Eps. 41 || END

34 3 1
                                    

Namanya Rain Aurora Asterindy. Anaknya unik. Dia suka tiba-tiba bengong dimanapun. Dan ketika dia bengong Rain selalu mematung seperti manekin. Ia benar-benar tidak bergerak sama sekali.

Mikhaila Adara atau biasa sering disebut Mikha itu adalah sahabat Rain. Anaknya setiap kalinkalau ngomong seperti habis menalan toak. Suaranya kencang banget. Tapi anehnya, dia sering ngegas begitu kalau bicara sama Rain doang, dan Rain sama sekali tidak merasa terganggu akan hal itu. Kaget sih iya, tapi bukan jenis kaget yang sampai buat Rain emosi. Apalagi setiap kali Rain mematung Mikha bakal menyerukan namanya tepat sejengkal dari telinga Rain. Bagi kebanyakan orang itu akan membuat penging, tapi Rain tidak. Ia justru jadi tersadar dengan ekspresi yang datar sembari bertanya "Apa?" tanpa merasa terganggu.

Rain dulu punya seorang kakak bernama Bumi Angkasa. Dia cuma beda setahun dengan Rain. Karena saking miripnya mereka berdua, banyak orang mengira kalau mereka itu kembar pengantin. Tapi, ketika Rain juga memotong pendek rambutnya mengikuti Bumi, sebutan kembar pengantin itu berubah menjadi kembar identik. Rain dan Bumi suka main apa saja yang menurut mereka seru. Tidak peduli itu khusus mainan cewek atau cowok, yang penting seru aja, udah. Orangtua mereka juga senang-senang saja ketika Rain minta dibelikan pistol air atau Bumi yang merengek ingin kostum mermaid. Yang penting seru.

Suatu hari, di ruangan paling sempit yakni ruang kumpul keluarga, mereka berempat berkumpul untuk menonton film keluarga dari chanel tv kabel. Di luar turun hujan tapi tidak begitu lebat. Mereka menonton sambil ditemani oleh beberapa makanan dan minuman yang dibuat serta disiapkan oleh Kiyas (mama mereka). Di tengah film yang masih berlangsung, Rain beranjak hendak pergi ke toilet, tadinya mau minta ditemani Bumi, tapi Bumi tidak mau karena tidak ingin kehilangan satu moment pun dari film yang sedang ditonton. Karena tidak ingin mengganggu orangtuanya yang juga tengah fokus menonton, Rain pun pergi ke belakang sendirian.

Semuanya berjalan baik-baik saja. Rain mencuci tangannya ke wastafel. Tapi, ketika Rain hendak membuka pintu kamar mandi, bayangan hitam melintas dari celah pintu yang belum dibuka sepenuhnya.

"Papa?" Rain memanggil sembari membuka pintu.

Prang!

Suara barang pecah terdengar dari dalam ruang keluarga.

Rain pun berlari kesana mencari tahu apa yang terjadi.

Dua langkah sebelum Rain tiba di depan pintu, sebuah ledakan dari dalam membuat tubuh kecil Rain membentur ke belakang. Rain masih sadar apa yang terakhir ia lihat sebelum kegelapan menyelinap kedalam matanya. Orangtuanya dan Bumi tewas terbakar, ada lumuran darah disetiap kepala mereka.

____________

Beberapa minggu berlalu sejak peristiwa itu, mata Rain tidak melihat dengan jelas, mata kanannya rusak. Sedang kedua kakinya juga agak sedikit berbeda ketika dipakai berjalan. Ia kini sedang dirawat di rumah sakit. Rain duduk di kursi roda sambil melihat tanaman bunga tulip yang tumbuh subur. Rain sadar ia sudah tidak memiliki siapa siapa lagi.

"Hei!" seorang anak seumuran Rain menyapanya. Ia memakai baju pasien tapi dia tidak terlihat sakit.

Rain tidak menyahut.

"Namaku Mikha, nama kamu siapa?"

"Rain."

___________

Beberapa bulan pun berlalu. Rain dan Mikha sudah semakin akrab. Meski kelihatannya hanya Mikha yang seperti sok akrab, tapi Rain tidak merasa keberatan dengan hal itu. Baginya, Mikha itu teman yang baik.

