Nazra sedang berkutat pada komputer didepannya, terlihat garis kerutan yang tidak terlalu kentara menghiasi keningnya. Ia baru saja menghitung pemasukan keuangan laporan pertanggung jawaban salah satu divisi di perusahaan tempat ia bekerja tetapi masih saja salah, entah itu dari barang yang ia hitung atau dari bon belanja. Kepala miliknya serasa ingin meledak!
"Ih, kenapa salah terus ya?" Ia mengeluh untuk yang ke tiga kalinya, Ria tempat kerjanya yang bersebelahan hanya dapat terkekeh, ia juga pernah di posisi itu, dan ia bersumpah bahwa itu sangat melelahkan.
"Kan salah lagi!" Kembali Nazra menjerit kesal, kembali ia menghitung dari awal mengecek setiap bon pembelian.
"Sabar Kak, aku juga pernah diposisi itu"
"Hmm" Nazra hanya dapat berdehem, karena dia benar-benar fokus pada pekerjaannya.
Ria menatapnya kasihan, ini sudah jam 11.30. Waktunya istirahat makan siang. Perutnya lapar, tetapi ia tidak tega meninggalkan Nazra. Bagaimanapun saat ia baru-baru bekerja disini Nazrlah yang menolongnya dari Nol.
"Kak, makan yuk. Udah siang nih"
Siku-siku kembali menjelajah pada kening Nazra. Ia dengar apa yang dikatakan Ria tetapi ia masih berfokus pada angka-angka di komputernya.
"Sabar"
Ria, "Oke deh"
"Aku menyerah!" Tiba-tiba Nazra memekik putus asa, ia dengan sigap mematikan komputernya dan mengambil ponsel serta tasnya lalu menarik tangan Ria cepat. Tak perduli anak itu telah siap atau tidak.
"Eh eh?" Ria hanya dapat pasrah saat ia diseret seperti anak bebek oleh Nazra.
Mereka sampai di kantin kantor, lalu mencari tempat duduk yang kosong. Mata Ria mengedarkan pandangan, ah ha! Dia menemukan satu di pojokan sebelah kiri. Disana ada 1 meja kosong dengan 4 kursi.
"Itu Kak ada yang kosong!"
------
Nazra dan Ria sedang menikmati makan siang mereka hingga seorang lelaki jangkung berdiri dibelakang Nazra dan menegurnya.
"Naz?"
Nazra menoleh dan ia tersenyum. Itu Dimas. Sahabatnya saat kuliah. Dulu mereka bertiga selalu bersama-sama. Satu orangnya adalah Azel. Saat mengingat nama Azel kadang Nazra kembali sedih, tetapi ia mencoba menerima kenyataan dan harus tegar.
Ia menggelengkan kepalanya, ia tidak ingin mengingat hal menyakitkan itu lagi. Lalu ia mendongak sedikit kepada Dimas."Makan siang juga ya?" Tanya Nazra, Dimas juga bekerja ditempat yang sama dengannya, ia dibagian sekretaris direktur perusahaan. Lelaki yang sebaya dengannya ini dikenal ramah dan sopan, tak ayal membuat wanita-wanita diperusahaan mencoba mencuri pandang atau mencari perhatian padanya, tetapi Dimas tidak memperdulikan itu semua. Entahlah kadang Nazra juga bingung kenapa sahabatnya ini tidak ingin membuka hati kembali setelah kejadian beberapa tahun yang lalu.
"Iya, kursinya kosongkan? Boleh duduk disini?" Lihat betapa sopannya ia bertanya padahal mereka sebaya. Ria menatap Dimas dengan tatapan mendamba, dan Nazra menyadari itu. Ia tertawa pelan, oh jadi Ria juga salah satu wanita yang menaruh hati pada Dimas?
"Ya, duduk aja"
"Udah pesan?" Sambung Nazra kembali.
Dimas hanya menganggukkan kepalanya lalu ia segera mengeluarkan ponsel nya yang berada di saku celana.
"Udah, aku cuma pesan kopi panas"
Nazra, "Eh kenapa?"
"Sudah makan tadi" ia menjawab seadanya. Jari-jarinya sedari tadi menscrool iphonenya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ex Husband [Complete ✔]
Подростковая литератураApril 2020-Juli 2020 COMPLETE Initinya ini menceritakan sebuah obsesi. Bukan dari mantan suami, bukan pula dari sang istri. Ada seorang wanita yang terobsesi pada 1 laki-laki. Ia rela menghancurkan pernikahan sahabatnya sendiri. Bertahun-tahun laman...