ketigapuluh lima

164 40 4
                                    

Lova

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lova.

Gue mendongak ke atas untuk melihat langit yang berwarna biru terang dengan beberapa awan mengambang di sana. Beberapa kali, gue melihat burung beterbangan membentuk formasi V. Gue tersenyum tipis saat angin sore menerpa permukaan kulit wajah gue dengan lembut. Mata gue melihat ke bawah, pemandangan kota dari atas sungguh indah meskipun ini sore hari, karena nyatanya kalo malam lebih indah dengan cahaya lampu kota juga lampu kendaraan yang menyala kemerlap.

Gue nggak sendirian karena di samping gue ada Biru yang tengah mengangkat telfon dari seseorang. Gue memang nggak mendengar dengan siapa dia telfonan, bagaimana cara dia menyapa, atau dengan nada seperti apa mereka bicara. Tapi dari raut wajahnya geu bisa tau, sepertinya Biru tengah bercanda dengan orang di seberang sana.

Wajahnya sumringah, tawanya juga lebar.

Gue menghela napas pendek, ketika kembali memendekkan jarak antara kami berdua. Tangannya masih memegang hape, mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. Sudut bibir Biru masih terangkat, menampakkan senyum manisnya hingga ada cetakan dalam di pipinya. Gue jadi ikutan senyum waktu mata kami saling bertemu.

"Siapa, Bin, seneng gitu mukanya?"

"Lila." Jawabnya masih ketawa, dia memperlihatkan layar ponselnya dimana di sana terpampang sebuah foto seorang gadis yang gue tau bernama Lila. "Lucu ya?" tanyanya sambil masih dengan tawa lebarnya. Gue mengangguk setuju.

Lila Nararya, gue tau dia adalah teman Biru sejak jaman kecil. Keduanya begitu dekat, katanya begitu. Biru yang bilang dan gue nggak pernah bertanya lebih jauh. Selama kurang lebih sembilan bulan gue kenal dengan Biru, gue jarang sekali bertemu dengan Lila. Malah jika diingat-ingat, gue dan Lila hanya bertemu tiga kali.

Di bandara, di rumah sakit, juga di pemakaman.

Gue dan Lila nggak pernah ngobrol banyak atau sekedar basa-basi, lagipula kalo gue lihat Lila nggak begitu suka dengan kehadiran gue. Gue nggak mau buruk sangka, ini hanya sekedar kesan pertama gue dengannya. Karena kalo gue boleh jujur, tatapan Lila sangat tajam dan mengintimidasi orang-orang disekitarnya, terlebih orang asing. Tapi mendengar cerita-cerita dari Akasa, Rama, dan Biru, sesungguhnya Lila adalah gadis yang ceria dan lucu. Mungkin karena gue dan dia nggak dekat, makanya gue berpikir dia nggak nyaman dengan gue.

"Kok diem?" Biru bertanya lagi, ponselnya sudah dia masukkan ke dalam saku hoodinya. Gue tersenyum lantas menggeleng.

"Nggak apa-apa, emang nggak boleh diem?"

"Ya boleh sih."

"Lila.. ngapain telfon?" gue tanya juga akhirnya soalnya Biru kelihatan seneng banget gitu mukanya waktu telfonan sama Lila. "Lo keliatan happy banget pas dia telfon." Ucap gue sambil mengalihkan pandangan dari dia. By the way, gue dan Biru akhirnya pake sapaan lo-gue lagi. Ya namanya juga temen, ntar kebiasaan pake aku-kamu malah baper lagi.

BirulovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang