59. Bencana

344 53 20
                                    

Hello again...

Selamat membaca ya..

Jangan lupa tinggalkan jejak.

Kasi saran atau kritik boleh ya.....


~~~


Rumah Busan terlihat sibuk sejak pagi. Nenek dan Hyungseb bangun jam setengah 5 pagi, sibuk mempersiapkan sesaji untuk peringatan kematian bunda Woojin.

"Nenek.. Kue berasnya ditaruh di tengah-tengah ya?", tanya Hyungseob sembari tangannya sibuk menata berbagai macam makanan di tengah-tengah meja panjang, yang diletakkan di hadapan pigura besar berisi foto ibunda Woojin.

"Iya.. Bundanya Woojin sangat suka dengan kue beras itu.. Terutama buatan nenek", jawab Nenek sambil menata beberapa buah dupa di sebuah botol kecil.

"Ah.. Pantas saja Woojin sering minta dibuatkan kue beras, tapi as sudah dibuatkan, katanya ga enak.. Hehe", Hyungseob menggaruk belakang kepalanya.

Nenek tertawa.

"Nenek punya resep rahasia untuk itu.. Bundanya Woojin juga pakai resep nenek.. Mungin karena itu Woojin juga jadi suka.. Nanti nenek beritau resenya ya", ucap nenek lalu mengusap punggung cucu menantunya. Hyungseob tersenyum manis.

"Ibu~~ Kakak haus", Yuri memasuki dapur sambil mengucek mata dan berbicara dengan suara seraknya.

Nenek dan Hyungseob menoleh bersamaan.

"Selamat pagi kakak.. Kok sudah bangun? Masih terlalu pagi ini", ucap Hyungseob dan mengecup pipi anaknya.

"Kakak tadi pipis. Trus sekarang haus", jawab Yuri lalu duduk di kursi meja makan.

"Yuri mau susu? Uyut buatkan?", tawar Nenek. Yuri tersenyum manis.

"Mau~", jawabnya imut.

"Adik bangun ga", tanya Hyungseob sambil menyodorkan segelas air putih pada anaknya.

"Engga.. Tadi kakak cek", jawab Yuri setelah meminum airnya.

"Ya.. Biarin deh bangun siangan..", ujar Hyungseob lalu melanjutkan pekerjaannya.


...


Pukul 8 pagi semua sudah siap. Semua orang juga sudah mandi, dan sekarang bersiap untuk mendoakan mendiang bunda Woojin.

"Woojin, kamu yang pimpin", titah kakek.

Woojin menurut, dan langsung menghidupkan dupa. Pria itu memimpin doa dengan khidmat.

Selesai berdoa, Woojin masih duduk bersimpuh di depan foto sang bunda. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pria itu akan memiliki mood yang tidak bagus setiap peringatan kematian bundanya.

"Ayah.. Sarapan yuk", ajak Hyungseob yang sedang menggendong Noeul.

"Ayah belakangan aja bu.. Ayah masih mau disini dulu", jawab Woojin.

Hyungseob tersenyum, mengusap pundak suaminya itu dan segera menuju meja makan menyusul kakek dan nenek dan Yuri. 

Suara bel rumah mengalihkan perhatian mereka disusul dengan langkah kaki yang mendekat.

"Ayah.. Ibu"

Itu ayah Woojin.. Datang bersama.. Ibu tiri Woojin.

Kakek dan Nenek menyambut kedatangan anak dan menantu baru mereka.

Hyungseob menyapa mertuanya seadanya. Yuri pun. Anak itu tidak pernah dekat dengan kakek dan neneknya.

"Aigo.. Kenapa kalian baru datang?", tanya kakek.

"Tadi ada kecelakaan di perbatasan Busan.. Jadi lalu lintas terhambat", jawab ayah Woojin.

Ibu tiri Woojin tersenyum manis.

"Ibu. Ini ada sedikit oleh-oleh dari Seoul", ucapnya sambil menyerahkan sebuah bungkusan.

"Kenapa repot-repot?", tanya nenek. 

Wanita itu hanya tersenyum.

"Kalian langsung saja berdoa", perintah kakek.

Ayah Woojin beserta istrinya mendekat ke arah meja sesaji. Ia menepuk pelan bahu ayahnya.

Woojin menoleh dan menatap ayah dan ibunya dengan tatapan yang datar.

Ibu tiri Woojin tersenyum, lalu mengeluarkan seungkus kue berbentuk ikan dan hendak meletakkannya di tengah-tengah meja, sebelum tangan Woojin menahannya.

"Mau apa?", tanyanya datar.

"Eh? Mau taruh ini.. Sebagai sesaji..", jawab ibu tiri Woojin.

"Singkirin", ucap Woojin dingin.

Semua yang ada disitu kaget. Bahkan Hyungseob sudah berdiri dan berjalan mendekat ke suaminya.

"Park Woojin", ayah Woojin menegur.

Woojin menatap ayahnya, masih dengan wajah datar.

"Mama kamu hanya mau memnerikan sesaji untuk bunda kamu, nak", ucap ayah Woojin.

"Iya, Woojin.. Mama hanya mau mengucapkan salam", sambung ibu tiri Woojin.

Woojin tersenyum miring.

"Ayah sudah lupa banget sama bunda ya?", tanya Woojin sarkas.

"Apa maksud kamu", tanya ayah.

"Ayah bahkan sudah lupa dengan makanan yang dibenci bunda", lanjut Woojin.

Semua orang terdiam.

"Bunda sangat benci bungeoppang. Ayah pasti tau kenapa kan?", tanya Woojin.

Hening..

"A-ah.. Woojin.. Maaf, mama tidak ta-"

"Sudahah. Tidka usah repot-repot untuk memberikan persembahan untuk bunda", Woojin menatap ibu tirinya sengit, lalu pergi meninggalkan ruangan itu.

"Ayah..", Hyungseob mengikuti suaminya.

Woojin berjalan ke pantai dan duduk di kursi panjang yang ada disana.\

"Ayah..", panggil Hyungseob lagi lalu duduk di sebelah suaminya. 

Woojin menoleh, dan tersenyum tipis.

"Bu.. Maafin ayah..", ucap Woojin. Hyungseob memeluk suaminya.

"Kenapa ayah minta maaf?", tanya Hyungseob. Woojin menggeleng.

"Ayah.. Ayah ga suka orang itu berpura-pura baik dengan bunda.. Ayah tau itu palsu", ucap Woojin.

Hyungseob hanya terdiam mendengarkan.

"Bunda alergi ikan.. Bunda pernah dirawat di rumah sakit karena sesak nafas setelah makan ikan.. Oleh karena itu bunda benci ikan, bahkab dengan segala sesuatu yang berbentuk ikan", ujar Woojin.

Hyungseob mengangguk.

"Ibu ngerti... Ayah pasti semakin badmood ya?", tanya HYungseob.

Woojin mengangguk namun tersenyum.

"Bu.. Ayah jahat ya?", tanya Woojin.

"Engga kok. Semua pasti mengerti kenapa ayah begitu.. Ayah sayang banget kan sama Bunda", ucap Hyungseob.

Woojin mengangguk lagi.

Hyungseob tersenyum.

"Ayo masuk? Kita siap-siap balik ke Seoul", ajak Hyungseob.

"Sebentar lagi bu...", WOojin mnegeratkan pelukan mereka.

BAiklah, sepertinya Hyumgseob harus menuruti kemauan bayi besarnya.


~~~


Comment ya!

Bye~~~

Our New WORLD [Produce 101 Season 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang