Biru.
Gue meraih kaleng bir yang ada di meja lantas meneguknya beberapa kali. Membiarkan cairan itu membasahi kerongkongan gue yang kering. Jujur, gue jarang banget minum alkohol, mungkin karena dulu pernahsebegitu maniaknya sama alkohol, sekarang gue jadi agak anti sama alkohol. Jenis apapun. jarang banget gue minum apalagi kalo cuma gara-gara mau minum doang.
Gue nggak akan minum kalo nggak ada alasan penting yang bikin gue terpaksa lari ke alkohol.
Dan malam ini, gue minum lagi.
Gue menyibakkan rambut gue ke belakang.
Sejujurnya gue sendiri bingung dengan apa yang di hati gue sekarang, maksudnya, kenapa juga gue harus minum hanya karena masalah sepele?
Apa gue harus menyebutnya sepele?
Gue nggak yakin.
Ini soal Lova dan Arthur.
Sejak awal gue memang tau kalo Arthur menyukai Lova, terlihat dari caranya yang nggak suka dengan kehadiran gue setiap kali dekat dengan Lova. Gue pun nggak keberatan sama sekali dengan itu, karena bagi gue, bukan masalah selama Lova belum jadi milik siapapun. Karena gue anti sama yang namanya nikung, siapapun itu, meskipun dia bukan temen gue.
Namun kali in kasusnya berbeda.
Lova ternyata juga memiliki perasaan pada Arthur.
Kepala gue jadi pening.
Gue nggak mau berburuk sangka, karena bagi gue, Lova juga punya rasa yang sama ke gue seperti rasa yang gue punya untuk dia. Meskipun nyatanya Lova nggak pernah bilang begitu.
Ya, sampai sekarang, hanya gue yang bilang kalo gue sayang sama dia. Lova sekalipun belum bilang kalo dia sayang ke gue. Gue mencoba untuk nggak peduli, kenapa? karena untuk gue itu nggak terlalu penting.
Bukankah Lova sendiri yang mengatakan kalo semuanya nggak hanya sebatas kata dan kalimat? Bukankah nyatanya tindakan juga perbuatan lebih baik ketimbang hanya bicara? Namun entah kenapa gue malah makin penasaran dengan perasaan Lova yang sesungguhnya ke gue.
Maksud gue, gue takut kalo nyatanya dia sama sekali nggak punya perasaan ke gue dan hanya kasian sama gue.
Gue nggak mau kayak gitu.
Gue menelan cairan bir lagi, menghabiskan satu kaleng bir udah bikin gue merasa penuh dan nggak mau buka kaleng lainnya. Gue meletakkan sampah kaleng itu di atas meja. Gue tengah menarik napas panjang saat mendengar langkah seseorang menuruni tangga.
"Bang?" itu suaranya Aksa. Dia pasti kebangun gara-gara suara tv yang volumenya gue kencangkan. Gue jadi merasa bersalah udah ganggu waktu tidurnya, padahal selama beberapa hari ini Aksa kurang tidur. Dia menghabiskan waktunya untuk lembur di kantor, pulang dini hari dan berangkat lagi paginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Birulova
General Fiction(Selesai) "Waktu kita mendaki bareng gue banyak belajar. Di sini gue nemenin lo dari pagi buta jalan bareng di bawah langit biru tanpa mengeluh ketika gue banjir sama peluh. Di sana, di puncak, kalau pada akhirnya lo lebih milih bersama orang lain y...