Rain dan Mikha sering bermain di halaman rumah Mikha yang ada kolam air mancurnya. Tidak jarang Rain juga menginap di sana.

Pada malam hari saat kedua orangtua Mikha sudah pada tidur dan Rain yang sedang menginap itu menyelinap keluar dari kamar Mikha. Rain tidak bisa tidur. Ia teringat kedua orangtua dan kakaknya. Rain merasa gelisah. Ia pun jalan jalan di taman belakang rumah. Rain main ayunan sendirian. Ia melamun menatap kosong ke udara.

Tiba-tiba Cahaya menyilaukan mengusik matanya. Ia melihat sumbernya dari arah samping rumah. Rain pikir itu Mikha yang pergi menyusulnya menggunakan senter. Rain pun pelan-pelan pindah posisi ke balik karangan bunga. Cukup lama Rain bersembunyi tapi Mikha tidak muncul. Rain pun mulai bosan menunggu, ia keluar dari tempat persembunyiannya. Masih sunyi seperti tadi. Rain yang bukan anak penakut itu pun penasaran dengan apa yang dilihat tadi. Ia lalu beranjak kesamping rumah itu. Tetap sepi. Sunyi. Hanya ada teriakan jangkrik dan kodok yang saling bersahutan.

Lagi.
Cahaya itu berpendar.

Rain mencari sumbernya.

Rain menemukan sebuah cincin perak.

Ia memperhatikan tepian cincin itu. Ukirannya seperti tulisan jawa? India? Atau Thailand? Yang jelas Rain tidak paham. Rain lalu membawanya ke tempat tadi dia duduk. Namun sebelum Rain sampa,i kakinya menyentuh selang penyemprot tanaman. Rain pun terjatuh dengan mementalkan cincin itu dari tanganya. Rain masih melihat cincin itu jatuh menggelinding ke arah kolam air mancur.

"Please, jangan jauh - jauh jatuhnya. Saya mau kasih lihat Mikha nanti." bisik Rain sambil memburu dengan langkahnya yang tertatih.

Rain mencelupkan tangannya ke kolam untuk mencari cincin yang tadi terakhir dilihatnya jatuh kearah situ.

"Lo ngapain di sini?! Astaga!" Mikha datang mengampiri Rain.

Seperti biasa, Rain mematung dengan tanpa menjawab.

"Ayo, balik ke kamar! Tengah malam kok, mainnya di sini." ajak Mikha lagi.

"Siapa kamu?" tanya Rain tanpa menolah.

"Gue teman lo, Rain Aurora Asterindy yang aneh. Ayo, keluar dari situ. Ntar lo kedinginan."

Dengan perlahan Rain beranjak dari kolam dengan cincin yang tergenggam di tangannya.

_____________

Ke esokan paginya terjadi kehebohan di halaman belakang rumah Mikha.

Orang tua Mikha menemukan Rain tewas di dalam kolam dengan Mikha yang pingsan di dekat kolam. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi. Kamera cctv yang dipasang orangtua Mikha didekat situ tidak menangkap kejadian apa pun yang terjadi pada malam itu. Pula sepertinya titik lokasi dimana ditemukannya Rain dan Mikha adalah titik buta cctv.

Ketika tubuh Rain diangkat. Mukanya terlihat seperti orang tidur dengan tubuh yang kaku. Dia terlihat tenang seolah ia tidak sedang tenggelam di air yang hanya setinggi lutut orang dewasa itu. Sepertinya Rain pergi dengan tenang.

Berbeda halnya dengan ketika Mikha yang terbangun dari pingsannya. Mikha masih menganggap Rain itu hidup dan terus ada di sekitarnya.

Hal itu berlanjut hingga mereka sebesar sekarang. Sosok Rain masih terlihat nyata di mata Mikha. Benar- benar nyata hingga Mikha merasa orangtuanyalah yang selama ini  tidak senang dengan keberadaanya, hingga Mikha pernah ditampar dengan alasan untuk menyadarkan Mikha agar kembali ke kenyataan.

Sayangnya hal itu tidak berhasil. Hingga pada akhirnya, keadaanlah yang menyadarkan Mikha.





...

Selesai 😊

Forty One Day's [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang