23 Maret 2000
melancholy (adj) : feeling or looking sad, making you feel sad and without hope.
Sore hari yang indah di musim semi tahun 2000. Wendy tengah menikmati udara musim semi yang segar. Wanita ini duduk-duduk di teras. Ia sesekali bersenandung sembari mengelus perutnya yang tengah hamil besar. Mulut tak henti-hentinya mengulas senyum. Perasaannya begitu bahagia saat itu. Mungkin karena tanggal kelahirannya sudah dekat dan ia tidak sabar ingin bertemu dengan bayi dalam perutnya itu.
Tapi nyatanya, prediksi dokter tidaklah selalu benar. Wendy merasakan sakit yang luar biasa pada perutnya. Tangan kirinya meremas celananya sementara tangan kanannya memegangi perutnya. Ia meringis kesakitan. Ingin ia berteriak tapi percuma saja karena ia sendirian di rumah.
Tidak, jangan hari ini.
Wendy susah payah bangkit dari duduknya dan berjalan masuk ke dalam rumah. Perutnya terus mengalami kontraksi setiap 15 menit. Ia berusaha menelepon suaminya tapi pria itu tak kunjung mengangkat teleponnya. Hatinya ingin menelepon orang tuanya, tapi percuma saja. Mereka tinggal jauh dari Seoul.
Ayolah, angkat!
Masih dengan rasa sakit yang luar biasa Wendy berusaha menelepon suaminya. Perasaannya campur aduk. Takut, kesal, dan sedih. Ia tidak bisa melahirkan hari ini. Ia tidak mau berjuang sendirian. Ia hanya ingin suaminya mengangkat telepon dan mengantarnya ke rumah sakit sekarang.
Sudah lebih dari 2 jam, suami Wendy tak kunjung mengangkat telepon. Wendy mondar mandir kesana kemari, berusaha mengurangi rasa sakitnya. Percuma saja, rasa sakitnya justru semakin menjadi. Kontraksinya kini sudah dekat, setiap 5 menit. Tangan kanannya masih memegang ponselnya, menelepon suaminya itu.
Tuhan, tolong aku.
"Apa?"
"Chanyeol! Aku tahu kamu sibuk hari ini. Aku minta maaf, tapi..."
"Wendy, aku tidak bisa pulang hari ini. Aku harus keluar kota. Jika kamu butuh bantuan, minta tolong saja pada kakakku. Aku tutup."
"Tidak! Chanyeol, dengarkan aku dulu!"
Telepon ditutup sepihak oleh Chanyeol. Wendy memandangi ponselnya tak percaya. Tiba-tiba saja, ia bisa merasakan kakinya basah. Ketubannya sudah pecah. Wendy menangis detik itu juga. Ia pasrah.
Oke, aku telepon ambulans saja.
Setelah menelepon ambulans, Wendy pergi ke kamarnya dan mengambil tas yang sudah siapkan jauh hari untuk hari melahirkannya. Wendy menggendong tas itu ke teras. Ia mengunci rumahnya dan menunggu ambulans itu di teras.
Tepat ketika ambulans datang, Wendy berteriak. Ia terus berteriak minta tolong. Para petugas medis dengan cepat memindahkan Wendy ke atas brankar. Wendy sudah tidak peduli dengan keadaan sekitar. Sakitnya tidak tertahankan. Ia berteriak sejadi-jadinya.
"Suami ibu?" tanya salah satu paramedis.
"Dia tidak akan hadir. Cepat bawa saya ke rumah sakit. Saya tidak tahan," jawab Wendy sembari mengelus perutnya.
"Baik."
Ambulans pun pergi meninggalkan rumah dan berjalan cepat menuju rumah sakit. Wendy masih berteriak kesakitan. Salah satu paramedis menenangkannya sementara yang satunya lagi memeriksanya. Paramedis tampak saling mengobrol satu sama lain. Wendy kebingungan.
"Ada apa?! Beritahu aku!" teriak Wendy.
"Tidak akan sempat jika menunggu sampai rumah sakit. Ibu harus melahirkan sekarang, di dalam ambulans," jelas paramedis.
"Tidak, tunggu sampai ke rumah sakit. Biarkan aku menelepon suamiku." Wendy panik mengambil ponsel dari tasnya.
"Ini demi keselamatan ibu dan bayi ibu." Paramedis itu menahan tangan Wendy.
Wendy menangis. "Tapi..."
Paramedis itu tersenyum sambil menggenggam tangan Wendy. "Ibu pasti bisa. Di kontraksi selanjutnya, ibu dorong sekuat tenaga."
Wendy mengangguk sementara paramedis yang satunya lagi bersiap-siap. Kontraksi datang dan Wendy berteriak sekencang yang ia bisa. Tangannya meremas pinggiran brankar. Keringat dan air mata tidak henti bercucuran. Kedua paramedis terus menyemangatinya.
Tuhan, ini sakit sekali.
"Lebih kuat, Bu. Kepalanya belum terlihat."
"Sakit sekali..." rintih Wendy.
Kontraksi selanjutnya datang. Wendy meringis dan berteriak lagi. Ia menyumpahi Chanyeol dalam hati. Ia juga menyumpahi Tuhan dan alam semesta. Kenapa harus hari ini? Kenapa harus di hari dimana Chanyeol sibuk? Kenapa ia harus berjuang sendirian?
"Satu dorongan kuat dan bayinya akan lahir."
"Baik, satu dorongan..."
Wendy mengerang kemudian berteriak. Ia berusaha sekuat yang ia bisa. Tak lama, suara tangisan bayi terdengar. Bagaikan lagu yang indah, tangisan itu membuat Wendy tersenyum seketika. Ia menghela napas lega. Paramedis membersihkan bayinya kemudian menyerahkannya kepada Wendy.
"Selamat, bayinya laki-laki dan ia sangat tampan," ujar paramedis sembari menyerahkan bayinya kepada Wendy.
"Hai..." sapa Wendy kepada anaknya. Matanya menitikkan air mata. "Terima kasih sudah lahir ke dunia ini. Maafkan ayahmu tidak ada disini. Ibu sayang kamu, nak."
Paramedis terenyuh dengan pemandangan itu selagi mereka membersihkan Wendy. Tak lama kemudian mereka sampai di rumah sakit. Paramedis menyelimuti Wendy dan mereka menurunkan brankar dari dalam ambulans.
"Ah, untuk datanya kami minta nama ibu," kata salah satu perawat dari rumah sakit.
"Park Wendy," kata Wendy masih dengan mata tertuju pada anak laki-laki di gendongannya itu.
"Apakah anaknya sudah ada nama?"
Wendy terdiam sebelum menjawab, "Renjun, Park Renjun."
hope you like the first chapter. HIT THAT STAR OKAY! THANKS A LOT!

KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Wendy [Wenyeol AU]
FanficSebuah cerita tentang Wendy, seorang ibu tunggal yang ditinggal suaminya tepat ketika ia melahirkan anak mereka. bahasa baku dan banyak kata kasar yangxiaozhu, May 2020