Part 32

340 31 0
                                    

"Diujung kebimbangan. Apakah aku harus bertahan atau memulai dari nol?"

******

Kupandangi hujan yang turun dengan begitu derasnya. Menambah hawa dingin dipagi hari. Kugunakan jaket dengan bahan wol untuk memberikan kehangatan.

Kuperhatikan tiap tetes hujan yang turun dari balik jendela kamarku.
Memang benar, setetes hujan membawa ribuan rindu. Rindu kepada seseorang yang bayangannya begitu sulit kukejar.

Sungguh tidak terasa, 4 tahun sudah aku merinduinya. Notif darinya tak lagi ada.
Nomor telfon yang tidak aktif dan semua medsos pun diblokirnya.

Apa ini cara Fahmi untuk menjauhiku.
Seharusnya dia berusaha untuk berjuang. Mengapa dia pergi tanpa kabar sama sekali.

Selama 4 tahun ini aku menunggu dalam ketidakpastian. Benar kata mama, menunggu tanpa kepastian hanya akan membuatku perlahan patah.

Selama 4 tahun aku menunggu tapi selama itu juga aku tak pernah mendengar kabarnya.
Bahkan Vara dan bundanya pun pindah rumah. Aku tak tau dimana mereka sekarang.

Aku lelah menunggu tapi hatiku masih sangat ingin untuk bersamanya.

Tetesan bening perlahan luruh bersama derasnya hujan.

Tidakkah kau merinduiku?

Dreeet! Dreeet!

Getaran telfon membuyarkan lamunanku.
Tertulis dengan jelas nama Dokter Nizam.

" Assalamu'alaikum. Ada apa?" tanyaku tanpa basa basi.

" Wa'alaikumsalam. Saya butuh bantuanmu,Ras." jawabnya

" Katakanlah" balasku singkat.

" Saya akan pergi selama 3 hari ini. Karena sahabatku akan menikah dipondok jadi saya harus menghadiri pernikahannya. Kamu tolong gantikan saya mengurus pasien nomor 15. Namanya Ibu Leni."

" Baik,Dok. Jadi kapan dokter pergi?"

" Insya Allah besok. Karena hari jum'at pagi acara ijab qobul akan segera dimulai"

" Baik,Dok."

" Mohon bantuannya. Assamu'alaikum"

" Wa'alaikumsalam")

"Menikah? Dipondok?
Fahmi... aku takut... apakah itu kamu?
Aku takut Fahmi... jangan buatku khawatir seperti ini. Beri aku kepastian...."
Air mataku kembali membanjiri.

" Ras. Sudah reda hujannya. Kamu gak siap-siap ke rumah sakit?" tanya mama saat membuka pintu kamarku.

" Owhh iya,Ma. Laras shalat dhuha dulu." jawabku dan segera mengambil air wudhu.

" Iya. Mama siapkan bekal buat kamu dulu,yah" kata Mama saat aku sudah ditempat wudhu.

" Iya,ma." jawabku.

Kuhembuskan nafas dalam-dalam dan menghembuskan kasar. Berharap segala keganjalan dalam hati segera lepas.

***

" Assalamu'alaikum." sapaku pada seorang ibu yang terbaring diatas ranjang. Terlihat badannya sudah mulai bugar.

" Wa'alaikumsalam," balasnya sambil tersenyum kearahku.

" Mungkin ibu baru pertama kali lihat saya,yah? Saya Dokter Laras,Bu." Aku mulai memperkenalkan diri.

" Saya sudah tau dokter kok. Walaupun baru ini aku melihat wajahnya dokter. Dan benar memang. Dokter sangat cantik," pujinya.

" Ibu tau saya darimana? Saya saja baru pertama kali memeriksa ibu," tanyaku heran.

" Dokter Nizam yang memberitahuku,Dok. Dia banyak bercerita tentang Dokter. Dia juga bilang selama 3 hari ini Dokter Laras yang akan menggantikannya memeriksaku" jelas ibu itu.

" Dokter Nizam?" tanyaku dengan alis yang terangkat sebelah.

" Dia sangat baik,Dok. Sepertinya dia sangat mencintai Dokter." katanya dengan senyum yang mengembang.

Aku hanya terkekeh.

" Ibu sudah semakin membaik. Mungkin 2 atau 3 hari lagi ibu bisa pulang,"  jelasku.

" Alhamdulillah. Terimakasih,Dok" jawab ibu itu dengan senyum hangatnya.

Aku hanya tersenyum.

" Saya akan memeriksa pasien yang lain, Bu. Saya keluar dulu. Assalamu'alaikum," pamitku.

Baru saja aku membalikkan badan, Ibu Leni kembali memanggilku.

" Dokter. Bisakah saya meminta sesuatu?" tanyanya.

" Iya,Bu. Katakanlah" jawabku.

" Sebenarnya saya adalah ibu angkat dari Dokter Nizam. Saya sangat menyayanginya. Dia selalu ada disaat saya membutuhkan. Sejak kecil dia yang menemani saya. Awalnya saya adalah orang kristen tapi saya memilih menjadi muallaf dan semua itu berkat Nizam yang selalu menasehati dan membuka jalan fikiranku." katanya dengan mata berkaca-kaca.
" Sejak kecil Nizam tak pernah berbuat yang macam-macam. Apalagi pacaran. Dia selalu sibuk menuntut ilmu agama. Bahkan dia pernah mondok. Tak pernah sekalipun dia menceritakan wanita kepadaku. Tapi kini setelah dia bertemu dengan Dokter Laras, dia berubah. Dia menceritakan secara blak-blakan semua tentang Dokter Laras. Raut wajahnya begitu bahagia ketika dia menyebut nama Dokter Laras. Dia lelaki yang baik,Dok. Tolong terima dia apa adanya" pintanya dengan tetesan air mata.

Deg

"Apa yang harus aku katakan? Aku harus menjawab apa? Ya Allah.. Bagaimana ini"

" Insya Allah,Bu. Tapi untuk saat ini saya hanya berfokus pada pekerjaan saya. Saya masih belum memikirkan tentang pernikahan," jawabku untuk menutupi kebimbangan.

" Saya akan tunggu jawaban dari Dokter Laras" kata ibu itu dengan mata berkaca-kaca. Harapan terpancar jelas dimatanya.

" Insya Allah. Saya pamit. Assalamu'alaikum" pamitku.

" Wa'alaikumsalam" jawabnya.

Pintu kembali kututup. Tetesan air mata kembali menerobos pertahananku.
Apakah dia yang terbaik? Tapi mengapa hatiku masih selalu condong pada Fahmi?
Aku harus apa? Usiaku pun sudah tak muda lagi. Tapi aku belum siap jika harus hidup bersama orang lain.

Segala perubahanku dan perjuanganku untuk menjadi taat semua berawal dari rasa cintaku pada Fahmi.
Tapi mengapa semuanya menyuruhku untuk bersama dengan Nizam daripada Fahmi?
Aku harus apa sekarang?

***

Laras sudah diujung kebimbangan nih..
Kira-kira jalan mana yah yang bakal dipilih Laras???
Ikuti terus kisahnya...

Jangan lupa vote dan komen yah..:-)

Mahkota Hijrah Menjemput Halal[COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang