36. Pelukmu Untuk Pelikku

3.5K 113 8
                                    

Kedua kaki Danila terus berjalan beriringan. Mau membawanya kembali pulang, tapi itu masih sangat jauh. Sedangkan perasaannya sudah cukup hancur untuk membawanya berjalan lebih cepat.

Perlahan dia menyusuri jalanan kota, sambil memikirkan kembali semua yang baru saja terjadi.

Danila tidak menangis, atau lebih tepatnya gadis itu tidak ingin menangis. Seperti biasa dia akan menjadi gadis kuat dan tidak cengeng.

Jika dia dikhianati mungkin alasannya adalah dia punya banyak kekurangan. Itu akan terasa wajar karena dirinya memang tidak punya kelebihan apapun. Danila sadar itu seratus persen.

Sambil berjalan Danila berceloteh sendirian. Meski banyak pejalan kaki lain tapi Danila seperti menganggap jalanan hanya terisi oleh dirinya saja. Mulutnya terus berbicara untuk melupakan segala kesedihan semata.

"Gue nggak papa."

"Gue nggak papa."

Sandal berwarna hitamnya berbunyi ketika menyentuh jalanan. Memaksa Danila untuk menyunggingkan senyum ketika menunduk menatap kakinya yang mulai bersemangat. Gadis itu memutuskan untuk tidak memesan kendaraan apapun.

Dalam keadaan seperti ini Danila bersyukur Ayah tidak di rumah. Jadi dia bisa lebih lama di luar.

Hidungnya menghirup banyak udara dalam sekali tarikan nafas, "malam-malam gini ternyata lebih enak di luar."

"Kenapa nggak dari dulu coba gue jalan-jalan gini? Kan nggak kesepian jadinya."

"Huh.. mungkin ini udah waktunya gue buat lupain semua masalah."

"Gue harus bisa bertahan sendirian saat laki-laki yang jadi semangat gue selama ini akhirnya pergi."

Sambil memegang tali ranselnya, Danila terus berjalan sambil memperhatikan jalanan yang ramai. Tapi beberapa kali pandangannya berakhir kosong, dengan pikirannya yang berpusat pada Alga. Dan Bela. Ah.. dan bayi itu juga.

Bukti dari pengkhianatan yang dia terima dari orang-orang yang dia sayangi.

Danila ingin membenci mereka. Membenci sampai mereka dapat merasakan kesakitan ini juga.

Tapi apa itu benar?

Danila menyayangi mereka. Dan akan selalu begitu. Rasa sayangnya sulit berbalik menjadi benci.

Anggap saja semua ini takdir dalam hidupnya.

Ya, itu akan lebih baik.

Bibirnya yang berwarna pink mencoba tersenyum lebar.

"Susah banget sih mau senyum doang!"

"Ayo dong Nila, senyum!"

Kini wajahnya malah jadi aneh ketika mencoba tersenyum semakin lebar. Gadis itu malah jadi ingin menangis lagi.

"Argh!! Susah!!"

"Keinget mereka terus!"

Nafasnya terbuang dengan sangat berat. Langkahnya juga berangsur melambat.

Sepertinya mulai hari ini hidup Danila akan terasa lebih rumit dari biasanya.

Tidak terasa Danila sudah berjalan lumayan jauh. Sampai dia melihat keramaian yang berbeda.

Dia seperti berada di arena balap atau apalah ini.

Danila menyalakan handphonenya, di layar menunjukkan pukul 21.59 dan dia baru sadar kalau ini sudah terlalu malam untuk dirinya.

"Ya Tuhan udah jam segini!?"

"Mati gue! Gimana nih?"

Matanya menyusuri sekitar jalanan yang biasanya terlihat indah saat tersinari matahari. Tapi ketika malam ternyata tempat ini bisa semenyeramkan ini, apalagi banyak laki-laki yang berkumpul di sekitaran jalanan itu.

My Hot Girl (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang