#69 Callyn & Xavier

651 40 1
                                    

Seseorang menuruni tangga dan berjalan menuju dapur. Seketika langkah kakinya terhenti melihat seorang wanita tengah memasak sesuatu. "Apa yang kau lakukan disini?" Wanita itu menoleh dan tersenyum.

"Selamat pagi, Xavier. Sebentar kamu jangan pergi dulu, aku baru saja selesai membuatkanmu omlete untuk sarapanmu." Xavier kembali melangkah dan menuangkan segelas mineral di gelas lalu ia meminumnya. 

"Mau kemana? Sudah kubilang sarapan dulu aku sudah membuatkannya susah payah untukmu. Ayo duduklah sebentar." Lyn menghela Xavier duduk dan dengan cepat ia meletakkan piring berisikan omlete. Ia pun mengambil satu piring buah-buahan dan teh hjiau.

"Aku tau aku tidak pandai dalam hal memasak, tapi aku berusaha untuk bisa membuatkanmu sarapan. Ayo cepat habiskan setelah itu kamu berangkat bekerja." Kata Lyn sambil tersenyum. 

Xavier diam sejenak dengan tatapan tajamnya kearah Lyn yang terus memaksanya untuk sarapan dan tidak lama ia mengambil sendok dan garpu setelah menghela napas panjang. "Ya habiskan sarapanmu, terima kasih sudah mau memakannya."

Beberapa menit kemudian, Xavier menghabiskan semua sarapan termasuk teh hijaunya. Ia pun bangkit dari kursi dan Lyn merapikan jas Xavier. "Semangat untuk hari ini, jangan terlalu larut pulangnya."

Xavier menepis tangan Lyn dan ia berjalan menuju mobilnya didepan. "Telpon aku jika kamu sudah pulang, aku akan membukakan pintu untukmu. Dan usahakan sebelum jam makan malam kamu sudah pulang ya, aku akan membuatkan makan malam untuk..."

Ucapan Lyn terhenti ketika pria itu berbalik dan mencengkram lengannya dengan sangat kuat hingga terlihat jelas kulit Lyn memerah. Xavier semakin menatap tajam padanya, rahangnya pun ikut mengeras menahan amarahnya tetapi wanita itu tetap tersenyum.

"Kau ini kenapa, berhenti mengikutiku dan pergilah dari sini!"

Lyn memeluk Xavier cukup erat menghirup aroma pria itu lalu melepaskannya perlahan. "Aku hanya ingin melakukannya selagi aku bisa. Ayo, pergilah ini sudah semakin siang. Aku sangat mencintaimu Xavier..."

~

Xavier terbangun dari tidurnya dengan napasnya yang tidak beraturan. Ia melihat sekelilingnya begitu gelap dan dengan cepat ia menghidupkan lampu yang di sampingnya. Matanya melihat kesana kemari setiap sudut ruang kamarnya dan tidak ada siapapun.

Hanya mimpi

Ia mengusap wajahnya kasar dan melihat ke depan dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. Aku sangat mencintaimu Xavier. Ucapan itu terus terngiang-ngiang dalam otaknya apalagi senyuman Lyn yang semakin membuatnya kesal. 

Xavier beranjak dari tempat tidur keluar dari kamarnya. Langkahnya terhenti melihat piano itu terbungkus kain dengan sinar bulan menghiasinya. 

Ia kembali teringat dulu Lyn sering memainkan piano itu sembari menunggunya pulang dan bahkan beberapa kali wanita itu tertidur dikursi sofa meringkuk seperti janin karena kedinginan dan sekarang piano beserta sofa itu sudah tidak berarti lagi.

Genggaman tangannya begitu kuat mengingat semua kenangannya bersama Lyn. Dengan dia yang menyentuh wanita itu, menyakiti wanita itu, hingga semua ekspresi yang ditampakkan Lyn terus berputar dalam ingatannya. 

Hingga, percakapannya bersama Alex tentang kondisi Lyn saat ini yang sangat buruk. Didalam hatinya itu tidaklah mungkin menginga berapa hari wanita itu bersamanya dan tidak mungkin dia sakit terlebih dirinya tidak mengetahui hal itu. 

Ia tertawa kecil sambil mengusap alisnya. "Brengsek, kenapa aku memikirkannya!" Xavier kembali berjalan menuju dapur, ia membuka kulkas dan mengambil kaleng bir. 

Baru saja ia membuka penutup, tangannya tergores dengan ujung tutup botol yang tajam membuatnya reflek melepaskan kaleng itu hingga mengotori lantainya. "Kenapa aku begitu sial malam ini?" Kesalnya. 

🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒

Daniel menggenggam kedua tangannya dengan napasnya yang semakin tidak beraturan melihat tiba-tiba Lyn mengalami serangan jantung. Beberapa dokter dan perawat termasuk Liam berada diruangan itu untuk mengembalikan denyut nadi Lyn.

"Kumohon, kumohon bertahanlah Cally. Kumohon." Katanya, seseorang mengusap bahunya dan ia melirik sejenak. Tangan ayah Lyn mengusap bahunya lembut memberi semangat pada Daniel dengan tangan satunya yang memeluk istrinya.

"Nak, mom mohon kembalilah pada kami. Jangan seperti ini." Tangis istrinya. Beberapa menit melihat perjuangan mereka menyelamatkan Lyn pun terbayar, melihat adanya pergerakkan detak jantung Lyn dari monitor bersamaan seorang perawat meletakkan Defibrilator.

"Oh ya Tuhan! Terima kasih.." Kata ibu Lyn. Daniel menundukkan kepalanya dengan senyum tipis menghiasi bibirnya. Seseorang keluar dari ruangan itu dan ikut melihat dokter dan perawat belum menghentikan pekerjaannya.

Liam melihat dokter pria itu memasang intubasi dan dokter lain mulai memasangkan ventilator dan diiringi memasang nasogastric tube (NGT) untuk menyuplai makanan dan minuman pada Lyn melalui hidungnya. 

"Callyn sudah tidak bisa bernapas sendiri jadi kami memasangkan ventilator mode ACV yang sepenuhnya akan terkontrol sendiri. Kami akan melakukan rontgen padanya untuk melihat perkembangan tubuh serta otaknya lagi."

"Apa itu berarti kondisinya semakin lemah, nak?" Tanya ibu Lyn dan Liam. Liam tidak bisa menjawab ia hanya diam melihat pekerjaan para dokter dan perawat didalam sana. 

Tidak lama seseorang membuka pintu membuat mereka menoleh, terdapat Nick dan Sean masuk dengan membawa beberapa kantong dan buah-buahan. "Aku meminta mereka membawakan makanan, aku yakin kalian belum makan." Kata Liam sambil melihat kedua orang tuanya.

Ibunya menggeleng, matanya masih melihat Lyn disana. Pria yang ada disampingnya mengusap lembut kedua bahu wanita paruh baya itu, "Ayo makan dulu. Callyn juga tidak mau kamu sakit karenanya. Makanlah sedikit agar kamu tetap kuat menjaganya." Bisiknya.

Wanita itu melihat kearah Liam dengan tatapan yang penuh kesedihan. Liam tersenyum dan mengangguk memberi isyarat bahwa Lyn akan baik-baik saja hingga membuat wanita itu hanya bisa mengikuti suaminya membawanya menuju kursi sofa.

"Kau juga, makanlah." Kata Liam. Daniel hanya menghela napas, ia membalikkan badanya menatap Liam. "Kau saja, aku ingin selalu ada disampingnya dan ingin terus melihatnya." Liam pun melangkah dan berhenti sejenak tepat disamping Daniel.

"Maaf aku menuduhmu, sebenarnya ini bukan salahmu. Ini memang sudah takdirnya dan kita hanya bisa menerima dan berusaha untuk mengeluarkannya dari takdir itu." Kata Liam sambil menepuk bahu Daniel sebelum ia melangkah meninggalkan pria itu.

Callyn & Xavier (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang