42. Karel Abraham

3.5K 124 25
                                    

Ruang tamu Danila berubah sunyi, beberapa saat tidak ada yang ingin mengatakan apapun. Hanya Chila yang sibuk melotot pada kedua laki-laki di depannya dan mengumpat di dalam hati. Yang lain tampak tidak melakukan sesuatu.

Jangan tanya keadaan Danila, mata gadis itu masih merah dan dadanya masih mengembang dan mengempis. Pengkhianatan itu semakin terasa nyata untuknya.

Danila sadar, janji Alga hanyalah janji. Tidak ada kesungguhan di dalam kata-katanya itu. Sebenarnya Alga hanya ingin menutupi kesalahannya saja. Itulah kenyataannya.

Usahanya untuk mencari kebenaran ini tidak ada gunanya. Karena semua sudah terungkap dari mulut Alga sendiri.

"Ga," panggil Danda pada sahabatnya memecah kesunyian diantara empat orang itu.

"Gue paham kok lo sebenernya benci sama Bela, tapi apa nggak sebaiknya sekarang lo harus tau keadaan dia Ga?" Sambung Danda.

Chila dan Danila yang saling merangkul memandang Alga, laki-laki itu berpikir seolah memang Bela adalah orang yang perlu dipertimbangkan dalam hidupnya.

Seharusnya dia menjawab tidak, bukan?

Ah.. itu sih inginnya Danila saja.

Nyatanya, Alga malah mengangguk dan berdiri dari duduknya.

"Nila," ucap Alga dengan nada yang santai. Gadis mungil itu berdiri dan mencoba untuk tersenyum.

"Aku mau ke rumah sakit, kamu jangan nangis lagi ya?"

Hanya itu, kemudian Alga berjalan ke luar tanpa menengok lagi pada Danila yang masih ingin melihat Alga. Setelah membuatnya menangis, Danila sangat ingin dipeluk oleh laki-laki yang dia cintai itu.

Bodoh memang mengharapkan hal seperti itu, tapi Alga selalu ingin dipeluk ketika sedih dan takut. Kenapa saat dia ingin, Alga tidak melakukannya juga untuk dirinya?

Sudahlah Danila, tidak apa-apa kok.

"Kamu juga?" Tanya Chila sambil mendekat ke arah Danda.

"Entah."

"Entah?? Itu jawaban yang sangat nggak pantes buat kamu kasih sekarang. Jujur aja kalo emang kamu mau lihat Bela. Nggak papa kok. Lagipula aku cuma pacar kamu, bukan cewek yang milikin hati kamu, iya kan?"

"Kamu ngomong apa?"

"Aku tau kak. Aku tau kamu cintanya sama siapa. Mulai sekarang kalo kamu mau berhenti pura-pura cinta sama aku juga boleh kak, aku emang nggak tau diri banget udah maksa kakak jadi pacar aku." Chila memijit pelipisnya sendiri. Dia merasa bodoh, semua karena ucapan Bela yang sangat mengganggu itu.

Itu yang membuatnya berani mengatakan hal semacam ini, hal yang tidak Chila inginkan untuk terjadi. Dia tidak mau Danda meninggalkannya, tapi apa gunanya hubungan ini jika laki-laki itu mencintai orang lain.

"Aku nggak pernah merasa dipaksa siapapun di sini. Dan kamu, jangan ngomong kayak gini lagi, ok?" Danda memegang pundak Chila dan menatap wajah polos gadis cerewet itu.

"Lepas kak," Chila menurunkan tangan Danda kemudian tersenyum pada laki-laki itu. "Aku bakalan terus ngomong kayak gini, sampek aku tau kakak beneran cinta sama aku. Jadi sebelum kamu bilang cinta, sebaiknya kamu jangan temuin aku dulu."

"Chila, kamu kenapa? Kamu marah karena kata-kata aku tadi? Maafin aku ya? Kamu jangan kayak gini."

"Ada yang ngomong ke aku, kalo kamu cinta sama Bela." Jawab Chila cepat.

"Iya kan kak?"

"Kenapa sih Bela terus yang ada di antara hubungan aku sama Nila? Kenapa harus dia?" Ucap Chila frustasi.

My Hot Girl (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang