Lolana.
Gue Lolana.
Gue adalah Ola, sebuah panggilan yang disematkan Biru hanya untuk gue.
Ola.. gue menyukainya. Panggilan itu, bahkan sampai sekarang nggak pernah bisa tergantikan. Gue menyukai nama baru itu, Ola. Sangat menyukainya, saat Biru yang memberikan panggilan itu untuk gue. Ketika orang lain memilih memanggil nama gue dengan Lana atau Lola.
Tapi Biru berbeda.
Dulu.
Juga sekarang.
Kehadirannya akan selalu istimewa dan punya tempat sendiri di dalam hati gue.
Membaca kisah gue dan Biru mungkin akan membuat sebagian dari kalian jengah juga penuh amarah. Ya. Karena begitulah hubungan gue dan Biru. Dan sepertinya, banyak diantara kalian yang nggak sudi untuk mmebaca bagian gue ini, tapi gue harus tetap bercerita. Karena gue punya sisi pandang sendiri, terutama dalam melihat sosok Biru.
2010, tepatnya.
Gue mengenal Biru di sebuah tempat yang menurut gue cukup asing untuk sebuah pertemuan yang berakhir dengan kesungguhan. Bukan sebuah tempat yang baik, bukan juga sebuah tempat yang istimewa dan penuh bunga. Hanya sebuah tempat berteduh berukuran kecil. Kecil saja, karena sepertinya Tuhan sudah punya rencana dengan tempat teduh yang kecil itu. Gue berteduh di bawah atap yang masih sedikit meneteskan air hujan, karena sebagian berlubang. Saat itu, gue baru selesai mengerjakan tugas di perpustakaan kampus. Jadilah saat dijalan pulang, gue memutuskan untuk berteduh di warung kecil yang sudah nggak berpenghuni dan kebetulan gue nggak bawa payung, meskipun itu musim hujan.
Gue nggak suka payung.
Karena payung mengingatkan gue dengan Bapak, yang ringan tangan untuk memukuli gue dengan benda itu.
Makanya, gue nggak pernah bawa payung. Sederas apapun air hujan yang jatuh ke bumi.
Hanya berkisar lima menit kemudian ada laki-laki tinggi dengan kemeja yang kancingnya dibuka semua, dan menyisakan kaos berwarna hitam sebagai dalamannya. Dia berdiri di sebelah gue persis. Cowok itu memeluk tasnya, lantas nggak lama kemudian dia misuh-misuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Birulova
General Fiction(Selesai) "Waktu kita mendaki bareng gue banyak belajar. Di sini gue nemenin lo dari pagi buta jalan bareng di bawah langit biru tanpa mengeluh ketika gue banjir sama peluh. Di sana, di puncak, kalau pada akhirnya lo lebih milih bersama orang lain y...