"Bukan jera ataupun trauma, hanya saja aku butuh kenyamanan. Karena cinta bukan tentang siapa aku dan siapa kamu, tapi tentang siapa kita dalam sebuah komitmen"
****
1 tahun sudah aku menjadi bagian dari sekolah SMAN 2 Merah Putih. 1 tahun pula aku harus setia menunggu bus sekolah, yang melintas di perbatasan desa dan kota. Tapi tidak dengan hari ini, karena aku telah mendapatkan sepede motor dari bapak. Akhirnya motor Vino menjadi milikku untuk saat ini.
Aku kendarai motorku dengan perlahan. Kupamerkan pada setiap pengendara motor yang melewatiku. Motor Vino dengan perpaduan warna mocca dan coksu membuat begitu menawan ketika gadis cantik sepertiku mengendarainya.
"Cieeeee.... Motor baru....!" guyonan Tasya dan Sinta saat kuparkirkan motorku.
"Iyalah. Kerenkan?" tanyaku pada mereka sambil menaik turunkan kedua alisku.
"Keren banget,Ras!" Jawab Tasya sumringah.
"Kayaknya sudah boleh deh pulang sekolah nanti kita langsung otw ke taman." Sinta mulai menggoda.
"Jangan dulu hari ini deh. Aku hari ini sudah janji mau ngajak mama keliling kota. Kasian mama aku omelin terus hari-hari. Sesekali bikin dia bahagia biar gak dicap anak durhaka. Hahaha...." jawabku sambil tertawa.
"Wowww... hebat... anak berbakti!" kata Tasya sambil tepuk tangan dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Iyalah. Laras," jawabku sombong.
Kami pun serentak tertawa.
" Aku kemarin pergi ke ruang guru, terus ada orangtua gitu daftarkan anaknya masuk kesekolah kita. Anaknya cowok loh, dan dia satu angkatan dengan kita," kata Tasya antusias.
"Wowww... boleh tuh,Ras. Cuman kamu loh diantara kita yang masih jomblo," kata Tasya sambil tertawa.
"Puas-puasin aja ketawa," jawabku sinis.
"Sudah puas!" jawab Sinta polos, tapi tidak juga menghentikan tawanya.
"Hihhh... kalian berdua ini!" jawabku merajuk.
"Kamu sih terlalu betah sendirian. Cari pacar kek biar ada yang perhatian," kata Sinta.
"Jangan terlalu lama menutup hati,Ras. Gak laku-laku loh kamu nanti." timpal Tasya.
"Iya gampang. Sekarang itu masih belum ada yang pas aja. Nanti kalau ada yang pas pasti langsung aku kejar. Kalian tenang aja," jawabku santai.
"iyalah." jawab Tasya dan Sinta serempak sambil memutar bola mata jengah.
Bukan jomblo akut yah. Belum lama kok aku jomblo. Dulu aku SMP pernah pacaran dan bukan hanya sekali tapi 2 kali. Dan itu masih awal aku masuk kelas 1 SMP. Itupun karena aku sudah janji kalau aku dikelas 1 SMP harus punya pacar dan ternyata keturutan.
Pacar pertamaku adalah kakak kelasku, dia kelas 3 SMP. Awal pacaran aku merasa biasa-biasa saja tapi lama kelamaan aku betul-betul bosan. Aku selalu cari cara agar aku bisa putus. Tepatnya 1 bulan 12 hari aku resmi putus dengan alasan aku dilarang pacaran oleh orangtua.
Pacarku yang kedua adalah teman seangkatan, hanya saja beda kelas. Ia mengincarku sejak lama namun aku tak pernah peka. Awalnya aku berfikir, aku tidak akan bosan dengannya, akhirnya aku terima dia. Tapi aku salah, justru rasa bosan itu semakin menjadi. Tepatnya 16 hari aku pacaran, akupun meminta putus dengan alasan ingin fokus belajar.
Sungguh kedua alasan yang sangat profesional untuk memutuskan hubungan.
Sejak saat itu aku menutup hati. Bukan jera ataupun trauma, hanya saja aku ingin mendapatkan pria yang betul-betul bisa memberikanku kenyamanan. Dan sampai saat ini aku belum menemukannya.
Hingga aku menemukan kedua sahabatku yang membuatku bisa sangat bahagia tanpa pacar. Aku selalu berfikir bahwa hidup bukan hanya persoalan cinta, karena aku memiliki sahabat yang mampu membuat hidupku menjadi lebih berwarna.
"Jam sepuluh kita pembagian rapor, nih. Kira-kira siapa yah yang bakal jadi pemegang bintang kelas di kelas kita," tanya Tasya menerawang.
"Ya pasti Laras lah. Disini gak ada yang lebih pintar dari Laras!" jawab Sinta penuh bangga.
"Iyalah terserah kalian," jawabku singkat.
Memang betul yang dikatakan Sinta. Sebenarnya aku adalah siswi yang pandai. Bahkan teman-temanku sering menjulukiku kamus berjalan ataupun otak kalkulator.
Dari SMP, akulah yang memegang bintang kelas selama 3 tahun. Dan aku berharap hingga saat inipun, aku tetap menjadi bintang kelas.
Aku mencoba mempertahankan nilaiku agar cita-citaku menjadi seorang dokter bisa dengan mudah tercapai.
Benar saja, tepat pukul sepuluh pembagian rapor kenaikan kelas dimulai. Pengumuman kejuaraan membuat jantungku memompa darah begitu cepat. Namun aku mencoba tetap santai agar tak terlihat kegelisahan diwajahku.
"Juara 1 kelas 10 MIPA 1 dipegang oleh...."
Begitu lama nama itu terpanggil membuatku bertambah gelisah.
"Larasati....!"
Sungguh terkejut bukan main. Aku mampu mengalahkan 29 siswa dikelasku.
Aku tersenyum sumringah, merasa bangga dengan kecerdasanku."Selain menjadi pemegang juara 1, Laras pun menjadi pemegang juara umum... beri tepuk tangan yang meriahhh! "
Sangat meriah tepuk tangan yang diberikan kepadaku membuatku begitu bahagia.
Aku melangkahkan kakiku untuk mengambil piala sebagai pemegang juara umum. Dan tak lupa ada sesi foto untuk mengabadikan momen ini bersama kepala sekolah dan seluruh guru.
"Selamat Laras....!"
Peluk haru dari Tasya dan Sinta.
"Makasih banyak sahabatku," kataku dengan mata berkaca-kaca.
"Tuhkan benar kataku. Pasti Laras jadi bintang kelas dan bintang sekolah sekaligus!" kata Sinta dengan bangganya.
"Cocok kamu, Sin. Jadi peramal," kata Tasya menimpali.
"Peramal cinta kali yah," kataku sambil tertawa dan diikuti kedua sahabatku.
Inilah yang menjadi momen paling membahagiakan bagiku. Menjadi bintang kelas dan bintang sekolah sekaligus.
Sungguh membanggakan.
Hasil kerja kerasku berbuah manis."Berarti nanti sore kita makan-makan! Laras yang bayar... horeee!" kata Tasya penuh semangat.
"Horeee....!" Sinta menimpali sambil bertepuk tangan.
"Iyalah nanti aku traktir. Tapi besok yah. Nanti sore gak bisa," kataku pada mereka.
"Oke. Yang penting kita makan-makan!" jawab Tasya dan Sinta masih penuh sangat.
***
Apa yang akan terjadi selanjutnya??
Ikuti terus ceritanya yah guysJangan lupa vote dan komen yah...
Happy reading
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahkota Hijrah Menjemput Halal[COMPLETE]
RomanceKehidupan Laras yang mengikuti perkembangan zaman. Selalu ingin dikelilingi kemewahan tanpa memikirkan kehidupan ekonomi keluarga yang selalu merosot. Selalu mengumbarkan auratnya tanpa memikirkan dosa yang ia limpahkan kepada ayahnya setiap hari. Y...