#55 Callyn & Xavier

1.4K 63 6
                                    

Aku dalam perjalanan pulang. Maaf tidak bisa menunggumu sampai rapatmu selesai, semangat! Daniel tersenyum melihat pesan yang baru saja ia dapatkan dari Lyn. Ia kembali memasukkan ponselnya kedalam saku jasnya dan kembali mendengar. 

Disatu sisi, Lyn sudah sampai rumah dan ia meletakkan tasnya di meja. "Bagaimana disana, nona? Apakah menyenangkan?" Tanya kepala pelayan.

"Sungguh melelahkan, ah tidak bukannya melelahkan menunggu Daniel selesai rapat. Tapi lelah melihat sekretarisnya yang terus mencari perhatian pada Daniel, membuatku lelah dan muak melihatnya."

Kepala pelayan hanya diam mengikuti langkah kaki Lyn menuju dapur. "Aku akan mengambil kan anda jus jeruk yang sangat dingin untuk menenangkan anda." Lyn tersenyum lebar dan mengangguk sembari duduk.

"Ya itulah yang kubutuhkan. Terima kasih." Ia kembali diam dan melihat foto keluarganya yang dipajang di ruang makan. Ia tersenyum melihat senyum lebar milik kedua orang tuanya dan juga Liam. "Bagaimana dengan keadaan mereka disana?"

Tidak lama kepala pelayan datang membawa segelas jus jeruk, tanpa basa basi Lyn meminum jus itu hingga setengah gelas. "Ah ini sangat enak dan menyegarkan." Katanya. 

"Jadi bagaimana dengan penampilan sekretaris itu?" Tanya kepala pelayan yang penasaran. Lyn tertawa dan menarik tangan kepala pelayan itu untuk duduk disampingnya. "Tidak apa-apa, duduk saja. Tidak enak jika aku menceritakannya sedangkan dirimu berdiri."

"Dia sangat cantik dan seksi bahkan dia memiliki rambut hitam yang sangat indah. Tapi aku tak menyukainya karena dia memakai pakaian feminim untuk menarik perhatian Daniel. Aku heran kenapa Daniel menerimanya menjadi sekretaris bahkan kenapa tidak mengomentari penampilannya, itu membuatku kesal sendiri."

"Bukannya aku cemburu, hanya saja itu tidak pantas untuknya apalagi memakai pakaian yang kurang bahan untuk bekerja." Sambung Lyn.

"Nona.." Lyn mengangkat alisnya menunggu kepala pelayan melanjutkan perkataannya. "Apa anda ingin saya buatkan pancake kesukaan anda?" Katanya. Seketika Lyn tersenyum sangat lebar dan mengangguk dengan cepat. 

"Kamu bisa saja membuat moodku kembali. Boleh, berikan selai blueberry nya yang banyak ya." Kepala pelayan mengangguk dan meninggalkan Lyn kembali. "Ya, sebaiknya aku lupakan saja kejadian tadi. Lama-lama itu akan menggangguku dan akan berdampak dengan kesehatanku."]

Ia menghela napas panjang dan merasakan hawa panas dari hembusannya sendiri. Ia kembali menghela napas dan mulai meraba wajahnya. Ia beranjak dari kursi mendekati kaca, Lyn diam sejenak melihat wajahnya yang memerah bahkan ada ruam di kedua pipinya.

"Kenapa akhir-akhir ini aku selalu demam tiba-tiba?"

Suara ponselnya berdering, dengan cepat ia melangkah menuju ruang tamu. Langkahnya terhenti merasakan dada dan perutnya sakit seperti ditusuk. "Aarghh.. ada apa ini?" Ia berusaha berjalan menghampiri tasnya.

Penglihatannya mulai buram dengan dadanya yang berat membuatnya susah bernapas. Ia pun menyandarkan tubuhnya setelah meraih ponsel dan mengangkat telpon dari Daniel. "Aku baru saja selesai rapat. Apa kamu sudah sampai?"

Lyn berdehem dan menarik napas panjang. "Ya, aku sudah sampai. Sudah dulu ya.. aku sedang.. makan." Katanya, Daniel terdiam sejenak.

"Kamu baik-baik saja? Suaramu berbeda."

"Aku baik-baik saja, aku akan menel-.. menelponmu lagi." Lyn memutuskan pembicaraannya dengan cepat merasakan dadanya yang semakin berat. Tangannya tergeletak disampingnya tak berdaya dengan kedua kakinya yang mulai susah digerakkan.

"Obatku.." Katanya sambil melirik ke kamarnya. Dengan sekuat tenaga ia berdiri dan menggerak kan kakinya hingga sesuatu mengalir di bawah hidungnya. Ia terkejut melihat lemari kaca yang memperlihatkan darah mengalir dari hidungnya. 

"Aku baik-baik saja, kan?" Katanya sebelum tubuhnya terjatuh dan tak sadarkan diri.

*****

Suara langkah kaki menggema dilorong itu membuat orang-orang yang tengah menunggu diujung lorong itu menoleh. Daniel berhenti berlari dan melihat pintu itu tertutup rapat. "Apa yang terjadi padanya?"

"Saya tidak tau, tuan. Saya sedang membuatkan pancake kesukaannya dan kaget mendengar sesuatu pecah jadi saya pergi untuk melihatnya dan melihat nona tidak sadarkan diri." Jawab kepala pelayan. Perasaan Daniel mulai tidak enak dan ia berjalan kesana kemari menunggu seseorang keluar dari ruangan itu. 

Beberapa lama kemudian, seseorang keluar dan ternyata Liam. Pria itu menatap tajam kearah Daniel dan dengan cepat ia melayangkan tinjuannya mendarat tepat dirahang Daniel membuat nya hampir terjatuh jika tidak ditahan pengawal.

"Ikut keruanganku sekarang!" Katanya. Daniel hanya diam dan mengikuti Liam dari belakang. Ia menghela napas menebak sepertinya pria itu sudah tau dengan penyakit yang diderita Lyn. Sesampainya ia menutup pintu itu dan menunggu Liam untuk bicara terlebih dahulu.

"Katakan padaku sudah berapa lama dia memiliki penyakit itu dan apa alasanmu hingga kau menutupinya dariku." Kata Liam.

"Sejak kuliah dia sudah mengidap penyakit itu dan dia memohon untuk tidak memberitahukan penyakitnya pada siapapun termasuk dirimu, dan kemarin kami pergi selama setahun aku membawanya menjalankan perawatan."

"Kupikir tidak ada gejala yang timbul dari perawatan itu hingga sekarang tapi sepertinya dia juga menutupinya dariku." Sambung Daniel.

"Dan kau tau penyakitnya sangat berbahaya untuknya dan belum ada obatnya? Dan kau tau, penyakitnya semakin bahaya hingga ia mendapat penyakit baru yang membuatnya tidak memiliiki harapan untuk hidup panjang?"

Liam berbalik dan menatap tajam kearah Daniel dengan matanya yang digenangi air mata. "Apa maksudmu?" Tanya Daniel. Perasaannya semakin tidak enak mendengar perkataan Liam barusan. 

"Penyakit mielitis transversa yang ia alami telah menyerang autoimun hingga menyebabkannya terjadinya lupus. Apa ini hasil usahamu selama ini hingga kau menutupinya dariku? Bukannya aku mengobatinya, melainkan kau membuat penyakitnya bertambah dan semakin parah!"

"Oh Callyn. Kenapa kau hidup seperti ini? Kenapa aku tidak mengetahuinya sejak awal?" Liam mengusap wajahnya kasar dan suara isak tangis terdengar membuat Daniel yang tadinya menahan pun ikut meneteskan air mata.

"Kumohon bersikaplah seperti biasa, tidak mengetahui penyakitnya. Dia tidak ingin siapapun mengetahuinya, kumohon. Kau boleh menghajarku sepuasnya tapi jangan menampakkan raut sedihmu padanya."

*****

Mata itu terbuka perlahan, ia melihat wajah Daniel dan Liam yang masih samar. "Aku dimana? Kepalaku sakit." Rintihnya, Daniel meraih tangan Lyn yang menyentuh kepalanya, digenggam nya tangan itu erat dan tersenyum.

"Sementara kamu dirawat dirumah sakit karena penyakitmu dan kepalamu yang terluka akibat terbentur meja. Apa ada rasa sakit lagi selain kepalamu, baby." Kata Liam, Lyn tersenyum kecil tapi seketika senyumnya hilang.

Ia melirik kearah Daniel dan berusaha menemukan sesuatu yang diinginkannya terbongkar. "Semuanya baik-baik saja." Kata Daniel yang sepertinya tau dengan tatapan Lyn. Wanita itu kembali tersenyum, "Kenapa dengan wajahmu?"

"Tidak apa-apa, kembalilah istirahat. Aku akan menemanimu." Mata Lyn kembali terpejam perlahan dan Liam menghela napas. "Jelaskan semuanya pada orang tuaku, aku tidak akan membantumu menjelaskannya sedikitpun, ini semua tanggung jawabmu!"

Callyn & Xavier (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang