kesepuluh

225 53 15
                                    

Lova

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lova.

Pagi menyapa kota Jogja, matahari yang tadinya malu-malu di ujung cakrawala kini sudah menampakkan diri seluruhnya. Cahaya silau memasuki kamar gue. Gue tengah bercermin sembari mematut diri dengan setelan yang gue pakai hari ini. Audisi hari kedua akan dimulai lebih awal mengingat hari pertama etrbilangsangat luar biasa antusiasnya. Hari ini audisi akan dimulai sejak pukul delapan pagi, itulah alasan kenapa gue jam enam sudah bangun dan menyempatkan diri untuk jalan-jalan di sekitaran hotel.

Udara di Jogja masih cukup asri saat pagi hari dan cukup menyegarkan untuk gue jalan pagi.

Setengah jam kemudian gue kembali ke hotel untuk mandi dan siap-siap.

Gue menoleh pada pergelangan tangan dan melihat jarum jam sudah berada di angka tujuh tepat. Gue masih punya satu jam lagi untuk sarapan.

Gue tengah merapikan ikatan rambut saat pintu kamar diketuk dari luar. Gue mendongak lantas berjalan untuk membuka pintu yang memang gue kunci sebelumnya.

"Weh, ada apa, Ram?" Rama menunjuk dagunya memberikan kode untuk masuk ke dalam kamar gue. Gue mempersilahkan dia masuk. Dia nggak datang dengan tangan kosong melainkan dengan bubur ayam sepaket sama teh hangat yang wanginya langsung menusuk hidung gue.

"WOOOOO, baik amat lo sama gue tumben." Gue menepuk bahu Rama lantas dia meletakkan nampan berisi bubur dan teh hangatitu di atas meja kecil yang tersedia.

Dia menatap gue. "Bukan dari gue."

"Terus?"

"Arthur."

Gue terdiam, kerongkongan gue jadi kering setelah mendengar nama Arthur. Sekedar informasi gue belum benar-benar baikan dengan Arthur gara-gara masalah beberapa waktu lalu. Gue juga nggak tau kenapa gue betah untuk berdiam-diaman lama dengannya, padahal biasanya gue sama sekali nggak bisa. Mungkin karena memang kesalahannya kali ini benar-benar fatal menurut gue.

Gue menarik napas panjang. Rama duduk di tepian ranjang gue, gue menarik kursi yang berada di depan meja rias, sekarang gue dan Rama salin berhadapan.

"Lov, kayaknya Arthur ngerasa bersalah banget deh, sampai dia nggak berani nganter bubur ini buat lo. Gue tau Arthur sangat menyesal dengan apa yang dia lakukan beberapa waktu lalu ke lo dan Biru." Rama memulai.

"Gue juga ngerasanya gitu, Ram."

"Terus kenapa lo nggak maafin dia."

"Bukan gue nggak maafin Arthur, gue hanya mau Arthur minta maaf sama Biru. Gimanapun Arthur udah mukul Biru sampai babak belur dan bekasnya bahkan masih ada sampai hari ini." ucap gue nggak mau kalah.

"Gue berusaha netral di sini, Lov."

"Gue tau."

"Gue nggak akan bela lo, bela Biru maupun bela Arthur. Gue sendiri bingung kenapa Arthur tiba-tiba mukulin Biru, tapi gue yakin dia hanya nggak sengaja dan dia pasti menyesali perbuatannya. Dia khilaf."

BirulovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang