"Kamu sempurna tapi bagiku hanya dia yang bisa membuatku jatuh dan mencinta"
******
Aku,Riri dan Vina mulai berjalan menyusuri setiap lorong rumah sakit.
Kami rela mengelilingi rumah sakit demi untuk menemukan ruangan dokter ganjen itu. Siapa lagi kalau bukan Dokter Nizam.
Huufffttt... Membosankan.Selama 2 minggu, mataku akan selalu melihatnya.
Ingin rasanya aku memakai kacamata hitam agar wajahnya tak begitu nampak dalam netraku.Dan entah aturan dari mana, bisa-bisanya aku dipisahkan dengan Rara dan Vina.
Mereka ikut bimbingan sekripsi dan terjun langsung bersama Dokter Selvi yang juga dokter umum di rumah sakit itu. Sedangkan aku sendiri tetap ikut bimbingan sekripsi dan terjun langsung bersama Dokter Nizam.
Membuatku harus meluangkan waktuku hanya berdua dengan dokter itu.Diujung lorong rumah sakit tepat didepan ruangan dokter ganjen itu, aku terpisah dengan Rara dan Vina.
Mereka sengaja mengantarku sampai didepan ruangan Dokter Nizam.Aku berdiri seperti patung didepan daun pintu yang bertuliskan " Dr. Nizam Hidayatullah" .
Bingung harus berbuat apa. Apakah aku harus mengetuk pintu lalu mengucapkan salam atau langsung membuka pintu baru mengucap salam atau bagaimana.
Jantungku berdetak tak beraturan.
Membuatku sedikit termenung dalam kebimbangan." Hahahahahaaaa.... Kamu ngapain kayak patung disitu... Hahahhahaa..."
Suara tertawa yang begitu melengking tepat dihadapanku sangat membuatku terkejut bukan main.Tanpa sadar dan tanpa aba-aba bahkan aku belum sempat mengetuk atau mengucapkan salam, pintu sudah terbuka lebar dihadapanku.
Dan dia.. Refleks tertawa melihatku yang hanya mematung dihadapannya.
Wajahku terasa begitu panas dan sudah pasti kini wajahku begitu merah seperti kepiting rebus.
" Kamu yakin gak mau masuk?" tanyanya masih dengan tertawa yang terus menggelegar.
" Hemm..." aku langsung mendahuluinya dan masuk kedalam ruangannya.
Lagi dan lagi dia hanya tertawa. Entah apa yang membuatnya tertawa begitu keras.
Membuatku jengkel dan hanya menampakkan wajah cemberutku." Jangan cemberut gitu. Hilang nanti cantiknya," tegurnya dengan menahan tawa saat duduk dihadapanku.
" Apasih!" lirihku sinis.
" Hehehh.. Oke langsung saja yah. Saya akan mulai serius. Kita bahas satu persatu tentang tugas sebenarnya dari dokter umum. Kamu sudah siapkan? Alat rekam dan alat tulis sudah siap semua?" tanyanya.
' dari tadi juga aku sudah serius. Dia aja yang keasikan ketawa. Menyebalkan' gerutuku dalam hati.
" Iya, Pak." kataku mencoba menyembunyikan rasa jengkelku.
Dia mulai memaparkan semua tugas-tugas dari Dokter Umum.
Kuperhatikan setiap kata yang terucap dari mulutnya dan sesekali aku menulis poin-poin penting yang dia paparkan.Sekejap aku terkagum dengan pengetahuan dan ilmu yang dia miliki.
Terlihat jelas dia memiliki jiwa pemimpin, tegas dalam berkata namun tetap santun.
Orang yang humoris, pasti pasien menyukainya apalagi dengan tampangnya yang tak perlu diragukan lagi." Ada yang ditanyakan,Ras. Silahkan!" perintahnya setelah ia memaparkan kurang lebih 20 menit.
" Alhamdulillah semuanya sudah jelas, Dok. Saya sudah sangat faham dengan penjelasan dari dokter," jawabku sambil tersenyum.
" Baik kalau begitu kita sudahi. Assalamu'alaikum" Dokter Nizam mengakhiri.
" Baik, Dok. Wa'alaikumsalam," balasku.
Segera kurapikan semua alat-alatku kedalam tas. Ingin rasanya aku segera pergi dari hadapannya.
Berlama-lama dengannya bisa-bisa membuatku frustasi." Jangan dulu pulang. Kita harus meninjau satu pasien. Agar besok kamu tidak kaku kalau berhadapan dengan pasien!" katanya sambil berjalan menuju pintu.
" Tapikan itu jadwalnya besok!" kataku sebal.
" Iya aku juga tau. Inikan kamu hanya mengikutiku untuk memeriksa pasien. Agar besok kamu sudah gak kaku lagi," jawabnya lagi.
" Baiklah" terpaksa aku mengikutinya. Kalau tidak, bisa-bisa dia laporkan ke Bu Nensi. Habislah aku.
Aku terus berjalan dibelakangnya menyusuri lorong demi menemukan ruang pasien yang akan dia periksa.
Badannya yang seperti raksasa membuatku sama sekali tak terlihat jika dari depan.
Entah jenis sayur apa yang dia makan hingga membuat badannya bisa sebesar itu.
Bruk!
" Haduhh... Kenapa berhenti mendadak sih, Dok!" kataku nyerocos, memegang keningku yang sakit karena menubruk punggungnya yang sekeras baja.
" Kita sudah sampai,Ras. Kamu saja yang bengong gak merhatiin kalau aku berhenti!" katanya lalu masuk kedalam ruangan.
" Hisss...." gerutukku.
Memang benar aku melamun. Melamun karena memikirkan makanan yang dia santap yang membuatnya bisa sebesar itu. Menutupi tubuhku yang minimalis.
Aku berdiri tepat disampingnya. Melihat setiap gerak geriknya dalam melayani pasien.
" Jadi bagaimana, Pak. Sudah mendingan?" tanya dengan senyum yang merekah.
" Alhamdulillah, Dok. Berkat saran dari dokter, badanku jadi lebih sehat," jawab pasien itu dengan senyum yang terus mengembang.
" Saya sangat senang jika Dokter Nizam yang merawat saya. Saya bisa kembali ceria. Nasihat-nasihat tentang kesehatan dan agama selalu dokter berikan membuatku lebih semangat," kata pasien itu lagi masih dengan senyum yang mengembang.
" ilmu agama? Berarti dia orang yang cukup faham dengan agama. Hebat" kataku dalam hati
" Apakah ini istri Dokter?" tanya pasien itu tiba-tiba.
Membuatku terkejut begitu juga dengan Dokter Nizam." Insya Allah, Pak. Do'akan saja," kata Dokter Fahmi dengan pedenya, sambil menoleh kearahku dan menaik turunkan alisnya.
" Bukan, Pak. Saya mahasiswa yang sedang terjun langsung ke rumah sakit," refleksku dan melirik tajam kearah Dokter Nizam.
Dia hanya tertawa.
" Saya do'akan semoga kalian menjadi pasangan didunia dan akhirat," kata pasien itu lagi.
" Aamiin" jawab Dokter Nizam membuatku melirik tajam lagi kearahnya.
" Tinggal diaminkan saja. Siapa tau kenyataan" katanya sambil terkekeh.
" Hisss..." jawabku sambil memanyunkan bibirku. Ingin sekali memukul kepalanya saat ini juga.
Sifat genitnya membuatku sedikit muak.
***
Ehhhh.. Gak disangka Dokter Nizam agak genit..:-P
Kira-kira rasa benci laras bakal berubah jadi rasa cinta gak yah..???
Ikuti terus ceritanya biar tau kelanjutannya..:-)Jangan lupa tinggalin vote dan komen yah..:-)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahkota Hijrah Menjemput Halal[COMPLETE]
RomanceKehidupan Laras yang mengikuti perkembangan zaman. Selalu ingin dikelilingi kemewahan tanpa memikirkan kehidupan ekonomi keluarga yang selalu merosot. Selalu mengumbarkan auratnya tanpa memikirkan dosa yang ia limpahkan kepada ayahnya setiap hari. Y...