ketigapuluh tiga

169 41 32
                                    

Lova

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lova.

Gue duduk bersebelahan dengan Biru yang sudah berganti pakaian dengan milik Echa yang ada di apartemen gue. Beruntung, setiap kali ke sini, Echa selalu meninggalkan pakaiannya sehingga ada pakaian ganti yang bisa digunakan oleh Biru, karena bajunya yang basah kuyup.

Rambut gue masih setengah basah, gue pun masih menyampirkan handuk di sekeliling bahu gue, supaya tetesan air nggak langsung jatuh ke kaos yang gue pakai. Jemari gue sampai keriput saking lamanya berdiri di bawah guyuran hujan.

Sejak sepuluh menit lalu, gue dan Biru hanya saling diam memperhatikan gelas teh masing-masing yang mulai hilang asapnya. Gue melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul dua pagi, gue menarik napas pendek. Di luar sana hujan masih terus mengguyur Ibukota.

Gue nggak tau harus memulai pembicaraan darimana dengan Biru setelah tadi emosi gue meledak-ledak dan sampai menampar pipinya. Gue menggigit bibir, mencari cara untuk memulai percakapan diantara kami berdua. Gue meremas jari-jari gue, memaksa otak gue bekerja lebih keras dari sebelumnya untuk memikirkan kalimat pertama yang akan keluar dari bibir gue.

Gue menelan saliva, lantas memberanikan diri menoleh ke arah Biru yang ternyata sedang menyandarkan punggungnya di sandaran sofa sambil menatap gue intens. Gue terkejut lalu buru-buru mengalihkan pandangan. Gue mengerjapkan mata beberapa kali, meyakinkan diri sekali lagi sebelum akhirnya menoleh lagi ke Biru. Pas gue noleh untuk kedua kalinya, Biru masih dengan tatapannya yang sebelumnya. Menatap gue dengan intens dan dalam. Kali ini gue nggak mengalihkan pandangan, gue justru memutar tubuh gue supaya berhadapan langsung sama Biru. Gue mendekat hingga jarak diantara gue dan dia paling hanya sekitar tiga puluh sentimeter.

"Maaf udah nampar kamu tadi." kata gue akhirnya. Gue menunduk karena nggak sanggup dilihatin segitunya sama Biru. "Aku salah, aku minta maaf."

"Lova."

"Hm."

"Dealova.."

"Iya, Biru." Gue akhirnya melihat wajah Biru, dia menarik tubuhnya dari sandaran sofa. Tubuhnya sekarang makin dekat dengan tubuh gue dan gue nggak berniat menjauh sama sekali.

"Aku juga minta maaf. Aku egois nganggep kita baik-baik aja, padahal nggak. Maaf." Waktu dia bilang begitu, gue tau Biru juga menyesal dengan yang sudah terjadi antara kami berdua.

Tangan gue terangkat untuk menyentuh pipinya, masih ada bekas kemerahan di sana. Biru sempat berjengit ketika kulit kami bersentuhan, namun dia nggak menarik wajahnya untuk menjauh dari tangan gue. Biru malah menyentuh tangan gue dan mengusap lembut punggung tangan gue yang ada di pipinya. Mata kami bertatapan intens dan dalam.

Jika sebelumnya, gue merasa ada sesuatu yang tersembunyi ditatapan Biru, sekarang rasa itu nggak ada lagi.

Gue udah mengatakan semuanya, begitu juga dengan Biru.

BirulovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang