Part 34

388 35 0
                                    

"Aku hanya perlu menata hatiku kembali untuk menerima takdir."

*****

Tok! Tok! Tok!

" Ras. Kamu sudah tidur?" tanya mama dari balik pintu.

" Belum,Ma. Buka aja, gak Laras kunci kok!" jawabku setengah berteriak.

Mama menghampiriku yang duduk ditepi ranjang, lalu duduk disampingku.

" Capek,yah?" tanya mama.

" Sedikit,Ma," jawabku lesu.

" Kamu belum mau menikah,Ras?" tanya mama tiba-tiba.

Aku terkejut bukan main. Pertanyaan yang aku khawatirkan akhirnya terlontarkan sudah dari mulut mama.

Aku hanya diam tanpa menjawab. Bimbang antara hati dan mulutku memiliki jawaban yang berbeda.

" Ras. Mama sudah semakin tua,Ras. Dan kamu pun sudah semakin dewasa. Orangtua mana yang tidak ingin melihat anaknya menikah dan bahagia." kata mama dengan mata berkaca-kaca.

" Tapi Laras masih belum siap,Ma." jawabku.

" Kamu sudah siap,Ras. Tapi hatimu yang masih mengharapkan Fahmi yang menuntutmu untuk tidak siap, kan?" kata mama. Aku hanya diam. Memang benar kata mama. Mama sangat tau dengan perasaanku. Mama tau kalau selama ini aku masih mengharapkan Fahmi.

" Ras. Mama tau kalau Fahmi itu anak yang baik dan juga sholeh, tapi untuk apa kamu menunggu seseorang yang tidak memberikan kepastian,Ras. Mama tau rasanya menunggu tanpa kepastian dan mama pun tau betapa kamu mendambakannya untuk menjadi pendampingmu kelak. Tidak baik menunggu seseorang yang sudah jelas-jelas tidak mengharapkanmu. Menikahlah walaupun bukan dengan Fahmi. Mama yakin kamu pasti bisa bahagia tanpa dia " lanjut mama dengan tetesan air mata.

"Laras masih gak bisa,Ma," jawabku dan menjatuhkan tubuhku dipelukkan mama.

" Jangan seperti ini,Ras. Jujur, selama ini mama selalu mencari tau hubunganmu dengan Fahmi. Semenjak mama tau kalau kamu menunggu tanpa kepastian,membuat hati mama berubah. Mama tak ingin kamu bersama lelaki yang pergi begitu saja tanpa memberikan kamu kejelasan dan kepastian. Mama sakit,Ras. Mama sakit melihat kamu seperti ini. Mama tau bagaimana perasaan kamu. Mama tidak ingin kamu selamanya seperti ini. Lupakan Fahmi,Ras. Bukalah hatimu untuk lelaki lain. Ada lelaki yang benar-benar mencintaimu,Ras. Menikahlah dengannya," pinta mama dengan begitu tulusnya.

" Mama tau ini berat buat kamu. Tapi mama lakukan ini semua demi kamu. Mama ingin kamu bahagia," lanjut mama lagi dengan tetesan air mata yang semakin deras.

" Insya Allah,ma. Tapi beri Laras waktu," pintaku pada mama disela isakku.

" Pasti, Sayang. Segeralah kamu ambil keputusan." mama menyunggingkan senyum hangatnya, membuatku tak tega jika harus menolak keinginan mama.

" Insya Allah," jawabku pasrah.

" Mama keluar dulu. Kamu istirahat. Assalamu'alaikum." pamit mama.

" Wa'alaikumsalam " jawabku.

Pintu kembali tertutup rapat.
Kututup wajahku dengan bantal. Sekuat tenaga aku menahan suara isakku yang semakin kencang.
Menahan sesak didada. Kekecewaan terbesarku yang sangat aku takutkan, dan kini terjadi.
Kebimbangan semakin menerjangku.
Membuatku begitu sulit menentukan pilihan.

Aku terlelap dalam banjiran air mata.
Hatiku yang lebih lelah daripada ragaku membuatku terlelap.

Kubuka kembali mataku yang sembab. Kulirik jam, masih pukul 2 pagi. Segera aku mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat istikharah. Meminta petunjuk yang terbaik.

Aku berdoa dalam sujud panjangku, memohon agar aku diberikan petujuk yang terbaik.
Segala kegundahan kuluapkan dalam sujudku. Tetesan air mata membasahi sajadahku.

Kubuka lembaran Alqur'an dan mulai membacakan QS. Nur ayat 26. Kuhayati setiap kata yang terucap. Hingga tetesan bening kembali luruh. Lelaki yang keji untuk wanita yang keji dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. Itulah janji Allah untuk hambanya. Dan aku yakin,jika aku terus memperbaiki diri maka kelak aku pasti akan mendapatkan pendamping hidup yang juga sedang memperbaiki diri.

"Tuntun aku dijalanmu,Ya Allah. Berikan aku petunjukmu agar aku tidak salah dalam memilih," lirihku dengan tetesan air mata.

Kututup kembali Alqur'an, kuraih tasbih disamping sajadahku.
Berbaring diatas sajadah sambil berdzikir adalah kebiasaanku untuk melanjutkan tidurku yang sempat terputus.
Tidak membutuhkan waktu lama, aku terlelap dalam tidurku.

Allahuakbar! Allahuakbar!

Kumandang azan bersahut-sahutan untuk membangunkan manusia dari lelapnya.
Segera aku mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat subuh. Tak lupa shalat qobliyah subuh dan melantunkan Alqur'an setelah selesai berdzikir adalah kebiasaan yang sedang aku istiqomahkan.

Hawa dingin merasuk tembus ketulangku.
Segera kuraih jaket wolku untuk menghangatkan tubuhku.

" Mama masak sayur apa hari ini?" tanyaku mendekati mama yang duduk menghadap tungku.

" Masih bingung. Belum ada apa-apa ini." jawab mama.

" Kalau gitu, biar Laras saja belanja kewarung buat beli sayur. Sekalian ingin joging," pintaku pada mama.

" Nanti kamu kesiangan. Biar mama saja yang belanja"

" Laras gak akan kesiangan. Percaya deh sama Laras," kataku terkekeh untuk menyembunyikan luka.

" Yasudah. Hati-hati." pesan mama.

" Oke. Assalamu'alaikum" pamitku lalu mencium lembut pipi mama

" Wa'alaikumsalam" jawab mama sambil tersenyum. 

Aku setengah berlari menyusuri setiap lorong. Jarak warung yang menyediakan sayuran sedikit jauh dari rumah. Butuh waktu limabelas menit untuk sampai disana.

Kupercepat langkahku karena khawatir aku akan terlambat masuk kerja.
Jam tujuh pagi, aku sudah kembali dengan menjinjing kantong plastik berisi sayuran dan lauk.

" Ma. Laras langsung mandi,yah. Maaf gak bisa bantu mama masak." kataku setengah berlari menuju kamar.

" Iya," jawab mama setengah berteriak.

****

Happy reading..:-)
Jangan lupa vote dan komen yah..:-)

Mahkota Hijrah Menjemput Halal[COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang