Areena melintas begitu saja melewati dua orang yang lagi nongkrong.
"EH, ITU AREENA!!"
Dengan langkah penuh memburu, Mikha dan Rain akhirnya sampai di depan Areena.
"Hai!" sapa Mikha dengan suara normal.
Mendapati sapaan mendadak itu Areena hanya bisa merespon dengan agak sedikit canggung.
"Iya." sahut Areena dengan tersenyum simpul.
Mikha terdiam setelah mendapatkan senyuman manis dari Areena. Meliha itu, Rain memberi kode agar Areena pergi duluan saja. Ia pun mengangguk kemudian pergi duluan menuju kelas. Sedangkan Mikha masih melihatnya dengan pandangan memuja.
"Istigfar, Mik. Inggat azab Allah itu pedih." tegur Rain sambil mengusap-usap punggung Mikha.
"Kalau dosanya bisa buat gue bahagia, gue rela deh, Ra, hidup dalam dosa."
"Aih, tidak benar ini anak." Rain lalu berlari meninggalkan Mikha begitu saja.
____________
Istirahat di kantin.
"AREENA, SINI!" teriak Mikha merasa seperti sudah akrab. Padahal pernah bicara dua kata saja tadi pagi.
"Kamu manggil dia emang tidak lihat temannya banyak, tuh." komentar Rain.
Benar saja, Areena tidak mengampiri Mikha karena sudah ditahan oleh teman sekelasnya.
Mikha terus berceloteh tentang perasaan kecewanya karena tidak berhasil mengajak Areena sebilik dengannya. Sedang Rain sembari mendengarkan, ia melihat sisi monokrom pada sebelah kanan kantin. Di sana terlihat murid murid pucat sedang makan. Mereka terlihat tidak jauh beda dengan yang ada di bagian kantin sebelah kiri.
Satu yang jadi fokus Rain. Ada seseorang yang tengah bersiap untuk menembak dari balik salah satu stand.
...
Hai!
Terimakasih sudah membaca😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Forty One Day's [Completed]
Mystery / Thriller(Selesai.) Ketika kematian adalah sebuah kehidupan nyata yang tidak kita sadari.. copyright© votavato 2020 ®All Right Reserved 🚫Dilarang menyalin, menjiplak, mengembangkan karya ini tanpa izin pengarang! -Keseluruhan cerita cuma fiksi.