Biru.
Tepat satu minggu Ola pergi, kesedihan masih memenuhi seluruh penjuru rumah gue dan seisinya. Gue nggak mau bohong kalo rumah ini punya banyak kenangan bersama Ola, dan itu nggak akan mudah untuk gue lupakan. Apalagi dengan banyak hal baru yang harus gue terima. Tentang kenyataan yang selama ini salah gue tangkap dan terima.
Kenyataan bahwa nggak sekalipun Ola meninggalkan gue apalagi mengkhianati gue demi laki-laki lain.
Saat itu, gue hanya percaya dengan sesuatu yang gue lihat dan meyakini apa yang dilakukan oleh Ola adalah sebuah pengkhianatan. Paling nggak itu menurut asumsi gue, gue nggak pernah bertanya padanya, dari sudut pandangnya. Desah napas lelah lolos dari bibir gue.
Mungkin seharusnya dulu gue bertanya lebih dulu, bukannya malah menghakimi yang membuat Ola akhirnya memilih untuk pergi tanpa pamit. Harusnya gue lebih dingin dan tenang saat itu.
Seharusnya..
Seharusnya hanya akan jadi seharusnya tanpa ada pelaksanaannya. Dan sekarang semuanya kadung terlambat. Kadung terjadi hal yang nggak diinginkan. Namun Tuhan baik, sekali lagi, Tuhan begitu baik, Tuhan nggak mau gue menyimpang rasa benci pada Ola dengan membuka setiap hal yang perempuan itu sembunyikan dari gue. Semua hal yang dulu dia tutupi, akhirnya terbuka juga. Meskipun waktu nggak memberikan waktu lebih untuk gue dan Ola memperbaiki semuanya. Dan Tuhan begitu baik, dia ingin Ola ada di sampingnya supaya Ola bahagia.
Gue menghela napas panjang.
Nggak ada gunanya untuk menyesali sesuatu yang sudah terjadi.
Sekarang gue hanya bisa berharap Ola sudah nggak kesakitan dan dia bisa hidup bahagia di dunianya yang sekarang. Bicara apapun yang dia inginkan, melakukan apapun yang dia mau, juga merasakan hal-hal baik yang ada di sekitarnya.
Apapun itu, gue harap Ola bisa bahagia.
Dan disinipun gue akan melakukan hal yang sama.
Pelan-pelan menghapus luka yang ada di masa lalu sehingga dendam dan rasa benci itu sepenuhnya hilang. Yang ada hanya harapan dan doa terbak untuk mereka yang pernah mengisi hidup gue.
Ola, dia perempuan baik yang berarti dalam hidup gue, dulu, sekarang dan seterusnya. Gue nggak akan menghilangkan fakta itu.
Dia pernah jadi bagian paling bahagia gue juga bagian paling suram yang ada dalam diri gue.
Bagaimanapun dia diingatan gue, gue bersyukur bahwa dia pernah hadir dan mengisi hari gue dengan tawa serta cerita yang kita bagi bersama.
Hal itu nggak hanya berlaku untuk gue, namun juga Akasa, Rama, Aksa dan juga Lila, mereka pasti mulai belajar untuk menerima banyak hal sekarang. Kembali belajar untuk bagaimana bersikap dalam mengambil keputusan, nggak hanya bergantung pada ego juga napsu belaka.
Kami belajar.
Belajar untuk paham, bahwa nggak ada satupun hubungan yang sempurna, bahkan dalam persahabatan. Selalu ada salah paham, selalu ada cekcok yang mungkin berujung pada dendam, juga akan selalu ada bagian kecil yang terpendam. Paham, hanya karena kami bersahabat bukan berarti kami tau segalanya tentang hidup masing-masing. Selalu ada celah yang luput dari pandangan dan itu hal yang wajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Birulova
General Fiction(Selesai) "Waktu kita mendaki bareng gue banyak belajar. Di sini gue nemenin lo dari pagi buta jalan bareng di bawah langit biru tanpa mengeluh ketika gue banjir sama peluh. Di sana, di puncak, kalau pada akhirnya lo lebih milih bersama orang lain y...