"Aku selalu yakin, suatu saat kau akan kembali.
Kembali untuk menjemputku dan membawaku bersamamu, menikmati indahnya kebersamaan."****
"Ras.... " suara seorang pria yang sangat ku kenal suaranya memanggilku tepat dibelakangku.
"Iya," jawabku saat aku sudah berhadapan dengannya.
"Boleh aku berkunjung ke rumahmu? Bertemu dengan ibumu?" tanya pria itu, membuat jantungku berdetak dua kali lebih cepat.
"Tapi, jika memang hatimu belum siap, aku bisa menunggu," kata pria itu dengan senyumnya yang hambar.
"Datanglah, Dokter. Jika memang itu yang terbaik. Tanyakan hal ini kepada orang yang lebih layak terhadap saya," jelasku. Kugigit bibir bawahku untuk menahan air mata yang siap menerjang pertahananku. Berat, sungguh inj sangat berat. Merelakan dalam keikhlasan.
Senyum mengembang dibibir tipis Dokter Nizam, wajahnya yang sayu berubah sangat ceria, menggambarkan betapa bahagianya dia saat ini. Berbeda denganku, yang susah payah menahan air mata, susah payah menahan gejolak lara dalam hati, demi membahagiakan orangtua.
***
Dokter Nizam
....."Fahmi, ba'da Magrib nanti temanin ane ke rumah calon ane yah. Ane mau ngelamar dia. Sekalian mau ane kenalin dia ke ente." aku meminta Fahmi untuk menemaniku, karena ini bukanlah lamaran resmi. Jika memang nanti orangtua Laras menerima, barulah aku membawa kedua orangtuaku menemui orangtua Laras.
"Masyaallah... Ane seneng dengernya, Zam. Alhamdulillah. Semoga dimudahkan sampai hari ijab qobul nanti." respon Fahmi dengan senyum mengembang. Merasa sangat bahagia jika sahabatnya juga bahagia.
"Aamin..." kataku dan Fahmi serempak.
Tak sabar rasanya untuk menemui bidadariku nanti. Mengucap ikrar untuk menjaganya seumur hidupku.
Penantianku akan berbuah hasil. Semoga Allah memudahkan jalanku untuk menghalalkan pujaan hatiku.***
Fahmi
....Tepat pukul tujuh malam, aku dan sahabatku Nizam, sudah memarkirkan mobil dhalaman rumah berwarna ungu itu.
"Ini rumah wanita yang bakal jadi istri ente?" tanyaku dengan mata berkaca-kaca.
"Iya, ini rumahnya. Rumah yang cantik dan sederhana seperti yang punya," jawabnya terkekeh.
Dengan langkah gontai, aku mengikuti Fahmi memasuki rumah itu. Rumah yang aku hafal betul siapa pemiliknya. Rumah seorang wanita yang sangat aku rindukan dan sangat aku cintai.
Rumah yang pernah menjadi impianku untuk menginjakkan kaki kesini bersama dengan keluargaku untuk menyampaikan niat baikku, tapi Allah berkehendak lain. Aku menginjakkan kakiku di sini bukan untuk menyampaikan niat baikku, tapi untuk menyampaikan niat baik sahabatku.Salahku sendiri, aku pergi tanpa kepastian bahkan tanpa kata pamit. Aku meninggalkannya disaat dia benar-benar hancur.
Pecundang. Itu yang ada didiriku saat ini. Aku terlalu pecundang hanya untuk sekedar mengatakan 'aku mencintaimu'."Assalamu'alaikum!" sapa Nizam dari balik pintu yang masih tertutup rapat.
"Wa'alaikumsalam!" suara wanita terdengar jelas dari dalam rumah. Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya pintu terbuka. Menampilkan sosok wanita paruh baya yang memakai baju gamis berwarna hijau dan jilbab senada yang menutupi dada.
Tidak banyak perubahan dari dirinya, hanya saja wajahnya sedikit menampakkan keriput dan badannya sedikit gemuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahkota Hijrah Menjemput Halal[COMPLETE]
RomanceKehidupan Laras yang mengikuti perkembangan zaman. Selalu ingin dikelilingi kemewahan tanpa memikirkan kehidupan ekonomi keluarga yang selalu merosot. Selalu mengumbarkan auratnya tanpa memikirkan dosa yang ia limpahkan kepada ayahnya setiap hari. Y...