Prolog

154 14 0
                                    

Sebuah cincin menggelinding jatuh pada jalur jalan yang miring. Seorang anak perempuan mengejarnya dengan sedikit tertatih akibat mata dan kakinya yang tidak begitu berfungsi sebagai mana semestinya.

"Please, jangan jauh-jauh jatuhnya. Cincinnya mau saya kasih lihat ke Mikha nanti." gumamnya sembari memburu.

Pluk!

Pada akhirnya cincin itu berakhir ke dalam sebuah kolam air mancur.

Ketika si anak perempuan itu mencoba memasukan tangannya demi mengambil cincin tersebut, dalam beberapa detik ia seperti melihat sebuah potret gambaran hitam putih tepat berada di hadapannya. Seorang anak laki-laki berpakain polos entah berwarna apa sedang menatapnya tanpa suara dan tanpa kedip. Namun, itu hanya berlangsung selama kurang dari sepuluh detik sebelum akhirnya suara seseorang menyadarkan si anak perempuan tersebut.

"Lo ngapain lagi? Astaga." ujar suara itu sembari membantu si anak perempuan itu untuk segera beralih dari dalam kolam yang hanya setinggi lutut itu. Tanpa ia sadari, si perempuan itu bukan hanya mencelupkan tangannya saja, tapi kedua kakinya pun ikut masuk ke dalam.

"Siapa dia?" tanyanya lebih kepada diri sendiri.

"Siapa apaan dah, gue temen lo oi. Ck, mending kita balik sekarang. Tengah malam kok keluar, mana mainnya di sini lagi. Ayo!" ujar si yang bersuara sembari menarik tangan si anak perempuan yang masih dengan wajah bingungnya. Ia masih belum sepenuhnya sadar akan apa yang terjadi di depan matanya barusan.

"Rain Aurora Asterindy, yang namanya aneh seaneh orangnya. Lo kenapa sih?!" ia bertanya dengan penuh penekanan disepanjang kalimatnya.

Perempuan yang akrab dipanggil Rain itu hanya diam dan menggeleng penuh khidmat.

...





Hai!
Terima kasih sudah membaca 😊

Forty One Day's [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang