pine

2.6K 328 43
                                    

sekuy vote WKWKWK COMMENT JUGA DONG BIAR SENENG NGETIKNYA HEHEHE



pine (verb) : to feel very sad because you cannot be with someone you love.

Chanyeol memasuki gedung paling mematikan baginya. Bagaimana tidak mematikan? Di dalam gedung itu sebagian besar adalah kenalan dan keluarganya. Perusahaan keluarga Park ini berdiri bahkan semenjak Chanyeol belum lahir. Bahkan atap gedung bagian barat dirombak menjadi penthouse keluarga. Anggota keluarga bergantian tinggal disitu. Sudah dipastikan jatah tinggal Chanyeol dicabut oleh kedua orang tuanya.

"Permisi, saya sudah ada janji dengan--"

"Astaga, Tuan Muda Chanyeol!" seru resepsionis itu. "Anda sudah kembali! Selamat datang!"

Chanyeol menaruh jari telunjuknya di depan mulut. "Diam! Aku tidak mau ada keluarga yang tahu!"

Resepsionis langsung terdiam dan menunduk. "Baik, Tuan Muda. Anda ada janji dengan Nyona Wendy, kan? Beliau sudah menunggumu di kantornya di lantai 5."

"Terima kasih. Jangan beritahu siapapun! Jangan bergosip!" ancam Chanyeol kemudian berjalan memasuki lift.

Tepat ketika lift terbuka, tampaklah kakak ipar Chanyeol, Suho. Chanyeol langsung bersembunyi di balik punggung orang lain. Suho tampak sedang berbincang dengan temannya. Begitu Suho keluar, Chanyeol segera masuk dan berdiri di ujung lift. Dia menghela napas lega. Bodohnya Chanyeol, dia lupa kalau Suho bekerja sebagai direktur keuangan perusahaan keluarga Park.

Sesampainya di lantai 5, Chanyeol cepat-cepat berjalan ke arah meja yang dekat dengan sebuah ruang kantor lain. Ia meyakini bahwa itu adalah sekretaris Wendy. 

"Permisi. Saya--"

"Astaga, Anda datang juga. Cepat masuk. Bu Wendy sudah menunggu sejak tadi. Anda telat."

Chanyeol tidak menanggapinya lagi. Tangannya mendorong gagang pintu ruang kantor Wendy. Begitu pintu terbuka, Wendy langung menengok ke arah pintu. Chanyeol dengan canggung memasuki ruang kantor istrinya itu. Dia menutup pintu kemudian duduk di kursi depan Wendy.

"Tand--"

"Sebelum kita membubuhkan tanda tangan dan cap disana, biarkan aku berbicara sesuatu padamu, Wendy."

Wendy terdiam. Dia kemudian mengangguk dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. 

"Belasan tahun aku hidup seperti di neraka. Dan 18 tahun ini membuatku menderita. Aku tahu mungkin ini tidak sama dengan penderitaanmu merawat anak kita sendirian. Tapi sungguh, aku juga menderita. Apalagi aku hidup dalam kebohongan. Hanya satu dua orang di Indonesia yang tahu keadaan asliku."

"Mungkin jika kamu jujur dan tidak mengambil beasiswamu ke Indonesia, hidupmu dan hidupku akan lebih indah dan tentram," ketus Wendy.

Chanyeol tersenyum pahit. "Betul, memang keputusanku adalah yang terburuk. Aku bahkan tidak berperan dalam hidup Renjun selama ini."

Wendy terkekeh. "Kamu berperan, Chan. Cukup besar sampai membuat putramu sendiri menyiksa diri dan menderita. Ini baru 3 hari semenjak kamu pulang. Dan kamu sudah membuat begitu besar masalah."

"Aku tahu. Sungguh, aku minta maaf."

"Maaf saja tidak akan cukup, Park Chanyeol." Wendy menghela napas panjang. "Kenapa juga dulu kita menikah? Aku menyesali keputusanku waktu itu. Harusnya waktu itu aku menerima lamaran Yoongi saja. Sayang dulu aku buta oleh harta dan parasmu."

Rahang Chanyeol mengeras. "Kamu tidak sungguh-sungguh berkata seperti itu, kan?"

Wendy memajukan badannya dan menopang dagu pada tangannya. "Itu sungguhan." Wendy tersenyum sarkas.

Mama Wendy [Wenyeol AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang