menundukkan kepala melihat sepatu mengkilatnya. Pikirannya mulai berantakkan dan hatinya juga ikut memanas. "Aku tau kamu juga mencintainya, tapi kenapa kamu tak menyatakannya? Dia bisa menjadi milikmu jika dia tau, tapi sekarang dia sudah memilih Daniel dan kamu akan dilupakannya."

Xavier tersenyum kecil. "Menurutmu, aku sedih mendengarnya? Aku sama sekali tidak memperdulikannya dan jangan katakan aku mencintainya, itu kata-kata yang sangat menjijikkan untukku." Liam kembali menatap tamannya dan tersenyum.

Ia tahu, Xavier mencintai adiknya. Karena keegoisan dan sifatnya yang kasar, ia tidak ingin menyatakan perasaan itu apalagi ia tahu, Xavier adalah seorang pria yang tidak memiliki hati dan perasaan yang lembut pada siapapun.

Liam bangga pada adiknya berhasil menaklukkan hati Xavier hanya saja ia sedih melihat perlakuan Xavier yang kasar padanya untuk menolak perasaan itu muncul dalam dirinya.

"Berdoalah semoga dia hidup bahagia bersama Daniel dan melupakanmu. Dengan begitu, kamu tidak akan merasa terganggu lagi dengannya atau pun perasaanmu padanya, X."

Callyn & Xavier (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang