Part 33

374 34 2
                                    

"Jangan paksakan hatimu untuk menerima hal yang memang tak kau inginkan. Mulut bisa berbohong, tapi hati takkan mampu berdusta"

*****

Dokter Nizam
....

Dreeet! Dreeet!

"Assalamu'alaikum. Tumben ente nelfon jam segini?"

" Iya. Maaf ane ganggu ente. Ane mau kasih tau kalau ane mau nikah"

" Serius ente? Sama siapa? Kapan?"

" In Syaa Allah. Hari jum'at pagi,  ente sebagai sahabat ane, jadi ente wajib datang. Sisain waktu ente buat ane."

" Berarti 2 hari lagi dong. Mendadak banget!"

" Mau gimana lagi. Ane cuman ngikut pihak wanitanya aja,"

" Oke. Ane pasti datang. Hari kamis ane usahain sudah disana. Jadi hari kamis ente harus temenin ane jalan-jalan sebelum ente sah,"

" Iya. Oke. Tenang aja,Zam. Pasti ane temenin. Yasudah yah. Ane tunggu kedatangan ente. Assalamu'alaikum."

" Oke. Wa'alaikumsalam"

"Yahhh...  keduluan ane.... " lirihku.
"Laras siap gak yah kalau aku ajak nikah?" lirihku lagi sambil terkekeh.

***

Hari Rabu pagi, segera aku mengendarai mobilku menuju pondok pesantrenku dulu bersama sahabatku.

Perjalanan yang menguras waktu dan tenaga kurang lebih 7 jam membuatku sangat kelelahan.

Jam lima sore, aku memakirkan mobilku dihalaman pondok pesantren.
2 tahun aku tidak mengunjungi pondok ini, padahal dulu aku selalu meluangkan waktu berkunjung ke sini walaupun hanya 3 hari, tapi itu sudah cukup mengobati rinduku.

Tidak banyak perubahan di pondok pesantren ini, hanya saja ada penambahan beberapa ruangan dan juga gazebo yang berdiri kokoh di taman.
Lalu lalang para santri dan santriwati, meneduhkan siapa saja yang melihatnya.
Teringat kenangan 10 tahun lalu, dimana aku dan sahabatku mendapat hukuman karena mencuri mangga di taman belakang rumah pengurus pondok.
Siapa sangka, 1 buah mangga mengharuskan kami membersihkan halaman pondok yang luasnya seperti Bandara Soekarno-Hatta.

"Kapan datang?  Kenapa tidak langsung masuk ente?" sapa seorang lelaki yang tiba-tiba datang dan merangkul pundakku.

"Bikin kaget aja ente!" rutukku sambil menjitak kepalanya. Sedangkan dia hanya terkikik.

"Masuk, yok. Sudah di tunggu abah didalam." ajak sahabatku itu.

Aku mengikuti langkahnya memasuki rumah yang cukup mewah, yang berdiri kokoh disamping masjid. Rumah yang dulu hanya berdindingkan kayu, kini sudah berdindingkan tembok. Terlihat lebih megah.

"Assalamu'alaikum, Abah!" sapaku lalu mencium takdzim punggung tangan lelaki yang kerap kupanggi Abah.

"Wa'alaikumsalam. Ya Allah... Nizam... Abah rindu sekali sama kamu..... " kata Abah lalu memelukku erat.

"Aku juga rindu sekali sama Abah. Maaf baru bisa berkunjung sekarang, Nizam sibuk terus, Bah." jelasku pada Abah saat dia sudah melerai pelukannya.

"Jadi bagaimana kabar kamu?  Kabar ibu dan adik kamu juga?" tanya Abah.

"Alhamdulillah, Bah. Semua sehat," jawabku penuh haru.

"Jadi kamu sudah kerja sekarang?" tanya Abah lagi.

"Iya, Bah. Alhamdulillah," jawabku.

"Yasudah, kita makan saja dulu yah. Kamu pasti lapar, habis ini kamu langsung tidur di rumah belakang bersama  calon menantu abah," kata Abah sambil terkikik, sedangkan yang dikode nampak salah tingkah.

Mahkota Hijrah Menjemput Halal[COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang