#57 Callyn & Xavier

679 33 2
                                    

Beberapa hari kemudian...

Lyn hanya duduk terdiam disandaran tempat tidur mendengar semua pembicaraan orang-orang yang di depannya yang asyik membahas bisnis mereka hingga lupa tujuan mereka untuk menjenguk Lyn yang sakit.

Dengan malas Lyn memakan apelnya dan menatap jengah mereka yang semakin asyik bahkan Sean juga sesekali tertawa keras karena berhasil membuat Alex maupun Liam geram dengan tingkahnya. "Sepertinya kalian benaran lupa ada aku diantara kalian." Kata Lyn.

Alex, Sean, Nick dan Liam pun menoleh kearahnya. "Oh sweetheart. Maaf, aku tidak sengaja melupakan mu disini. Apa kamu membutuhkan sesuatu, sweetheart?" Tanya Sean yang langsung menghampiri Lyn. Wanita itu menunjukkan keranjang buah meminta Sean untuk membuka kulit buah itu.

"Sepertinya aku akan beralih profesi menjadi tukang pengupas buah." Katanya sambil mengambil beberapa buah dan duduk disamping tempat tidur Lyn. "Aku tidak memaksamu jika kamu tidak mau mengupasnya untukku. Liam tolong aku untuk..."

"Tidak sweetheart, biarkan aku saja yang mengupasnya untukmu." Kata Sean dengan cepat, Lyn tersenyum dan mengusap lembut wajah Sean. "Sayang.. Sean, ini baru sweetheart ku." Jawab Lyn lalu tertawa melihat telinga Sean yang memerah.

"Oh ya, apa benar besok Xavier akan pergi ke Kanada?" Tanya Alex. Lyn menoleh kearah Alex memastikan telinganya tidak salah dengar dengan ucapan pria itu barusan. "Ya, dia akan menetap disana cukup lama karena dia akan membangun cabang bisnis nya." Jawab Liam.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" Tanya Alex, Lyn mengerjap kan mata nya dan menggeleng.

"Apa karena aku membicarakan Xavier? Kamu masih mencintainya?" Tanya Alex lagi. Lyn pun kembali menggeleng tapi seketika gerakkan kepalanya berubah menjadi anggukan
"Semuanya sudah berakhir. Dia pergi meninggalkanmu dan kau akan menikah dengan Liam.."

"Bukankah itu cukup bagus untukmu nanti?" Sambung Alex lagi.

"Alex, hentikan. Kau menyakitinya secara tidak langsung." Sahut Nick, pria itu beranjak dari kursi nya dan menghampiri Lyn yang masih terdiam menatap Alex dengsn tatapan yang tak bisa diartikan. "Jangan mendengarkannya." Kata Nick.

Lyn mengangguk, ia tersenyum kecil. "Apa yang dikatakannya, benar. Itu bagus untukku nanti. Tapi entah kenapa aku belum bisa menerima itu semua?" Jawabnya. Sean meletakkan pisaunya dimeja dan langsung memeluk Lyn erat.

"Kumohon jangan menangis. Hei jika kau membuatnya menangis akan berurusan denganku, Alex!"

Alex hanya menghela napas dan meminum kopinya santai. "Jangan mengatakan apapun tentang Xavier di depannya lagi. Aku tau Lyn masih mencintainya walaupun dia terus menyangkalnya." Kata Liam sebelum beranjak dari kursinya.

"Aku mengatakannya dengan benar, apa itu salah?" Tanyanya sendiri.

🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒

"Apa yang kamu cari ditasmu?" Tanya Daniel sambil duduk melihat Lyn membongkar tasnya. Ia mengeluar kan kartu kreditnya dan meletakkan nya diatas meja yang berdekatan dengan charger ponselnya.

"Apa yang kamu lakukan? Kenapa mengeluarkan kartu kreditmu? Apa kamu ingin kabur dari rumah sakit?" Tanya Daniel lagi, Lyn memberikan tasnya pada Daniel dan tersenyum manis. "Aku hanya bermimpi kartu kreditku hilang jadi aku meletakkan nya didekatku."

Daniel memiringkan kepalanya menatap tajam kearah Lyn. Didalam hatinya, ia mengingat Lyn tidak pernah bersikap seperti ini dan dia terkenal cuek dengan barang-barang nya. "Tidak ada apa-apa, kenapa kamu menatapku seperti itu?"

Ia pun menghela napas panjang menepis pikirannya yang tidak-tidak terhadap Lyn. "Baiklah, aku akan mempercayaimu. Aku ada rapat sebentar lagi, kamu tidak apa-apa aku tinggal sebentar disini?"

"Ya aku akan baik-baik saja, Niel." Jawab Lyn. Daniel tersenyum, ia pun mengusap lembut kepala Lyn dan mencium dahi wanita itu. "Aku akan meminta perawat untuk sesering mungkin mengunjungimu karena aku tidak mau kamu kenapa-kenapa."

"Kamu terlalu berlebihan." Jawab Lyn sambil tersenyum.

"Aku sangat mencintaimu dan  menyayangimu, Lyn. Aku pergi dulu, hubungi aku jika kamu merasakan sakit atau ada yang ingin kamu butuh kan."

Lyn mengangguk dan melambaikan tangannya melihat Daniel berjalan menuju pintu ruangan. Setelah punggung besar itu menghilang dibalik pintu, Lyn menghela napas dan menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Lyn beringsut ke pinggir tempat tidur dan meraih infusnya. Dengan pelan ia turun dari tempat tidurnya dan berjalan menuju jendela. "Aku ingin menemuinya sebelum terlambat."

Ia berdiri cukup lama memandangi area depan rumah sakit dan tidak lama ia menoleh kearah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 2 siang. "Ya, aku harus keluar terlebih dulu sebelum perawat datang."

Lyn bergegas menuju lemari dan melihat jaket Daniel tergantung rapi disana. Ia mencabut selang infusnya dengan kasar hingga darahnya berapa kali menetes dilantai.

Dibukanya perlahan pintu itu setelah memasang jaket dan mengintip kesana kemari lalu keluar dengan cepat melihat tidak ada perawat di dekat ruangannya. Ia keluar dengan hati-hati sambil melihat sekitarnya hingga sampai didepan rumah sakit.

Seseorang keluar dari taksi dan dia langsung masuk. "Tolong bawa saya pergi dulu dari sini, pak." Katanya, supir itu hanya mengangguk dan menjalankan kendaraannya. Lyn melihat bangunan rumah sakit yang semakin jauh dan berharap dirinya belum diketahui oleh perawat.

Lyn melihat ponselnya sudah menunjukkan pukul 3 sore dan ia menghela napas. "Ah kenapa dadaku mulai sakit? Apa karena aku tadi lari ya." Gumamnya. Ia menyandarkan tubuhnya dan memejamkan matanya sejenak. "Pak, tolong bawa saya ke salah satu toko baju diujung jalan sana ya." Katanya.

Flashback on :

Lyn menarik tangan Sean yang hendak pergi menyusul yang lainnya yang sudah keluar lebih dulu. "Aku ingin bertanya padamu sebentar dan jangan katakan pada siapapun aku bertanya hal ini padamu."

"Sepertinya ini sangat rahasia. Apa kamu mulai menyukaiku makanya kamu menyuruhku untuk diam dan tak mengatakannya pada siapapun, ya kan?"

Sean langsung mengaduh kesakitan di lengannya yang baru saja dipukul Lyn cukup keras. "Aku sedang serius, Sean. Jangan membuatku marah."

Sean terkekeh dan berdehem, "Ya, ya ada apa?" Tanyanya.

"Kapan Xavier akan pergi besok?" Sean mengerutkan dahinya dan menghela napas. "Apa kamu berniat untuk menemuinya diluar? Itu sangat berbahaya untukmu, sweetheart. Aku bisa memintanya menemuimu disini." Jawabnya.

Kali ini Lyn yang menghela napas. "Aku hanya bertanya saja bukan ingin menemuinya. Aku harus tau kapan dia pergi besok supaya aku bisa tenang dan aku juga sedang sakit tidak mungkin bisa keluar dari sini. Ayo katakan padaku, kapan dia berangkat besok." Paksa Lyn.

"Aku tidak tau tepatnya jam berapa, Xavier tidak pernah memberitahukan nya sedetail itu tentang aktivitas dan jadwal yang ia miliki. Dia hanya mengatakan malam besok dia akan berangkat." Jawab Sean.

Lyn pun mengangguk pelan mengingat malam besok Xavier akan pergi ke Kanada dan seketika ia pun mengusir Sean dengan tangannya. "Setelah kamu mendapatkan informasi dariku, kamu tetap bersikap seperti ini? Aku merasa rugi telah memberimu informasi padamu." Kesal Sean.

Lyn tertawa dan ia memeluk Sean sebentar. "Baiklah terima kasih, Sean. Sudahkan, sana pergi nanti mereka curiga kamu belum keluar juga dari ruanganku."

Flashback off:

Callyn & Xavier (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang