keduapuluh tujuh

152 36 10
                                    

Biru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Biru.

Ini masih hari yang sama dengan hari lima tahun Budna pergi meninggalkan gue, adik gue dan teman-teman gue yang sudah Bunda anggap sebagai anak sendiri. Hari kian sore dan nggak ada satupun dari temen-temen gue, Akasa, Lila dan Rama yang berniat untuk pulang dari rumah gue. Gue tau, mereka sama kangennya dengan gue. Gue juga tau ada rasa kehilangan yang nggak pernah sepenuhnya bisa sembuh, karena sebenarnya rasa kehilangan tetap akan ada sampai kapanpun waktunya.

Gue merasakannya.

Bukan berarti gue nggak ikhlas dengan kepergian Bunda, hanya saja perasannya sebagai seorang yang begitu berarti dan berharga nggak akan pernah hilang begitu saja. Gue pun nggak berniat untuk melupakan setiap kenangan itu, gue malah akan mengingatnya sepanjang masa. Walaupun itu artinya akan selalu ada sedih juga penyesalan yang tersisa.

Hari semakin sore dan langit yang awalnya biru cerah kini mulai berganti warna menjadi keorenan. Lova masih di sini, di samping gue dan kami berdua tengah berada di balkon sambil melihat ke halaman yang ada di depan rumah gue.

Di sana ada Akasa, Lila, Rama dan Aksa yang sibuk menghabiskan makanan sambil bercanda tawa. Namun sesungguhnya gue tau, mereka nggak benar-benar ketawa karena rasa kehilangan itu masih ada. Sangat besar dan nggak akan pernah bisa tergantikan.

"Nggak mau turun?" Lova bertanya, tangannya masih melingkar di pinggang gue.

"Kamu mau turun?"

"Ayok, gabung sama yang lain aja. Ntar dikira kita pacaran terus lagi."

"Emang iya, kan?"

"Bin, ih."

"Hehehe, iya iya. Ngomong-ngomong Arthur udah pulang ya?"

"Dia ada syuting katanya tadi dijemput sama manajernya."

"Oh gitu, orang sibuk mah beda ya."

"Yeuuuu."

Lova bergerak lebih dulu saat gue menahan tangannya, ada sesuatu yang mau gue tanyakan ke dia sebelum gue dan Lova bergabung dengan yang lain di halaman depan. "Lova, bentar, aku mau tanya sesuatu ke kamu."

"Apa?"

"Duduk dulu." Gue menyuruhnya duduk di setian ranjang sedangkan gue menarik sebuah kursi untuk duduk di hadapannya.

"Ih kamu bikin aku deg-degan tau nggak? Kayak mau diinterogasi akunya." Ujarnya sambil ketawa kecil. "Mau tanya apa?"

Gue sebenarnya juga maju mundur mau tanya, tapi gue beranikan tanya aja ke Lova. Ini soal semalem yang dia sempat mau ketumpahan air panas, alasan kenapa dia sampai bersikap linglung dan nangis di pelukan gue karena saking kagetnya. Dia kayak bukan Lova yang biasanya cekatan dan lugas, bukan tipe orang yang gampang terindimidasi dalam keadaan apapun.

"Semalem, kamu kenapa?"

"Yang mana?"

"Kamu hampir kena tumpahan air panas di dapur, dan untung aja ada Arthur di dekat kamu."

BirulovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang