Bagian 35 (Amarah 2)

35 8 8
                                    

"udah dong Ra, lo jangan nekuk muka kaya' gitu" Hidar yang melihat Yura cemberut sedari tadi pun angkat suara.

Yura tidak menghiraukan ucapan Hidar, dan masih tetap cemberut sambil menatap gelang yang ada di genggamannya.

Yura terus memandangi gelang itu dengan tatapan kosong dan muka cemberut. Yusra yang sedari tadi melihat Yura hanya diam saja sekarang mulai angkat suara.

"ada yang salah Ra, sama gelangnya?"

"heh? Oh, enggak kok Yus" akhirnya Yura tersadar dari lamunannya

"trus kenapa kamu liatin terus? Sambil cemberut lagi"

"enggak, Cuma setiap aku lihat gelang ini aku jadi keinget sama kenangan-kenangan kita. Apa aja yang pernah kita lakuin, ke tempat mana kita pernah pergi. Aku pengen kehidupanku yang dulu" kemudian Yura menangis, air mata turun dengan deras dari kedua kelopak matanya.

Membuat Yusra yang melihatnya tidak tega sendiri pada gadis ini, sangatlah berat bagi Yusra melihat gadis yang disayanginya menangis separah ini.

Yusra mencoba menenangkan Yura dengan mengelus punggung gadis itu, agar tangis itu mereda "sshuuutttt udah ya, jangan nangis terus. Kamu bilang kamu mau bebas selagi kamu disekolah?" ucap Yusra

"tapi apa kaya' gini sih, Yus kehidupan anak seusia ku? Apa seperti ini?"

Yusra tidak bisa bilang apa-apa, dia hanya bisa mendekap Yura ketika gadis ini lemah seperti ini.

"udah, Ra. Lo bilang lo mau seneng-seneng sama kita, kenapa malah nangis?" Hidar angkat suara lagi

"iya Ra, udah dong ya?"

Yura pun mengangguk dan mengusap sisa air matanya yang membasahi pipi.

"nah gitu dong Ra" ucap Hidar "eh kalian pada tau nggak sih?" lanjutnya untuk mulai ngelawak

"tau apaan?" sahut Janne

"kemarin Hidar ngompol!!" ucap Yusra tiba-tiba sambil tertawa dan disusul tawa dari teman-teman lainnya

"masa sih Hidar ngompol?" tanya Janne yang masih tertawa terbahak-bahak

Hidar yang wajahnya sudah semerah tomat matang karena ulah Yusra kini merasa malu "enggak ngompol gueee!!" belanya

"ya trus apa kalo bukan ngompol?"

"Cuma kerasa anget-anget dikit" jawab Hidar, yang secara otomatis membuat tawa teman-temannya pecah lagi seketika. Yura juga ikut tertawa karena hal itu.

"emang gimana sih cerita awalnya?" kini Viya yang mulai kepo.

"Aahh Lo sih, Sra. Jadi kepo kan semuanya"

"Ya biarin dong kita kita tau, kan bermanfaat" ucap Viya

"Bermanfaat dari Mane Maemunah!?" Sewot nya "bermanfaat kagak, malu-malu in. Iya"

"Ya bagi kita sih bermanfaat. Buat bahan ngatain Lo!"

"Dasar, temen laknat semua. Giliran disuruh ngatain gue aja semangat bener"

"Gak gak, bercanda gue" ucap Viya "ampun, pak bendahara. Nanti Lo teror gue lagi waktu nagih uang kas"

Hidar tidak menjawab, dan memanglingkan wajahnya. Ceritanya marah.

"Udah lah, jangan marah gitu. Janji deh gak bakal gue ngatain Lo"

"Bener ya lo, Vi?"

"Suwer, Dar. SU-WER" Viya menekankan kata 'suwer' dan membentuk huruf v dengan jari nya.

"Yaudah, gue ceritain"

Semua temannya menyimak Hidar cerita, seperti anak yang menunggu cerita dongeng dari seorang guru.

Someday (Suatu Hari Nanti)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang