Lova.
Berhubung gue balik dari kantor lebih awal ketimbang hari sebelumnya, setelah menghabiskan satu mangkuk sayur asem yang gue bikin setengah jam yang lalu, gue meraih pakaian yang sudah dua hari gue taro di keranjang cucian kotor. Gue membawanya ke mesin cuci dan memasukkannya sekaligus.
Mata gue langsung terfokus pada jaket kulit hitam yang gue tau benar siapa pemiliknya. Bukan Dierza, bukan juga Arthur, karena Arthur lebih menyukai hoodie dan Dierza lebih menyukai mantel panjang ketimbangjaket kulit yang terkesan sangar dan mengintimidasi.
Jaket ikulit berwarna hitam itu milik laki-laki bermata cokelat gelap dengan rambut halus menutupi sebagian keningnya.
Padmana Biru Abimanyu.
Gue mengenalnya sebagai Biru, teman Rama dan Akasa. Meskipun gue baru tau kalo keduanya punya hubungan pertemanan dengan Biru beberapa hari lalu saat gue nggak sengaja bertemu dengannya di konser Win7. Dan gue juga belum lama ini tau jika dia adalah salah satu karyawan di agensi tempat gue bekerja. Gue nggak pernah bertemu dengannya selaam empat tahun kerja di sana. Aneh, kan? Lebih ke ajaib sih sebenernya, kok bisa gitu loh empat tahun gue nggak pernah lihat dia atau sadar kalo Biru hidup dan bernapas di tempat yang sama dengan gue.
Ngomong-ngomong soal Biru, gue jadi ingat waktu malam dimana kami berdua kehuajan setelah konser selesai.
Dia membawa gue dengan rangkulan tangannya di bahu gue, memastikan kalo gue nggak kedorong dari kanan kiri depan belakang. Mengingatnya jadi bikin gue senyum-senyum sendiri.
Oh ya satu lagi soal jaket yang dia kasih ke gue, karena itu jaket kulit bagian dalamnya masih kering dan cukup hangat. Gue jadi ragu kalo dia beneran ngasih jaket itu ke gue cuma gara-gara bagian dalem gue kelihatan. Ya emang malam itu gue pake baju yang cukup tipis tapi.. ya udahlah ya anggap aja dia beneran nggak mau bagian dalem gue kelihatan.
Takutnya gue udah geer duluan eh ternyata nggak sesuai gitu.
"Sekangennya lo aja. Kalo udah kangen baru deh lo balikin, biar ada alasan ketemu. Siapa tau lo gengsi."
Kalimat darinya terngiang di kepala gue. Kok bisa ya masih ada orang yang percaya kalo kata-kata bisa narik perhatian perempuan? Well, bukan berarti gue nggak percaya dengan kata-kata, karena toh kata-kata juga selalu menjadi bagian dari manusia semenjak jaman dulu kala.
Hanya saja rasanya asing saat mendengar laki-laki bermain kata-kata pada gue, karena gue nggak begitu menikmatinya. Bukan apa-apa, selama ini gue lebih banyak hidup dan berteman dengan mereka yang banyak aksinya ketimbang kata.
Echa.
Rama.
Akasa.
Juga Arthur.
Mengingat Arthur gue jadi menghela napas panjang. Kalo boleh dibilang Arthur sebenarnya nggak terlalu suka banyak bicara dan menjelaskan dirinya pada orang disekitarnya. Dia lebih memilih diam dan mengamati sekitarnya ketimbang harus ikut nimbrung serta bicara blablabla.
KAMU SEDANG MEMBACA
Birulova
Narrativa generale(Selesai) "Waktu kita mendaki bareng gue banyak belajar. Di sini gue nemenin lo dari pagi buta jalan bareng di bawah langit biru tanpa mengeluh ketika gue banjir sama peluh. Di sana, di puncak, kalau pada akhirnya lo lebih milih bersama orang lain y...