Biru.
Gue baru saja mandi waktu mata gue menangkap sosok Aksa yang kini tengah tiduran di kasur gue. Gue mengedikkan bahu dan nggak mau ngajak ribut juga. Jadi ya udah gue biarin dia tiduran sedangkan gue bukan pintu balkon lebar-lebar. Biasa, mau nyebat bentar sebelum tidur.
Handuk masih tersampir di pundak gue, jam di dinding menunjukkan pukul delapan malam. Jarang-jarang jam segini gue dan Aksa sama-sama di rumah. Gue memang jam segini udah di rumah, tapi nggak dengan Aksa. Anak itu biasanya akan pulang ke rumah sekitar jam sepuluh atau jam sebelas, malah ada kalanya dia pulang jam tiga pagi karena ngabisin waktunya di bar atau klub.
Gue nggak melarangnya, untuk apa juga dilarang. Toh Aksa sudah dewasa, umurnya sudah 24 tahun dan dia pasti tau setiap risiko dari tindakan yang dia ambil. Gue nggak mau memandangnya sebagai anak kecil terus menerus. Fakta bahwa umur gue dan dia hanya terpaut dua tahun membuat gue sadar kalo Aksa memang sudah dewasa dan berhak diberikan kebebasan dalam memilih bagaimana dia mau hidup.
Gue menaikkan alis gue waktu ada satu gelas susu coklat di nakas. Gue memandang Aksa yang sepertinya sibuk main game. "Buat siapa nih susunya?"
"Buat yang lagi sakit."
Bentar, ini maksudnya susu buat gue, Aksa yang bikinin, gitu?
Waduh, kesambet apaan dia jadi melow begini? Tapi Aksa kalo lagi waras ya gitu. Bisa aja baik-baikin gue.
Gue tersenyum tipis. "Beneran buat gue?"
"Ya kalo nggak mau buat gue juga mau."
"Niat nggak sih lo sebenernya?"
"Ya lo tanya-tanya terus gue pikir lo udah ganti profesi jadi wartawan."
"Kampret."
"Mau nggak? Kalo nggak mau yaudah gue minum aja.."
"Enak aja. Yang udah dikasih nggak boleh diminta lagi. Kata Bunda nggak baik." Jawab gue. Gue langsung meneguk susu coklat bikinan Aksa sampai habis setengahnya. "Tumben bikinan lo enak." Ucap gue, padahal bikinan susu Aksa selalu enak. Tapi ya namanya juga sama adik laki-laki, jadi gengsinya tinggi banget mau muji.
Cih. Gue mendecih.
"Lo jam segini udah di rumah aja, nggak kesambet setan kan lo?"
"Giliran gue keluyuran aja lo bilangnya gue kayak orang nggak punya rumah, nah sekarang gue lagi di rumah lo bilangnya gue kesambet setan. Jadi sebenernya lo mau gue di rumah apa keluyuran?" tanyanya sebal. Dia meletakkan hapenya di bawah bantal kemudian matanya memandang gue.
"Di rumah." Jawab gue singkat. Gue nggak mau menjelaskan lebih jauh lagi sama Aksa, karena bilang kalo gue kangen sama dia juga rasanya nggak mungkin. Gengsi gue terlalu tinggi dan Aksa nggak bakal nganggep serius yang ada guemalah diledekin sampai tuh anak nangis-nangis nahan ketawa. Jadi mending gue nggak bilang lebih jauh soal perasaan gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Birulova
General Fiction(Selesai) "Waktu kita mendaki bareng gue banyak belajar. Di sini gue nemenin lo dari pagi buta jalan bareng di bawah langit biru tanpa mengeluh ketika gue banjir sama peluh. Di sana, di puncak, kalau pada akhirnya lo lebih milih bersama orang lain y...