Part 23

284 28 0
                                    

"Mengapa ia pergi disaat aku belum menjadi seseorang yang bisa dibanggakan?"

*****

" Cas hp ku mana yah? Apa gak kebawa? Kayaknya sudah aku masukin semua kedalam tas. Tapi kok gak ada yah?" ucapku lirih sambil membongkar isi tasku. 
" Haduhh.. Gimana nih. Sudah gak bisa nyala hp ku," ucapku lagi masih sibuk membongkar tas.

" Assalamu'alaikum," ucap suara wanita dibalik pintu.

" Wa'alaikumsalam. Kenapa kak?" tanyaku pada kakak panitia itu.

"  Ada pesan dari Pak Herman, kamu harus segera siap-siap, karena malam ini juga kamu dan Pak Herman serta temanmu yang laki-laki akan pulang." jelas wanita itu.

" Loh, kok mendadak sekali. Ini kan sudah jam 10 malam," kataku kaget.

" Kurang tau juga, yah. Lebih baik adek sekarang siap-siap karena mereka sudah menunggu dibawah," kata wanita itu, lalu berjalan meninggalkanku.

Seribu tanya melintas begitu saja difikiranku. Ada perasaan khawatir yang melintas begitu saja membuatku semakin gusar.
Segera kubereskan semua barang-barangku dan memasukkan kedalam tas. Kuperhatikan sekelilingku takutnya ada barangku yang ketinggalan. Setelah kurasa aman, barulah aku turun menghampiri mereka.

" Sudah siap semua,Ras?" tanya Pak Herman saat aku baru saja sampai dibawah.

Fahmi mendekatiku. " Sini aku bawa tasmu ke mobil," kata Fahmi.
Segera kuserahkan tasku. Fahmi langsung menuju mobil.

"Kenapa kita pulang mendadak, Pak? Apa terjadi sesuatu?" tanyaku penasaran.

" Gak ada apa-apa,Ras. Bapak besok ada urusan, jadi kita sampai harus pulang mendadak gini," ucap Pak Herman terkekeh.

"  Owhhh.. Gitu" aku hanya manggut-manggut, walau sebenarnya aku merasa ada yang mengganjal dan entah mengapa hatiku merasa sangat tidak tenang.

"Laras sudah shalat isya kan tadi? " tanya Pak Herman.

"Alhamdulillah sudah,Pak." jawabku sopan.

" Yasudah kita langsung ke mobil saja yah. Fahmi juga sudah disana," ajaknya. Lalu aku mengekor dibelakang Pak Herman dengan beribu pertanyaan yang terus terngiang difikiranku.

Fikiran buruk itu masih saja melintas dan membuatku khawatir. Walaupun Pak Herman sudah menjelaskan, namun rasa khawatir itu masih melekat dalam fikiran.

Kucoba tepis fikiran buruk itu. Istighfar tak pernah lepas dari bibirku untuk menenangkan fikiranku.
Aku hanya berharap tak terjadi apa-apa.
Semoga semuanya dalam keadaan baik-baik saja.

Kupejamkan mataku berharap dengan tidur aku bisa sedikit tenang. Karena akupun sudah sangat mengantuk.
Hingga aku terlelap dan hilang semua kekhawatiranku.

****

" Ras. Bangung.. Kita sudah sampai." suara Fahmi samar-samar terdengar. Membuatku harus mengerjapkan mata berkali-kali.

" Owhhh.. Kita sudah sampai. Jam berapa ini?" tanyaku dengan suara khas orang bangun tidur. Mencoba nyawa yang belum terkumpul sempurna.

" jam setengah 4," jawabnya dengan wajah yang sulit diartikan.

Aku keluar dari mobil dengan terhuyung.

" Loh, kok kita disini?" tanyaku kaget.
  "Ada apa ini? Kenapa kita berhenti disini? " tanyaku dengan penuh kekhawatiran.

" Maaf, Ras. Kamu langsung masuk saja ke ruang UGD." kata Fahmi sambil menunduk.

Aku berlari tanpa memperdulikan Fahmi dan orang-orang disekelilingku.
Aku berlari menyusuri setiap lorong di Rumah Sakit yang terletak tak jauh dari perbatasan desa dan kota. Yang hanya sekitar 30 menit dari rumah.

Aku berlari sekencang mungkin dengan butiran bening yang tak berhenti dari mataku.

Hingga aku sampai didepan ruang UGD.
Terlihat Pak Herman sudah duduk dikursi depan UGD.
Ada Tasya dan Sinta juga disitu.

" Mana mama dan bapak!" tanyaku khawatir pada Sinta dan Tasya.

" Masuk aja, Ras. Mereka sudah menunggu didalam," kata Sinta menunduk.

Kubuka pintu dan terlihat jelas seseorang sudah berbaring diranjang.
Bukan hanya berbaring tapi juga sudah memakai selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya tanpa terlihat sedikitpun bagian tubuhnya.

Kulihat lagi mama yang duduk lemas sambil memeluk seseorang yang sudah terbaring kaku diranjang.
Dengan mata sembab dan wajah yang teramat sayu tergambar jelas diwajahnya.

" Mama!" teriakku saat itu juga dengan deraian air mata.

Aku terhuyung dan jatuh. Badanku lemas seperti tanpa tulang. Hatiku hancur berkeping-keping. Air mata tak bisa kubendung lagi. Menetes seperti hujan yang teramat deras.
Penglihatanku semakin pudar dan akhirnya gelap. Yah.. Aku tak sadarkan diri.

Kubuka mataku setelah beberapa menit tak sadarkan diri.
Aku berharap itu hanyalah mimpi buruk.

" Ma...Mana bapak, Ma... Aku tadi mimpi buruk!" kataku dengan tetesan air mata yang tak mau berhenti.

" Itu bukan mimpi buruk, Ras... semua benar terjadi...." kata mama mencoba tegar.

" Mama bohong! Sebelum aku pergi bapak masih sehat! Gak mungkin! Mama bohong!" kataku mulai menangis dan mengeraskan suara membuat Fahmi dan Pak Herman yang menunggu didepan langsung berlari masuk ke ruang UGD.

"Ras... ikhlaskan hatimu. Sabar, Ras...." Sinta dan Tasya mulai menenangkanku.

" Enggkkk! " teriakku lagi.

Aku berlari mendekati bapak yang sudah terbaring kaku.
Kugoncangkan badan itu dengan harapan bapak hanyalah tidur dan akan segera bangun. Namun nihil, bapak tak mendengarkanku.

" Bapak! Bangunn!Bapak, ini Laras! Laras sudah pulang! " kataku dengan banjiran air mata dan masih terus menggoncang-goncangkan badan bapak.

" Laras... istighfar... Bapak sudah gak ada, sayang...." kata mama sambil memelukku.

" Gak mungkin, Ma! Enggak! Bapak cuman tidur pasti nanti bapak bangun!" kataku masih terus memberontak.

" Darah tinggi bapak naik, Ras. Setelah tau kalau padi bapak habis semua dirusak oleh orang yang tidak bertanggungjawab, Ras. Dan orang itu sudah ditangkap polisi," kata mama menjelaskan saat aku sudah mulai terjatuh dalam pelukan mama.

Benar-benar syok. Tak tau aku harus berkata apa.
Aku belum menjadi anak yang berbakti dan kini bapak meninggalkanku tanpa pesan sedikitpun.
Hidupku hancur seketika. Separuh hatiku telah pergi dan tak akan kembali.

" Kita sudah coba hubungi kamu, Ras. Tapi nomor kamu gak aktif," kata Tasya sambil memelukku.

Hanya sesal yang aku dapatkan saat ini.
Charger yang tertinggal, membuatku tak bisa menerima info apapun.

Aku hancur. Hidupku hancur. Hatiku hancur.

"Bapak!"
Kataku terakhir sampai akhirnya mata itu terpejam lagi dan untuk kedua kalinya aku tak sadarkan diri.

*****

Sedihh banget..:-(
Nulispun sampai nangis...:-(
Kasian Laras..
Bayangin aja gimana sakitnya ketika seorang anak tak bisa melihat ayahnya untuk terakhir kalinya..:-(

Jangan lupa vote dan komen yah guys..
Biar aku tambah semangat lagi bikin ceritanya. Dan biar makin banyak lagi kejutan-kejutan didalam ceritanya...

Mahkota Hijrah Menjemput Halal[COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang