Part 6

391 34 0
                                    

"Ketika hati ingin memiliki, tapi tangan tak sampai untuk sekedar mengenggam dan lisan tak mampu untuk sekedar menyapa. "

*****

Kupejamkan mataku, berharap wajah lelaki yang selalu menghantui fikiranku hadir dalam mimpiku.
Senyumnya yang begitu manis menjadi hiburan tersendiri untukku sebelum aku terlelap.

Senyumnya yang membuat pipiku merona setiap kali mengingatnya.
Mengapa lalu aku tak langsung meminta nomornya saat pertama kali bertemu?
Itulah yang membuatku selalu merutuki fikiranku.

Kucoba untuk berhenti memikirkannya sejenak, dan mulai terlelap untuk mencarinya dalam mimpiku.

Hingga alarmku berbunyi dipagi hari. Dan lagi-lagi aku kecewa. Karena tak menemukannya dalam mimpiku.

"Muka itu kenapa ditekuk gitu sih?" tanya Sinta yang menyusulku berjalan sendiri.

"Aku masih belum ketemu sama Fahmi lagi, Sin," jawabku sedih.

"Gak usah terlalu difikirkan,Ras. Kalau dia jodohmu pasti bakal ketemu juga kok. Tenang aja. Santuyyy! " kata Sinta terkekeh. Sedangkan aku, masih terus memasang raut wajah sedih.

"Tapi sedih aku,Sin. Disaat aku sudah benar-benar yakin dengan seseorang. Ehhh ... dianya hilang ...." kataku dengan raut muka sedih.

"Sepertinya dia terlalu baik buat aku deh,Sin. Makanya Allah gak takdirin aku dengan dia buat ketemu lagi," lanjutku dengan wajah lebih murung.

"Berusaha aja dulu,Ras. Gak ketemu disini, bisa aja kan nanti ketemu diperkuliahan." Sinta terus menenangkanku.

"Semoga aja sih gitu," jawabku pasrah.

"Yaudah jangan murung gitu. Hilang loh cantiknya." hibur Sinta.

"Iya. Nanti juga semangat lagi. Sekarang masih lagi gak mood aja," jawabku dingin.

"Yaudah gak apa-apa. Masuk kelas yuk. Sudah mau masuk." ajak Sinta sambil menggandengan tangan mungilku.

"Iya."

Baru saja sampai didepan kelas, terdengar teriakan yang sangat merusak gendang telingaku dan Sinta. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Tasya.

"Laras...! Sinta....!"

"Selamat pagi sahabat. Tau gak sih hari ini tuh anak baru yang lalu jadi bahan gosipan masuk sekolah loh!" Kata sinta antusias.

"Terus?" tanyaku males.

"Yah itu, dia masuk dikelasnya kita! " lanjut Tasya lebih semangat.

"Wowww... Keren nih!" Sintapun tak kalah semangat.

"Kok kamu biasa aja sih,Ras?" tanya Tasya memperhatikan wajahku yang dingin tanpa ekspresi.

"Dia lagi galau tau. Pangeran Fahmi belum ketemu juga," Kata Sinta sambil menyenggol lenganku.

"Owhhh... nanti kita cari sama-sama yah,Ras. Larasku sayang gak perlu khawatir," ucap Tasya sambil mengelus kepalaku.

"Terserah kalian lah. Aku mau duduk. Capek tau daritadi berdiri cuman untuk lihatin kalian berdua heboh dengan anak baru yang belum kelihatan batang hidungnya!" jawabku ringan.

"Ihhhh... Laras... gitu yah kalau sudah jatuh cinta!" Sindir Tasya sambil memutar bola matanya malas.

"Bla bla bla...." ejekku.

"Hihhh...." Tasya memanyunkan bibirnya.
Sinta hanya bisa tertawa melihat kedua sahabatnya bertengkar seperti anak kecil.

***

Kringgg!

Jam pertama dimulai. Terdengar suara sepatu guru paling killer disekolah menuju pintu kelasku. Bukan suara sepatu killer itu yang ditunggu setiap gadis dikelasku, tapi suara sepatu yang mengiringi suara sepatu killer yang sangat dinanti.

"Assalamu'alaikum semua. Apa kabar?!" Suara menggelegar yang menakutkan membuyarkan lamunanku.
Siapa yang tak kenal dengan suara itu. Guru paling killer. Siapa lagi kalau bukan Pak Herman. Guru BK di sekolah.

"Wa'alaikumsalam. Baik!" jawab kami serempak.

Aku lirik sejenak Pak Herman. Namun, ia hanya berdiri seorang diri di depan kelas. Lalu kemana anak baru itu? Apakah ia tak jadi masuk? Lalu suara sepatu siapa tadi yang bersama dengan Pak Herman?
Entahlah. Aku tak ingin tau dan tak ingin mencari tau.

Aku hanya menunduk memainkan pulpenku sambil merenung. Memikirkan sang pujaan hati yang menghilang.

Tanpa sadar aku tak mendengar ada seseorang yang mengucapkan salam dan berdiri didepan kelas.

"Assalamu'alaikum. Maaf saya terlambat masuk, tadi ada telfon jadi saya angkat telfon dulu," kata seorang pria yang membawa tas ransel dan ia biarkan hanya menggantung disalah satu bahunya.

Tak ada seorang gadispun yang menjawab salamnya. Semua gadis seolah-olah terhipnotis dengan wajahnya yang sangat tampan. Postur tubuh yang tinggi, alis yang tebal, tatapan mata yang begitu tajam namun meneduhkan, rambut yang tersisir rapi, dan yang membuat senyumnya terlihat begitu manis adalah lesung pipinya yang terlihat saat dia senyum. Sungguh menawan hati.

"Ras... Laras... Larasss!"
Tasya yang terus menyenggol lenganku membuyarkan lamunanku.

"Apaan sih,Tasya?" tanyaku malas.

"Lihat siapa yang datang!" kata Tasya sambil meluruskan kepalaku kearah papan tulis.

Deg!

Dia!

****

Hampir mencapai puncak nih ceritanya:-)

Ayokk. Guyss. Jangan sampai ketinggalan dengan cerita selanjutnya...

Jangan lupa vote dan komen guys...

Mahkota Hijrah Menjemput Halal[COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang