Biru.
Gue berdiri memandang pantulan diri gue di cermin yang ada di kamar mandi. Gue baru saja selesai mandi, mata gue memperhatikan setiap inci wajah gue yang kini ada beebrapa lebam juga kebiruan di sana. Gue menusuk pipi gue dengan ujung lidah, gue mengeluh kesakitan. Well, gue juga manusia biasa bukan Irom Man apalagi Edward Cullen yang nggak bisa merasakan sakit. Sisa darah segar semalam masih terlihat meskipun nggak begitu jelas.
Tangan gue terangkat untuk menyentuh bagian yang kebiruan serta lebam itu, sakit. Gue meringis saat wajah gue malah jadi hancur begini. Sialan. Kalo gue nggak inget semalem ada Lova dan gue kepancing bisa abis tuh si Arthur sama gue.
Sialan.
Gue menarik napas panjang sembari menyisir rambut gue ke belakang dengan jemari.
Ya udah lah besok-besok juga ilang sendiri.
Lima belas menit kemudian gue turun ke ruang tamu, di sana udah ada Aksa yang lagi merapihkan kemejanya. Lah tumben tuh anak rapi banget mau ke kantor, biasanya kaosan doang. Ya gimana, kantornya Aksa nggak terlalu kaku sama aturan formal.
"Biru bener muka lo, Bang."
"Diem lo."
"Santai kenapa sih? Coba sinih gue lihat." Dia mengangkat tangannya teru nusuk-nusuk bagian yang lebam. Ya gue langsung panik dong, dia nusuknya kenceng udah kayak nusuk-nusuk agar-agar tau nggak.
Gue melotot dan disambut tawa oleh Aksa. "Sialan lo."
"Hahaha, abisnya lo ngapain sih pake berantem segala? Tumbenan bener pake otot." Katanya yang sekarang beralihmengikat tali sepatu. Gue duduk di sebelahnya.
"Ini namanya bukan berantem, gue digebukin orang sinting."
"Nah itu lo tau kalo lo digebukin, kenapa nggak dilawan?"
"Males."
"Jangan bilang kalo lo kemampuan berantem lo udah ilang?"
"Nggak usah ngada-ngada."
"Ya terus kenapa nggak dilawan, ya ampun sampai babak belur gitu?" Ujar Aksa yang masih memperhatikan wajah gue dari dekat. Kali ini dia menyentuh lebih lembut walaupun setiap sentuhannya bikin perih di muka gue.
"Kalo gue lawan, dia yang masuk rumah sakit, Sa. Lo tau sendiri."
"Iya juga sih. Bagus deh kalo gitu, lo jadi nggak perlu diintrogasi sama polisi kayak dulu."
"Bangsat. Ingetin aja terus sama yang dulu-dulu."
Aksa nggak ketawa tapi dia diam memandang gue kemudian menghela napas pendek. "Boleh gue tau kenapa lo sampai digebkin, Bang?"
Pertanyaan Aksa sebenarnya nggak susah, gue bisa langsung menjawabnya. Namun buntut dari jawaban gue itu yang nantinya bikin rumit dan asumsi kemana-mana dari Aksa. Gue menarik napas panjang, nggak ada yang bisa gue sembunyikan dari Aksa, termasuk hal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Birulova
General Fiction(Selesai) "Waktu kita mendaki bareng gue banyak belajar. Di sini gue nemenin lo dari pagi buta jalan bareng di bawah langit biru tanpa mengeluh ketika gue banjir sama peluh. Di sana, di puncak, kalau pada akhirnya lo lebih milih bersama orang lain y...