Part 17

306 34 0
                                    

"Buah dari kesabaran. Ingat! Janji Allah pasti ada"

*****

"Laras dan Fahmi. Sengaja bapak panggil kalian kesini karena bapak tau kalian adalah anak yang pintar dan berprestasi," kata Pak Herman setelah kami sampai di sekolah dan masuk keruang BK.

Aku dan Fahmi hanya mendengarkan setiap kata yang terucap dari lisan pak Herman.

"Jadi begini. Sekolah kita mendapatkan undangan khusus dari Universitas di Malang. Hanya berlaku untuk dua orang siswa dan siswi yang berprestasi. Dan setelah rapat guru-guru kemarin, kami sepakat memilih kalian untuk mengikuti undangan tersebut. Dan bagi siapa saja yang mengikuti undangan itu, sudah pasti dia akan diterima masuk di Universitas tersebut dengan biaya gratis, atau BIDIKMISI akan diberikan penuh sampai ia wisuda. Dengan catatan nilai tidak boleh turun dan tidak boleh membuat masalah selama kuliah." jelas Pak Herman panjang lebar.

Senyumku mengembang perlahan. Hatiku melonjak. Begitu bahagia.
Inilah janji Allah. Allah tidak akan mengecewakan do'a hamba-hambanya yang bersabar.

"Jadi kapan pertemuannya, Pak?" Fahmi mulai membuka mulut.

"Setelah Ujian Nasional." jawab Pak Herman.
Senyumku semakin mengembang.

"Baik, Pak." jawab aku dan Fahmi serempak sambil tersenyum.

"Kalian fokus di Ujian saja sekarang. Supaya nilai kalian bisa mewakili sekolah kita mencapai nilai tertinggi se-Indonesia. " harap Pak Herman.

"Insya Allah, akan kami usahakan, Pak."  aku mulai membuka mulut.

"Kalian sudah boleh pulang. Hati-hati dijalan. Fahmi jaga Laras yah. Kalian sepertinya cocok kalau jadi pasangan." goda Pak Herman yang membuatku menampakkan wajah meronaku dan mengaminkan perkataan Pak Herman dalam hati.

"Insya Allah, Pak" jawab Fahmi ringan sambil tersenyum dan menggaruk tengkuknya yang bisa saja tidak gatal. Mungkin.

"Kami pulang, Pak. Assalamu'alaikum" pamitku.

"Wa'alaikumsalam" jawab Pak Herman.

"Ras. Boleh aku numpang? Tadi motorku masuk bengkel," pinta Fahmi.

Aku tersenyum perlahan. " Iya boleh," jawabku.
Aku mencoba mengatur detak jantung yang terus berdetak cepat, seperti ada ribuan kupu-kupu yang menari dalam dadaku. Membuat rona diwajahku muncul begitu saja.

Tidak disangka sama sekali aku bisa berboncengan dengan Fahmi. Jangan berfikir yang tidak-tidak dulu yah. Karena ada pembatasnya kok. Fahmi membawa tas jadi kita dipisahkan oleh tas itu. Sama sekali tidak bersentuhan.

"Kamu ada masalah, Ras.?" tanya Fahmi memulai pembicaraan.

"Hahhhh... Enggak kok," jawabku kikuk.

"Yang betul?" tanyanya lagi.

"Aku gak boleh kuliah" jawabku sedih.

"Kenapa? Kan ada kesempatan bagus," katanya terkejut.

"Sebelum ada pemberitahuan ini. Siapa tau nanti orangtuaku akan berubah fikiran setelah tau ini." jelasku dengan senyum yang mengembang.

"Semoga aja dibolehin," jawabnya santai.

"Aamiin. Makasih." Aku terus menyunggingkan senyum. Mungkin Fahmi berfikir aku sudah tidak waras. Biarlah, yang penting aku sangat bahagia hari ini.

Kami sama-sama tutup mulut setelah pembahasan itu.

"Sampai disini aja, Ras." Fahmi memberhentikan motorku didepan bengkel.

"Motor kamu disini?" tanyaku kemudian.

"Iya. Makasih yah,Ras. Kamu hati-hati. Assalamu'alaikum," Pamitnya saat turun dari motor.

"Iya. Wa'alaikumsalam," jawabku lalu mengendarai motorku meninggalkan Fahmi yang masih menatapku.

Bibirku mengembang selama diperjalanan. Tak pernah terbayangkan akan seperti ini.

Perubahan sifat Fahmi membuatku semakin jatuh cinta.

Kesempatan besar yang Allah berikan membuatku semakin bahagia.

Kini hidupku penuh kebahagiaan.

****

"Mama...Bapak... Laras minta maaf sudah egois tadi malam...." kataku sambil memeluk mereka saat aku sampai dirumah dan melihat mereka duduk berdua didepan rumah.

"Kamu dari mana,Ras. Kita khawatir," kata mama sambil mengelus halus kepalaku.

" Laras tadi dari pantai. Terus dapat kabar kalau Laras disuruh ke sekolah. Maaf Laras gak kasih kabar. Karena Laras masih kecewa karena tadi malam," kataku sambil meneteskan air mata.

"Maafkan bapak, Ras. Bukan maksud bapak dan mama menghalangi cita-cita kamu. Tapi lihatlah kondisi kita sekarang," kata bapak sambil mengelus kepalaku.

"Bapak dan mama tenang saja. Laras akan kuliah tanpa membebani kalian," kataku dengan senyum mengembang.

"Maksud kamu, Ras? " tanya mama heran.

"Aku setelah Ujian Nasional akan pergi ke kota. Laras akan ikut pertemuan siswa-siswi berprestasi di Universitas Kota Malang. Dan siapapun yang ikut pertemuan itu pasti akan dapat biasiswa sampai wisuda!" kataku bersemangat.

"Alhamdulillah... Ya Allah...." kata mama sambil sujud syukur dan diikuti bapak sujud syukur didepanku.

Bahagianya hatiku melihat mereka bahagia. Yang tidak pernah aku lihat sebelumnya.

Sungguh bodohnya aku dulu membenci mereka. Membenci karena aku harus dilahirkan dan tumbuh dikeluarga miskin.
Tapi kini aku sadar, ternyata kekurangan bukan penghalang dari kebahagiaan.
Dan kebahagiaan sesungguhnya adalah ketika kita dikelilingi oleh orang-orang tersayang terkhusus keluarga.

"Laras akan berusaha agar bisa sukses tanpa membebani kalian," kataku terisak dalam pelukan mereka.
" Maaf ma, pak. Laras sudah durhaka selama ini," kataku masih terus menangis.

"Enggak, Sayang. Kami gak pernah menganggap begitu. Kamu tetap anak kebanggaan bagi kami, Ras," kata mama menguraikan Pelukannya dan menghapus air mataku.

"Kami akan selalu berdo'a agar kamu selalu diberikan kemudahan, diberikan kesehatan dan diberikan kesabaran," kata bapak mengelus halus puncak kepalaku yang tertutup jilbab.

"Aamiin Allahumma Aamiin. Makasih, Pak,Ma."  aku kembali memeluk mereka.

"Yasudah gak usah sedih-sedih. Ayok makan. Bapak sudah lapar." Bapak mencoba menyudahi obrolan yang cukup menguras air mata.

" Laras juga lapar nih." keluhku sambil mengerucutkan bibir seperti anak kecil.

Mama hanya tertawa melihat kelakuanku dan bapak.

***

Semangat Laras...!!!

Ikuti terus ceritanya guys...:-)

Jangan lupa vote dan komen guys...

Mahkota Hijrah Menjemput Halal[COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang