Part 14

308 37 0
                                    

"Cinta itu fitrah, tapi cinta bisa menjadi fitnah jika menyalurkan rasa cinta dengan hal-hal yang sudah jelas diharamkan"

****

Fahmi

****

"Assalamu'alaikum, Umi," sapaku pada wanita paruh baya yang sedang bergulat dengan pisau dapur, mengiris beberapa macam sayuran.

"Wa'alaikumsalam," jawab Umi melirikku hangat sambil tersenyum, lalu melanjutkan aktifitasnya yang sempat terhenti untuk beberapa detik.

"Umi, Vara di mana?" tanyaku, karena sedari tadi aku tidak melihat Vara.

"Vara ada di taman belakang. Katanya mau menghirup udara pagi," jawab Umi tanpa mengalihkan pandangan kearahku.

Sedangkan aku hanya ber oh ria.

Setelah kurang lebih 30 menit aku menunggu Umi membuat sarapan, akhirnya sepiring nasi goreng dan segelas susu sudah berada dihadapanku. Membuatku tersenyum haru.

"Cepat dimakan, kan kamu harus ke pondok hari ini. Mumpung libur," kata Umi sambil mengelus kepalaku.

"Kata Ustadz Salim, hari ini Fahmi gak ke pondok,Mi. Jadi hari ini Fahmi di rumah. Nemenin Umi sama Vara." Aku tersenyum hangat kearah Umi. Sedangkan Umi hanya menganggukkan kepala.

"Kamu makan aja, yah. Umi mau nyusul Vara ke taman," pamit Umi dan melangkahkan kaki meninggalkanku.
Aku hanya mengangguk sambil tersenyum, lalu menyantap habis nasi goreng yang begitu lezat ini.

Setelah mencuci piring makanku tadi, aku segera menyusul Umi ke taman belakang.
Menghabiskan waktu bersama keluarga kecilku yang begitu hangat.

Terlihat Vara sedang asik bermain ayunan sambil bersenandung lirih.
Aku melihat Umi duduk sendiri di gazebo sambil menatap lekat kearah Vara.
Takut jika tiba-tiba Vara terjatuh.

Aku memposisikan diri untuk tidur dipangkuan Umi.
Aku tau ini terkesan seperti anak mama, tapi bagiku ini adalah cara seorang anak untuk memuliakan ibu yang melahirkannya.
Karena bagiku, Umi adalah wanita yang paling berharga bagiku.

"Kumat lagi kan manjanya," kata Umi terkekeh melihat kelakuanku.

"Gak apa-apa lah, Mi. Yang pentingkan cuman sama Umi, Fahmi begini," jawabku ikut terkekeh.

Umi mengelus kepalaku halus.

"Mi...." panggilku masih diposisi semula.

"Kenapa?" tanya Umi yang masih terus mengelus kepalaku.

"Kalau Fahmi suka sama cewek, Umi marah gak?" tanyaku perlahan.

"Kamu suka sama siapa?" tanya Umi sedikit terkejut.

"Umi jawab dulu pertanyaannya Fahmi." protes Fahmi.

Umi terkekeh. "Ya enggaklah, Fahmi. Untuk apa umi marah. Kamu punya hati, dan hati tugasnya untuk mencintai. Yang penting kamu jangan salah dalam menyalurkan cinta kamu." Umi mulai menasihatiku.

"Apa dia pakai jilbab?" tanya Umi lagi.

"enggak, Mi.... "

"Umi gak setuju!" potong Umi cepat sebelum aku menyelesaikan ucapanku.

"Umi, Fahmi belum selesai ngomong." protesku lagi. Umi hanya terkekeh.

"Pertama kali Fahmi ketemu dia, dia gak pakai jilbab, Mi. Tapi sekarang dia sudah pakai jilbab." aku menjawab dengan senyum yang lebar.

"Kamu ketemu dimana sama dia?" tanya Umi.

"Awal ketemu di taman, Mi. Yang lalu Vada cerita kalau dia ditabrak cewek. Itu cewek yang Fahmi maksud, Mi. Dan sekarang, Fahmi sekelas sama dia," jelasku.

"Owalah... yang sering Vara ceritain, toh." Umi manggut-manggut.
Sedangkan aku hanya tersenyum.

"Kalau kamu memang suka dia, tugas kamu bukan memacari gadis itu. Tapi, tugas kamu memperbaiki diri dan memantaskan diri. Yang baik pasti akan dipertemukan dengan yang baik pula," Umi mengelus kepalaku. Menghembuskan nafasnya halus, lalu melanjutkan ucapannya.
"Kamu menaruh hati padanya, berarti kamu juga harus berusaha untuk menjaganya. Bukan menjadi sosok pahlawan kesiangan buat dia, tapi menjaga dengan terus mendo'akan agar dia selalu diberi keselamatan dan juga keistiqomahan dalam berhijab. Nasihat umi cuman satu, jangan sampai kamu salah menaruh hati yang nantinya membuat rasa cinta kamu kegadis itu melebihi rasa cinta kamu kepada Sang Pencipta. Kalau sampai itu terjadi, besar kemungkinan zina akan menghampiri kamu. Perbanyak istighfar kalau kamu sudah mulai mengingatnya." kini Umi beralih mengelus pipiku.

"Insya Allah, Umi. Pasti Fahmi bakal ingat semua. Fahmi akan berusaha untuk mengendalikan perasaan ini, Mi. Fahmi juga gak mau kalau sampai dia tau kalau Fahmi suka sama dia. Biarlah perasaan ini Fahmi pendam, Mi. Kalau jodoh pasti ketemu. Iyakan, Mi?" tuturku sambil menatap Umi.

Umi mengangguk sambil tersenyum.

"Jaga hati kamu baik-baik," kata Umi selanjutnya.

"Insya Allah," jawabku lalu mencium tangan Umi.

"Kamu sampai kapan tidur dipangkuannya umi? Capek nih kaki umi," kata Umi dengan menampilkan wajah cemberut.

Aku terkekeh pelan dan segera memposisikan badanku untuk duduk disamping Umi.

Lega. Itu yang aku rasakan saat ini.
Sejak kecil, Umi lah yang menjadi tempatku mengadu segala kegaduhan. Nasihatnya membuatku selalu merasakan ketenangan.
Namun, bukan berarti aku melupakan Allah dalam masalahku.
Justru dihadapan Allah, aku selalu merasa lemah, dan selalu menumpahkan tangis setiap kali menghadapi masalah.

Sebesar apapun masalahku, dihadapan Umi aku tetap berusaha tegar. Cukup Allah yang mengetahui betapa lemahnya diri ini.

****

Inget yah, bukan manja tapi untuk mempererat hubungan anak dengan wanita yang melahirkannya... :-P

Seneng aja kalau ada laki-laki yang sangat mencintai ibunya..

Jangan lupa vote dan komen yah...

Mahkota Hijrah Menjemput Halal[COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang