Part 7

361 37 0
                                    

"Apakah salah jika aku mengejarnya?"

****

Deg!

Dia!

Mataku membulat melihat seorang pria yang berdiri dengan gagahnya disamping Pak Herman.

Wajahnya yang begitu sejuk dipandang mata membuatku tak bisa sedetikpun mengalihkan tatapanku dari sang pemilik wajah sejuk itu.

Senyumku mengembang perlahan melihat pemandangan indah didepan mataku.

"Fahmi!"

Sepontan aku teriak memanggil namanya dengan senyum yang mengembang. Seluruh pasang mata menatap penuh tanda tanya kearahku. Bahkan ada juga yang menataku sinis. Namun, aku tak peduli. Karena pemandangan didepan mataku, jauh lebih indah dari ribuan bintang. Oke, ini terkesan alay.

Terlihat Fahmi begitu terkejut. Lalu tersenyum menatapku kemudian menunduk.

"Laras... kamu apaan sih. Pasti Fahmi malu!" kata Sinta sedikit menekankan suaranya.

"Laras. Kamu sudah kenal Fahmi?" tanya pak Herman.

"Sudah,Pak." jawabku sambil tersenyum sumringah.

"Karena hanya Laras yang kenal, maka Fahmi masih harus memperkenalkan diri. Agar yang lain juga kenal. Silahkan Fahmi." perintah Pak Herman.

"Iya,Pak. Perkenalkan nama saya Fahmi Alfaridzi. Kalian bisa panggil saya Fahmi."

"Halooo! Fahmi!" serempak seluruh siswa.

"Oke sudah cukup segitu saja perkenalannya. Kalian bisa tanya sendiri sama Fahmi tentang dia yang lebih mendalam," kata Pak Herman.
" Fahmi kamu sudah boleh duduk. Silahkan duduk di belakang bangkunya Laras. Karena hanya itu yang kosong," lanjut Pak Herman mempersilahkan.

"Baik,Pak." jawab Fahmi santun.

"Fahmi. Ternyata kamu siswa barunya. Gak nyangka kita bisa ketemu lagi disini!" kataku semangat.

"Iya, Alhamdulillah," jawabnya sambil tersenyum.

Senyum selalu mengembang dibibirku semenjak Fahmi masuk dikelas. Bahagia yang tiada tara ketika sang pujaan hati datang.

Semangatku hari ini berkobar-kobar. Walaupun pembelajaran telah selesai dan aku sudah kembali kerumah, tapi senyumku masih belum lepas dari bibirku yang manis.

"Sepertinya anak bapak lagi bahagia. Ada apa sih?" tanya bapak penasaran.

"Pangeranku akhirnya datang,Pak!" jawabku masih dengan senyuman.

Akhir-akhir ini hubunganku dengan kedua orangtuaku semakin membaik. Aku sudah jarang membentak mereka. Walau terkadang mereka masih menyebalkan, tapi aku coba tahan emosiku.

Bukan karena tak ingin lagi ada perdebatan, tetapi karena mulutku sudah terlalu bosen mengeluarkan kata-kata kasar untuk mereka.

Dan semenjak aku mendapatkan sepeda motor kesayanganku, aku kini lebih sering mengajak mama untuk keliling kota.
Ternyata membuatnya bahagia dan tersenyum, hatiku menjadi lebih tenang.

"Gak apa-apa kamu suka sama orang,Nak. Tapi jangan lupakan kewajiban kamu sebagai orang islam dan sebagai seorang siswa," kata bapak mengingatkan.

"Iya, Pak." jawabku singkat lalu beranjak masuk kekamar.

***

Waktu berputar begitu cepat.
Fajar mulai menampakkan sinarnya dengan malu-malu. Menyapa setiap makhluk bernyawa yang masih bergelayut dengan selimutnya.

Sesegera mungkin kupersiapkan diri ini untuk bertemu pangeran. Ups... Bertemu pelajaran maksudnya.

Ku lajukan dengan perlahan motorku menyusuri jalan. Lalu lalang kendaraan membuatku harus lebih berhati-hati.

Tepat pukul 06:30, aku sampai di gerbang sekolah. Sengaja hari ini aku datang lebih awal karena aku ingin bertemu dengan pangeranku dan bercerita banyak hal.

Ternyata benar dugaanku. Baru sekitar 5 menit aku menunggu, aku melihat pangeranku mengendarai motornya dan memakirkannya disamping sepeda motorku.

"Hallo Fahmi!" sapaku setelah ia selesai memakirkan motornya.

"Assalamu'alaikum, Laras," sapa Fahmi.

Aku terkikuk. Mengapa aku tak menyapanya dengan salam tadi? rutukku dalam hati.

"Wa'alaikumsalam," jawabku kikuk sambil menggaruk tengkukku yang tak gatal.

"Fahmi. Boleh aku tanya sedikit?" tanyaku agar aku bisa berlama-lama dengannya.

"Iya. Silahkan," jawabnya singkat.

" Mengapa kamu pindah sekolah disini. Bukankah banyak sekolah yang lebih bagus dari ini?" tanyaku penasaran.

"Orangtuaku baru saja pindah rumah. Dan hanya sekolah ini yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Adikku yang menyuruhku masuk disini," jawabnya tanpa memandangku.

"Owhh gitu," jawabku sambil tersenyum.
"Istirahat nanti kita ke kantin bareng yah. Aku masih ingin bertukar cerita. Siapa tau kita bisa jadi lebih dekat," lanjutku dengan senyuman malu-malu.

"Maaf,Ras. Aku puasa sunah, " jawabnya singkat.

"Haaaa.. Puasa?"

"Iya" jawabnya lagi-lagi singkat.

"Owhh maaf,"  kataku sambil tersenyum kikuk. Sudah pasti mukaku merah padam seperti kepiting rebus karena menahan malu.

"Yasudah,Ras. Aku kek kelas duluan. Assalamu'alaikum," pamitnya

"Wa'alaikumsalam," jawabku dengan tidak ikhlas, karena Fahmi meninggalkanku sendiri.

Terlihat jelas diraut wajah Fahmi, jika ia tidak menyukaiku. Mungkin karena sifatku yang begitu ramah padanya hingga membuat Fahmi risih.

Tapi aku tidak akan menyerah.
Fahmi harus jadi milikku. Aku yakin, dia adalah pria yang Tuhan kirimkan untuk mengisi hatiku.

Pria tampan yang begitu menawan.

***

Ada yang pernah kayak gini gak??
Mengejar cowok yang disukai tapi cowoknya cuek banget...
Kalau ada berarti ceritamu sama kayak Laras:-P

Jangan lupa vote dan komen guys..

Mahkota Hijrah Menjemput Halal[COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang