21

353 19 0
                                    

Tok tok tok. Lana berlari menghampiri pintu unitnya yang sedari tadi diketuk. Ia membuka pintu itu dengan tergesa-gesa.

"Bell nya rusak kenapa gak dibenerin sih? Belum gajian lo?" Lana membuka mulutnya lebar-lebar sebelum akhirnya menghambur memeluk sahabatnya itu.

"Ah Nessy aku kangen banget, kok kamu udah pulang?"

"Kalau bukan karna nyokap lo yang nelepon gue semalem, gue masih di singapur gak tahu sampe kapan" Lana mengerutkan dahinya, ia tidak menyangka ibunya bisa membuat Nessy pulang secepat ini. Lagipula bukannya ibunya tidak suka dengan Nessy?

Padahal ia sudah merengek selama seminggu terakhir, tapi Nessy tetap tidak bisa pulang. Hebat juga ibunya.

"Ya udah kita makan yuk, aku masak iga madu loh" Nessy menoyor kepala Lana, gadis itu tidak menggubris jawaban terakhirnya.

Nessy lalu bergegas masuk ke dalam unit, diikuti oleh Lana yang menutup pintu terlebih dahulu. Mereka pun makan siang bersama.
***

"Jadi Noah ini siapa Lan?" Sesi introgasi dimulai.

Lana dan Nessy sedang duduk santai di ruang tengah. Mereka sudah selesai dengan acara makan siangnya dan melanjutkan dengan menonton televisi.

"Ehm mantan"
"Ada apa sama dia?"
"Gapapa"
"Lana! Lo jangan buat gue nyesel ya pulang ke indo!" Lana meringis.

"Aku jawab sesuai pertanyaan kamu kok"
"Ya udah gue ganti pertanyaannya, apa yang udah dia lakuin ke lo?" Lana memperbaiki posisi duduknya, wajahnya berubah aneh. Seperti orang yang habis tertangkap mencuri.

Nessy dengan setia menunggu jawaban orang disampingnya. Ia tahu temannya sedang tidak baik-baik saja, karna ibu Lana tidak pernah sekalipun meneleponnya. Apalagi ibu Lana semalam seperti orang yang sedang ketakutan dan panik.

Sehingga Nessy tidak perlu berpikir dua kali untuk membeli tiket penerbangan pagi-pagi buta menuju Jakarta. Dan benar saja, ia bisa melihat dengan jelas kalau Lana tampak sangat berbeda. Matanya bengkak dan wajahnya sangat sembab, seperti habis menangisi orang yang telah mati.

Satu tahun hidup bersama namun Nessy tidak pernah melihat ekspresi Lana yang seperti sekarang. Lana selalu ceria selama hidup dengannya.
Tapi hari ini, keceriaan itu tampak jelas seperti dibuat-buat, tidak tulus seperti biasanya.

Lana tampak menghela napas.
"Aku sama dia pernah tinggal bareng Ness"
"Satu tahun"

"Aku lari dari rumah orang tuaku dan ikut sama dia"
"Waktu itu aku baru lulus SMA dan Noah lagi menunggu panggilan kerjanya"

"Dia bawa aku lari hari itu tiba-tiba. Aku panik dan gak sempet mikir apa-apa, jadi aku memutuskan untuk ikut aja"

"Dia janji bakal jagain aku"
"Dia kerja keras setiap hari demi bisa nyukupin kebutuhan kami"

"Tapi semakin hari aku semakin gak tahan karna diomongin tetangga, mereka gak percaya kalau kami kakak beradik"
"Sampai akhirnya aku hamil"

"Aku emang gak bilang sama dia Ness, aku cuma minta dia nikahin aku, aku takut untuk jujur kalau aku hamil, aku takut dia lari ninggalin aku"

"Tapi dia selalu ngelak dan bilang kalau kami masih sangat muda untuk menikah"

"Waktu itu aku hanya remaja biasa yang baru tamat SMA, dan Noah adalah pacar pertamaku, aku begitu bodoh dan naif"

"Mama datang ke kontrakan kami waktu Noah lagi pergi kerja"
"Aku ajak mama masuk rumah dan kita ngobrol"

"Mama bilang dia sudah resmi bercerai sama papa, dan dia minta aku milih antara Noah atau dia"

"Jelas aku gak bisa milih waktu itu Ness, dia ibu aku dan aku hamil anak Noah, aku benar-benar bingung"

"Mama nangis dan aku pun nangis"
"Aku tahu hubungan aku sama mama dari dulu gak pernah baik"

"Tapi hari itu dia nangis dan berlutut di depan aku, mama minta maaf"

"Aku ingat kata-kata Noah yang selalu menolak untuk nikahin aku"
"Noah yanh selalu cuek jika aku digosipin sama tetangga"
"Hari itu aku putusin untuk ikut mama, aku pergi tanpa menunggu dia pulang kerja, aku gak niat pamit karna aku tahu aku pasti gak tega, dan aku juga sedang kecewa dan marah sama dia"

"Semenjak itu aku pindah meski masih di kota yang sama, papa gak ngasih mama tempat tinggal, jadi sampai hari ini pun kami masih mengontrak"

"Mama yang ngerawat aku saat hamil"
"Aku dan mama sama-sama kerja keras untuk menghidupi kami bertiga"
"Sampai suatu hari aku terlalu kecapekan karna kerja terlalu keras"

"Aku keguguran Ness"
"Aku gagal jagain anak aku"
"Aku sempet depresi beberapa bulan"
"Sampai kamu datang dan nawarin aku kerjaan di sini" Nessy menegak di tempat duduknya.

Ia berusaha mencerna dengan baik setiap perkataan dari cerita Lana, ia tidak ingin salah paham dan berakhir memberi nasihat tak berguna.

Lana sudah menangis disampingnya. Ia bukan orang yang lembut dan romantis. Nessy jelas tidak mengerti cara menenangkan orang yang sedang terpuruk.

Meski hidupnya tidak bisa dibilang menyenangkan. Tetap saja situasi Lana jauh lebih mengerikan. Ia bahkan tidak tahu rasanya keguguran.

Boro-boro memikirkan itu, berpikir akan bertemu orang sebejat Noah saja tidak. Nessy meraih sahabatnya itu kepelukkannya.

Hal yang satu-satunya tercetus di otaknya. Ia mengusap lembut punggung Lana, sambil terus memeluknya erat-erat.
***

Lana melepaskan pelukannya, menghapus air matanya juga mengeluarkan seluruh ingusnya yang menyumbat pernapasannya.
"Ness bentar ya, kayanya hp aku bunyi terus, takutnya dari mama" Nessy mengangguk.

Lana kembali duduk di sampingnya setelah mengambil ponselnya dari kamar.

"Ness kamu suruh kak Keenan nunggu di bawah ya?" Nessy menepuk jidatnya.
"Astaga gue lupa, sini hp lo biar gue telepon"

"Emang hp kamu kenapa?" Lana memberikan ponselnya.
"Lowbatt gak sempet ng-charge"

"Halo Ken lo dimana? Sorry gue lupa"
"Lebay banget sih gitu doang kaya cewek lo"
"Ya sorry, lo sekarang dimana?"

"Ya udah hati-hati. Thanks ya udah jemput gue, aturan tadi gue mau ajak lo makan sama Lana, tapi Lana udah masak jadi gue makan sama dia tadi, sorry ya Ken"

"Jangan gitu dong, besok janji deh gue bantuin lo sama Thalita"
"Iyee bawel"
"Ya udah" Nessy mematikan sambungannya. Lana mengambil ponsel yang dikembalikan Nessy.

"Thalita saha?"
"Pacarnya Ke" Lana mengangguk-angguk.
"Sabtu lo jadi pergi sama Jay?"

"Iya, kamu ikut yah"
"Ogah ah, gak diundang gue"
"Emang kak Keenan gak ngundang? Itukan acara dia"

"Keenan gak pernah ngundang keluarganya Lana, dia cuma undang rekan bisnis dan semua talent yang ada di bawah naungan managementnya"

"Jadi orang tuanya juga gak ikut?"
"Ya gak lah, lagian orang tua mana yang mau datang ke acara begituan? Lo liat aja besok tamu-tamunya kaya apaan"

"Jadi aku gak apa kan pergi sama Jay?"
"Ya gapapa, emang gue pacar lo sampe lo harus izin?" Lana mengerucutkan bibirnya.

Padahal Nessy sendiri yang dari awal over protective terhadapnya.
"gue udah nitipin lo sama Keenan di acara itu, mastiin lo baik-baik aja sampai pulang dengan selamat"

"dia juga yang ngawasin si Jay lo itu"
Lana melengos, kaya begitu bilangnya gak perlu izin, tapi dia sendiri yang berlebihan menitipkan dirinya pada orang. Seperti dia anak balita saja.

"Bell apart kenapa gak dibenerin sih? Masak main ketuk pintu? Kalo unit gue kecil sih iya kedengeran"

"Ih aku tuh gak ngerti Ness ngurus yang gitu-gitu, biasa kan kamu yang punya kerjaan laki begitu"
"Sembarangan lo!" Nessy menoyor kepala Lana.

"Ya udah bentar gue ke bawah"
"Mau kemana?"
"Ya mau cari orang lah benerin bell nya"

Lana mengangkat bahunya. Ia memilih untuk ke kamarnya daripada mengikuti Nessy.

Hallo SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang