Eps. 1

93 11 0
                                    

Dengan wajah penuh adonan, Hujan terus mengejar kakaknya yang terus mengindarinya. Kedua orangtuanya hanya menonton sembari tertawa sambil merekam aksi kedua anaknya.

"Papa! Tangkapin Kak Bumi dong!" teriaknya pada Awan yang sedang menuang teh ke cangkir.

"Hayo! Ketangkap kamu!" serunya dengan tertawa.

"Papa lepasin! Nanti muka Bumi dibikin kotor sama Hujan!" Bumi menggeliat minta dilepaskan. Tapi tangan Awan terlalu lihai untuk terus mengurung Bumi dalam pelukannya.

"Satu.. Dua.. Ti..---"

Bomb!!!







"RAIN! AKHIRNYA LO SADAR JUGA. GUE PIKIR LO SUDAH MENINGGAL, ASTAGA." Mikha berseru dengan lantang.

"Saya kenapa?" tanya Rain dengan perasaan bingung. Ia merasa familier sekaligus lupa secara bersamaan tentang apa yang ada dalam mimpinya barusan.

"LO PING---" Rain membekap mulut Mikha dengan telapak tangannya.

"Bisa nggak ngomongnya nggak pakai toak dulu. Kuping saya sakit dengarnya." pinta Rain.

Mikha mengangguk diiringi dengan lepasnya tangan Rain dari mulutnya seraya melapkan tangannya ke bahu baju Mikha. Tapi Mikha tidak peduli akan hal itu. Dia kembali menjelaskan kronologi Rain yang kini tengah berada di ruang UKS selama lebih dari tiga jam.

"Lo pingsan pas lagi tidur." Rain mengangkat sebelah alisnya. "Tadi kan kita lagi ada jam kosong, terus nggak ada perintah buat anuan tugas juga kan, jadi yaudah sebagian anak-anak pada milih tidur. Termasuk lo sama gue. Tapi pas gue sama yang lain udah pada bangun, lo masih nggak bangun-bangun. Sampai gue kasihin minyak angin hingga percikin air ke muka lo tetap aja tidur. Jadi, kita inisiatif buat bawa lo ke UKS. Niatnya sih, mau ke rumah sakit aja sekalian, tapi kata dokter UKS lo cuma lagi tidur doang. Nggak kenapa napa." jelas Mikha dengan detil tanpa penambahan maupun pengurangan.

...



Hai!
Terima kasih sudah membaca 😊

Forty One Day's [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang