"Belajarlah untuk menghargai waktu. Karena waktu akan terus mengikis dan tak pernah berhenti"
*****
30 menit sudah aku berdiam diri dibawah tiang bendera. Bukan berdiam diri tapi lebih tepatnya menerima balasan dari keterlambatanku.
Segera aku menuju tempat yang teduh untuk mengembalikan tubuhku agar lebih segar.
"Laras!" teriak kedua sahabatku sambil setengah berlari menghampiri aku yang duduk di depan kelas.
Kedua sahabatku, Tasya dan Sinta. Lebih lengkapnya Natasya dan Sinta Dwiyanti.
Aku pertama kali bertemu dengan mereka saat pendaftaran di SMPN 3 Merah Putih.
Aku yang saat itu kebingungan mencari ruang kepala sekolah, merekalah yang datang membantu. Walaupun pertama kali bertemu, namun kedekatan kami sudah seperti kawan yang sudah lama berteman.Persahabatan kami yang selalu kami jaga. Walaupun sering kali ada perdebatan, kasih sayanglah yang selalu menyatukan kami lagi.
Hingga kini, kami masih selalu menjaga persahabatan itu. Selalu bersama dalam suka duka dan menghargai perbedaan, itulah kunci persahabatan sejati."Kok bisa terlambat sih,Ras?" tanya tasya sambil duduk di sampingku.
"Iya,Ras. Kok tumben lambat. Ini hari pertama sekolah loh. Kan gak asik hari pertama kamu dihukum kayak tadi" omelan sinta dengan kecepatan 180 km/jam, membuatku memutar bola mata malas.
"Aku lambat bangun," jawabku enteng.
"Kok bisa. Kan ada nyokab. Harusnya dia kasih bangun kamu lebih awal." Sinta menimpali.
"Gak ada yang bisa diandalkan dari nyokab!" jawabku dengan sedikit kesal.
"Mungkin dia lupa kalau kamu sekolah, Ras," kata Sinta menenangkan. Karena memang diantara kami bertiga, hanya Sinta yang bisa berfikir positif.
"Sudahlah gak usah dibahas lagi. Capek tau. Mending sekarang kalian carikan aku minum. Sudah dehidrasi nih!" omelanku pada mereka.
"Ya ampun. Tuan putriku haus," kata tasya sambil menampakkan muka imutnya.
"Kumat nih bocah," rutukku.
"Cepetan beliin minum!" lanjutku lagi." Iya, Sayang. Dasar tukang ngambek." rutuk Tasya sambil memukul lenganku.
Ku perhatikan punggung kedua sahabatku yang semakin menjauh. Betapa bahagianya aku memiliki sahabat seperti mereka. Mereka memiliki paras yang begitu indah. Cantik dan putih. Mereka adalah orang yang berpunya. Orang tua mereka bekerja dikantor. Tidak seperti orangtuaku yang hanya sebagai petani. Sungguh memalukan.
Kurang lebih 10 menit aku menunggu mereka. Mereka pun datang dengan membawa segelas pop ice rasa coklat kesukaanku.
"Nih minumnya!" kata Tasya sambil menyodorkan segelas pop ice.
"Tau banget dengan kesukaanku.
Makasih, Sayang," kataku dengan sumringah."Habisin dikelas aja minumnya. Nanti keburu masuk pelajaran." ajak Sinta.
"Oke" jawabku dan Tasya bersamaan.
Berjam-jam sudah aku di sekolah menerima pelajaran. Dari mulai pelajaran yang sulit hingga pelajaran yang mudah dan mengasikkan.
***
Pukul 03:00, waktu pembelajaran selesai. Seluruh siswa dan siswi kembali kerumah masing-masing.
"Aku duluan yah, Ras. Sudah datang jemputannya." pamit Sinta.
"Aku juga duluan,Ras. Mamaku sudah jemput." Tasya pun menyusul.
"Oke. Dadahhh!" jawabku semangat, untuk menutupi iri yang terus saja mengusikku.
Aku berdiri didepan gerbang menunggu ojek online yang sudah kupesan.
Sungguh melelahkan. Menunggu sendirian didepan gerbang.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, akhirnya ojek pesananku datang dan siap membawaku pulang kerumah.Sesampainya di rumah, kurebahkan tubuhku yang begitu lelah dikasur yang empuk. Membuat tulang-tulang mengeluarkan bunyi yang saling bersautan.
Kupandangi langit-langit kamar sambil memikirkan kehidupanku yang begitu menyiksa.
Perasaan iri dengan kehidupan kedua sahabatku selalu menjadi satu mimpi buruk yang begitu sulit kucegah.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan membuyarkan lamunanku.
"Laras. Makan dulu, Nak." suara mama terdengar dari luar kamar.
"Iya," jawabku singkat.
Aku bergegas menuju dapur karena cacing diperutku sudah mulai bermain drumband. Sungguh, sangat lapar.
"Ya ampun! Tempe lagi! Bosen aku, Ma! Gak ada makanan lain apa?" bentakku dengan wajah memerah.
"Mama belum punya uang,Ras. Uangnya hanya cukup untuk beli tempe. Kamu sabar dulu yah. Nanti kalau mama ada uang, pasti mama beli ikan untuk Laras," ucap mama dengan mata berkaca-kaca.
"Kapan mama punya uang?! Bukankah selama ini mama hanya mengharap belas kasih dari orang lain! Sudahlah ma. Aku capek berdebat terus!" bentakku lagi, membuat mama harus meloloskan butiran bening dari kelopak matanya.
"Kamu belum makan,Ras. Nanti kamu sakit," lirih mama dengan penuh kesabaran.
"Yang sakit kan aku, yang rasain juga aku! Jadi gak ada urusannya sama mama!" bentakku lagi sambil berlalu meninggalkan mama sendiri didapur.
"Menyebalkan! Mengapa aku harus dilahirkan menjadi orang miskin sih!" rutukku dalam hati dengan penuh emosi.
***
Hallo readers.
Ceritanya gak terlalu panjang yah.
Tapi In Syaa Allah menyimpan banyak moral.Terus ikuti yah ceritanya. Karena banyak kejutannya loh di dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahkota Hijrah Menjemput Halal[COMPLETE]
RomanceKehidupan Laras yang mengikuti perkembangan zaman. Selalu ingin dikelilingi kemewahan tanpa memikirkan kehidupan ekonomi keluarga yang selalu merosot. Selalu mengumbarkan auratnya tanpa memikirkan dosa yang ia limpahkan kepada ayahnya setiap hari. Y...