Setelah tadi berkunjung ke dorm bangtan, Jennie, Jina dan ketiga teman Jennie sudah pulang. Bahkan Jennie dan Jina sudah sampai apartemen mereka begitupun dengan Jisoo, Rose dan Lisa yang sudah pulang kerumah mereka masing-masing.
Jennie sekarang tengah duduk di sofa sambil memandangi Jina yang sedang belajar.
"Mamah kenapa liatin Jina terus?" tanya Jina.
Jennie tersenyum, "Enggak. Wajah kamu mirip sekali ya sama ayah kamu" ucap Jennie.
"Iyakan Jina anaknya. Yaudah Jina mau lanjutin belajarnya"
"Jina mau sesuatu tidak?" tanya Jennie.
"Jina ingin susu dan biskuit saja mah, perut Jina laper banget soalnya"
"Kalau kamu laper makan aja, mamah bakal masak buat kamu"
Jina menggeleng, "Gausah mah, Jina pengen itu aja yang tadi Jina sebutin susu sama biskuit"
"Yaudah mamah buatin dulu ya, Jina belajarnya yang rajin" Jennie mengelus lembut rambut Jina lalu pergi menuju dapur.
Tidak membutuhkan waktu yang sangat lama akhirnya Jennie membawa nampan yang berisi susu dan biskuit untuk Jina.
Ia menaruhnya di meja sebelah Jina."Jangan bermain ponsel, memangnya Jina sudah belajarnya?"
Jina menggeleng, "Lalu kenapa Jina bermain ponsel kalau belajarnya belum selesai?" tanya Jennie.
"Jina kangen ayah.. " lirih Jina.
"Jina ingin telepon ayah tapi baru saja Jina membuka ponsel mamah sudah datang"
"Ini sudah malam ayah pasti sudah tidur" kata Jennie.
Jina menoleh untuk melihat jam dinding, "Baru jam setengah 8 malam, memangnya ayah sudah tidur?"
"Boleh ya mah, Jina telepon ayah?"
Jennie yang melihat raut wajah Jina seperti ingin menangis langsung tak tega, ia langsung menganggukkan kepalanya.
"Telepon saja"
Jina tersenyum lebar lalu mulai mencari nomor telepon ayah nya lalu meneleponnya. Jina tidak mempunyai ponsel, ponsel yang tadi di pengangnya itu ponsel Jennie.
"Halo ayah"
"Ada apa sayang?"
"Jina kangen.."
Matanya sudah berkaca-kaca membuat Jennie langsung khawatir melihatnya.
"Masa udah kangen gitu? Bukannya tadi kita baru ketemukan?"
"Iya. Tapi Jina kangen ayah.."
"Ayah juga kangen Jina"
Jennie mengambil alih ponselnya dari tangan Jina lalu ia mendekatkan ponsel itu ke telinganya.
"Taehyung lebih baik kau kesini saja, mata Jina sudah berkaca-kaca aku tidak tega melihatnya. Kalau kau tidak bisa juga tidak apa aku akan menenangkannya"
"Aku bisa kok, aku akan kesana. Sekalian akan menginap karena besok tidak ada jadwal"
"Iya hati-hati"
Tut!
Sebelum Taehyung membalasnya Jennie sudah dengan cepat mematikannya. Ia langsung menyimpan ponselnya di sofa lalu beralih menatap Jina.
"Mamah kenapa mematikan teleponnya? Jina kan belum puas berbicara dengan ayah"
"Ayah akan kesini dan menginap disini"
Jina membulatkan matanya, "Benarkah?!" Jennie mengangguk.
"Mamah yang menyuruhnya?" Jennie mengangguk.
"Tadi mamah melarang Jina untuk tidak menelepon ayah dan tetapi sekarang mamah sendiri yang menyuruh ayah kesini"
"Ini semua demi Jina ya, mamah gak tega liat mata Jina yang udah berkaca-kaca gitu"
Jina tersenyum lalu berhambur memeluk mamahnya. "Makasih mamah, Jina sayang mamah"
Jennie mengangguk. "Iya sayang"
Jina menatap Jennie, "Mamah Jina penasaran"
"Penasaran apa?"
"Mamah itu gak tega liat Jina mau nangis apa mamah juga kangen ayah?" Jina menatap Jennie dengan tatapan jahil.
"Mamah beneran gak tega sama Jina ya bukan karena maksud lain"
"Beneran mah?"
"Iya sayang, udah ah mamah mau beresin ini dulu. Jina lanjutin belajarnya"
Jennie langsung pergi dari situ. Jina yang melihat nya hanya terkik geli karena tadi sebelum Jennie pergi Jina sempat melihat wajah mamahnya yang sudah memerah itu.
"Gemes banget liat mamah yang malu"
to be continued
Part ini gimana?
Jangan lupa vote sama komennya♡
Dan makasih buat 170 vote nya seneng banget. Komennya jangan lupa banyakin, aku seneng kalo baca komenan kalian:)170 vote buat next chapter bisa?
Part yang ini gak panjang maaf banget ya'(
Nanti di next chapter aku usahain buat panjang deh, makasih loh buat kalian yang udah vote sama komen ff ini aku terharu banget'(Love you♡