Part 15

322 31 0
                                    

"Inilah aku dengan sejuta perubahan. Dimana kutinggalkan segala yang kuanggap salah, dan kujemput segala yang kuanggap benar. "

*****

1 tahun sudah aku memakai jilbab. Banyak cibiran-cibiran yang begitu menyakiti hati.

Mulai dari cibiran sok suci, munafik, mengukuti trent, sampai berhijrah karena lelaki pun sudah menjadi bahan pendengaranku dan kedua sahabatku hampir setiap hari.

Tapi itu semua tidak membuatku menyerah. Karena aku bisa membagi rasa sakitku bersama kedua sahabatku.

Aku bisa membagi rasa sakitku karena cibiran oranglain. Namun, tidak untuk sakit akibat penolakan Fahmi. Takkan bisa kubagi dengan siapapun.

Aku sakit bukan berarti aku menyerah. Hanya saja aku sedang beristirahat sejenak untuk menata hati agar aku bisa kembali berjuang dengan cara baru.

"Fahmi, Pembagian kelompok kimia kita cuman berdua yah?" tanyaku memulai obrolan.

"Iya," jawabnya singkat tanpa menoleh kearahku.

Aku menghembuskan nafas kasar. "Terus kerjain tugasnya kapan?" tanyaku masih terus bersabar.

"Kan besok dikumpul jadi nanti sore kita kerjakan," jawabnya lagi-lagi cuek.

"Terus mau dikerjain dimana?" tanyaku lagi.

"Terserah." lagi-lagi cuek. Membuatku mengusap wajah kasar.

"Di taman yang gak jauh dari rumahmu, gimana?" tawarku.

"Disana agak sepi. Aku gak mau timbul fitnah nantinya." tolaknya, tapi tetap saja tidak melirik kearahku.

"Terus?" tanyaku mulai frustasi.

"Dirumahmu. Insya Allah habis sholat ashar aku langsung ke rumahmu, biar gak kesorean." ucapnya mulai lembut.

Aku tersenyum senang. "Serius?" tanyaku antusias.

"Iya," jawabnya singkat.

"Tapi rumahku gak sebagus rumahnya Fahmi" kataku sedikit kecewa.

"Syukuri apa yang kamu punya,Ras. Banyak diluar sana yang gak punya rumah," Fahmi melirikku sepintas kemudian menunduk lagi.

"Iya, maaf." seruku merasa tak enak.
Seketika senyumku kembali hadir. " nanti sore aku tunggu di rumah yah," kataku lagi.

"Iya" jawabnya lagi-lagi singkat. Aku hanya mengerucutkan bibir sebal, tapi tidak bisa kupungkiri bahwa hati ini sangat bahagia.

****

Benar saja, selepas sholat ashar Fahmi datang ke rumah. Aku segera merapikan jilbabku dan menyuruhnya masuk ke rumah.

Mama sudah menyiapkan beberapa snack. Karena aku dengan penuh semangat mengatakan kalau Fahmi akan belajar kimia di rumah.

Mama terlihat senang, dan langsung membeli beberapa snack.

Tanpa percakapan panjang lebar, Fahmi langsung membuka tas ranselnya dan mengeluarkan beberapa buku.

Kami hanya fokus dengan tugas kami. Hanya sesekali saling bertanya jika ada yang tidak dipahami.
Suasana hening, bahkan lebih hening dari kuburan. Untungnya gak horor.

1 jam sudah kami bergelayut dengan tugas kimia, dam akhirnya tugas kami tuntas.
Mama datang menghampiri dan mempersilahkan Fahmi mencicipi snack.

Baru pertama kali bertemu, tapi Fahmi sudah terlihat begitu akrab dengan mama. Mungkin karena sifat mereka yang sama-sama ramah membuat mereka begitu mudah berbaur.

"Ibu, saya pamit pulang soalnya sudah mau maghrib," pamitnya.

"Owhh iya. Hati-hati yah, Nak Fahmi. Kalau ada waktu main-main kesini lagi," respon mam.

"Insya Allah, Buk. Assalamu'alaikum." pamitnya lalu mencium tangan mama, dan melirik kearahku sambil menyunggingkan senyum. Manis sekali. Membuatku seketika berhenti bernafas. Mati kali yah.

"Wa'alaikumsalam," jawabku dan mama serempak.

Kuperhatikan punggung Fahmi yang kian menjauh. Ada harapan untuk aku bisa bersama dengannya. Melihatnya begitu akrab dengan mama membuatku begitu bahagia.

"Ganteng,Ras." puji mama saat aku membereskan buku-bukuku.

"Mama setuju?" tanyaku seketika.

"Apapun yang menjadi pilihan kamu, asalkan itu baik dan buat kamu bahagia, pasti mama setuju," jawab mama sambil mengelus halus rambutku dan meninggalkanku menuju dapur.

***

Dalam sujudku yang panjang disepertiga malam, aku meminta kepada sang pemilik hati untuk menetapkan satu nama hanya untukku. Siapa lagi kalau bukan Fahmi.

Meminta dipermudahkan jalanku untuk menjadikannya sebagai imamku.

Ku lantunkan ayat suci Alqur'an pemberian Vara dengan begitu khidmat.
Tanpa sadar butiran bening itu jatuh dan membasahi pipiku.

Menyerahkan segala urusanku hanya kepada Sang Pemberi Kehidupan membuatku jauh lebih bahagia. Keheningnya malam, membuatku terbuai dalam ketenangan.

Aku diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Kesempatan yang dulu sering kali aku abaikan.
Walaupun aku sudah begitu terlambat. Namun, bagiku tidak apa terlambat asal tidak sama sekali.

Dan kini aku merasakan dampak dari keterlambatan itu. Diusiaku yang sudah tidak remaja lagi.
Perubahan yang begitu drastis membuatku harus begitu sabar menghadapi cibiran.

Dan kini, genap satu tahun perubahan hidupku membuatku menjadi lebih baik.

Ujian kelulusan sudah didepan mata. Namun, aku tak lagi khawatir, karena Allah selalu bersamaku. Aku yakin, bahwa Allah tidak akan mengecewakan hambanya yang selalu berusaha dan berdo'a kepadanya. Itulah keteguhanku saat ini.

Bersama dengan mahkotaku saat ini membuatku lebih tenang dan terlindungi.
Kini aku percaya, bahwa cara paling ampuh untuk melindungi diri wanita bukanlah dengan belajar bela diri, tapi cukup dengan menutup aurat dengan sempurna, maka tak akan ada lelaki berhidung belang yang berani mendekatinya dan melakukan hal-hal yang senonoh.

••••

Tunggu cerita selanjutnya guys..

Endingnya masih lama kok..:-P

Jadi ikuti terus yah ceritanya..

Jangan lupa vote dan komen yah..

Mahkota Hijrah Menjemput Halal[COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang