Biru.
Hari gue memulai untuk kerja kembali setelah istirahat selama tiga hari gara-gara kelelahan dan sempat dirawat di rumah sakit selama dua hari. Tadinya dokter menyarankan gue untuk menginap lagi sehari untuk memastikan keadaan gue stabil, tapi gue menolak. Gue nggak suka apa-apa yang berkaitan dengan rumah sakit. Makanya gue memutuskan untuk keluar lebih cepat. Lagipula di rumah kan ada Bibi yang bisa mastiin gue minum obat tepat waktu dan jangan sampai telat makan.
Gue menarik napas pendek ketika mata gue nggak sengaja tertuju pada paper bag yang semalam diantar oleh Lova. Lalu kemudian sudut bibir gue melengkung begitu saja tanpa sempat gue cegah. Gue tersenyum.
Semalam Lova datang kemari untuk menjenguk gue. Ya meskipun ada hal lain juga sih, dia nganter jaket gue yang sempat gue pinjamkan. Tapi apapun alasannya gue senang dia datang ke sini dan ngeliat keadaan gue. Walaupun jujur gue nggak pernah suka ketika ada orang yang melihat gue dalam keadaan lemah dan nggak berdaya.
Gue tengah bercermin daan merapikan rambut ketika pintu kamar gue dibuka dari luar.
Aksa ini emang bener-bener nggak punya aturan. Gue mendelik ke arahnya tepat saat mukanya muncul dari balik pintu.
"BISA NGGAK SIH LO KETUK PINTU DULU BARU MASUK?! KALO GUE LAGI TELANJANG GIMANA!?"
"Gue sih bodo amat kalo lihat lo telanjang, gue juga punya." Jawabannya santai banget jadi pengin gue lemparin sepatu. Gue mencibir kemudian bertanya.
"Ngapain?"
"Ada temen lo di bawah."
"Temen? Yang mana?"
"Nggak usah pake tanya temen yang mana, kan temen lo juga nggak banyak. Gaya banget lo."
Nggak boleh emosi, nggak boleh emosi. Masih pagi, Biru. Gue menarik napas perlahan terus menatapnya sok lembut. "Kan temen gue pasti punya nama, Sa."
"Cewek semalem."
"Oh cewek semalem.." mata gue membola. "CEWEK SEMALEM?!" Lova dong, kata gue dalam hati. "Lo serius, dia di sini sekarang?"
"Iya itu di bawah, makanya buruan turun, kasian cewek dibiarin nunggu." Ucap Aksa.
"Kayak orang bener aja lo kalo ngomong. Yaudah gue kelarin dulu siap-siapnya terus gue turun."
Aksa nggak menjawab dan pergi begitu saja dengan pintu kamar yang terbuka lebar. Emang anjing tuh anak.
Lima menit kemudian gue benar-benar turun dari kamar. Gue nggak mendapati Lova di ruang tamu. "Mana orangnya?" tanya gue sama Aksa. Aksa menunjuk ke arah dapur dan di sanalah Lova berada. Dia tengah sibuk menyiapkan makanan yang diabawa, menaruhnya di dalam mangkuk dan memastikan jika cukup untuk tiga orang karena gue lihat dia menyiapkan tiga mangkok di atas meja. Gue menghampirinya dan sayangnya senyum gue nggak tahan untuk muncul di sudut bibir. Dasar senyum buaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Birulova
General Fiction(Selesai) "Waktu kita mendaki bareng gue banyak belajar. Di sini gue nemenin lo dari pagi buta jalan bareng di bawah langit biru tanpa mengeluh ketika gue banjir sama peluh. Di sana, di puncak, kalau pada akhirnya lo lebih milih bersama orang lain y...