Part 8

340 36 0
                                    

"Inilah aku. Yang masih setia menunggu setitik cinta datang darimu.
Namun, sikapmu membuatku sedikit menepi.
Tidak bisakah kau membuka hatimu sedikit saja untukku?"

*****

Kulirik jam didinding kamarku, masih jam 4 pagi.
Terasa begitu lama jam itu berputar.

"Mengapa lama sekali subuhnya," rutukku sebal.

Menunggu waktu subuh. Bukan untuk shalat tapi untuk membuat bekal sarapan. Aku sengaja bangun lebih awal karena aku sudah berniat membawakan bekal khusus untuk Fahmi dengan masakanku sendiri. Karena aku mengakui masakanku sangatlah lezat.

"Barangkali dengan ini, Fahmi bisa luluh," tekatku dalam hati sambil membayangkan betapa tampannya Fahmi dengan lesung pipinya ketika tersenyum nanti.

Tepat jam 04:45 aku segera bergegas kedapur dan mulai memasak nasi goreng. Tidak lupa aku mengiris sosis agar menambah cita rasa. Harum masakan tercium hingga keseluruh ruangan rumahku dan sampai kehidung mama.

"Mama kira siapa yang masak jam segini. Wanginya kesebar dimana-mana." Mama mendekatiku dan mengusap halus puncak kepalaku.

"Mama sudah bangun?" tanyaku kikuk.

"Daritadi. Mama lagi zikir terus nyium harum nasi goreng. Mama kira ada hantu yang masak. Tau-taunya anak mama." mama terkekeh.

"Masak untuk siapa sih?" tanya mama penasaran.

" Untuk Fahmi, Ma." jawabku terkekeh.

"Siapa itu, cowok kamu?" tanya mama semakin penasaran.

"Baru teman sih. Tapi Laras lagi berusaha. Orangnya itu baik banget, Ma. Sholeh pula," jawabku sambil membayangkan senyum manis sang pujaan hati.

"Kalau dia sholeh harusnya cara kamu dekatin dia bukan pakai masakan begini,Ras," kata mama sambil membelai rambutku. 
" Masaknya sudah selesaikan. Ayok sini duduk." ajak mama.

"Iya, Ma." aku mengikuti langkah mama menuju gazebo dibelakang rumah.
Dinginnya pagi membuatku semakin mengeratkan jaket yang melekat tubuhku.

Sengaja mama tak menyuruhku shalat karena mama tau kalau aku sedang ketiban bulan merah. Walaupun terkadang, ketika aku disuruh shalat bukannya aku mengerjakan, aku malah membentaknya dengan alasan aku masih ngantuk. Ataupun aku membohongi dan mengatakan aku sudah shalat padahal aku masih terlelap dalam tidurku.

"Kamu suka sama laki-laki itu,Ras?" tanya mama.

"Iya,Ma" jawabku singkat.

"Dia laki-laki yang sholeh?" tanya mama lagi.

" hemmm." aku hanya menjawab dengan deheman.

"Kalau dia sholeh, caramu untuk meluluhkan hatinya bukan dengan cara seperti ini,Sayang." kata mama menasihati, tak lupa dengan tangannya yang terus mengelus halus kepalaku.

"Apa lagi yang bikin laki-laki luluh kalau bukan dengan cara yang begini," jawabku sinis.

"Perbaiki diri kamu,Nak. Lelaki sholeh tak pernah menyukai wanita yang tidak menutup auratnya apalagi sampai menunda ataupun tidak mengerjakan shalat." Jelas mama dengan lembut.

"Gerah,Ma. Kalau pakai jilbab." keluhku, mulai tidak nyaman dengan penuturan yang keluar dari mulut mama.

"Awalnya memang panas, tapi kalau sudah terbiasa kamu tidak akan merasakan panas lagi. Bahkan kamu akan merasakan kenyamanan,Nak." mama tidak lelah menasihatiku.

"Sudahlah,Ma. Males aku dengerinnya. Mending aku mandi dan siap-siap pergi ke sekolah," jawabku sambil berlalu meninggalkan mama.

Mama hanya tersenyum melihatku. Menahan sakit, itulah yang kerap kali mama lakukan.

***

Aku sengaja berangkat sekolah lebih awal agar aku bisa memberikan nasi goreng ini pada Fahmi.
Terlihat motor Fahmi sudah terparkir dengan rapi, membuat senyumku semakin mengembang.
Aku berlari menuju kelas.

"Fahmi...." lirihku menahan tangis.

Terkejut dengan pemandangan yang ada didepan mataku. Pemandangan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.

"Iya" jawabnya singkat.

"Kamu cuman berdua dengan Dewi?" tanyaku yang melihat Fahmi hanya berdua dengan Dewi.

"Enggak. Itu ada Deden dan Selvi. Tapi mereka lagi beli minum. Barusan keluar.
Dibelakang juga ada Sisi. Dia lagi kerjakan PR kimia. Tapi dia duduk dilantai jadi gak kelihatan," jelas Fahmi.

"Owhhh" jawabku singkat.

Siapa yang tidak kenal dengan Dewi. Dewi Purwati. Seorang siswi ahli kimia dan wakil ketua osim. Cantik dan ramah. Jilbabnya yang ia biarkan terjulur menutupi dada membuatnya terlihat begitu anggun.

"Laras. Jangan salah faham yah. Fahmi tadi kebingungan dengan PR kimia dan memintaku untuk membantunya," jelas Dewi yang paham dengan tatapan tajamku kearahnya.

Aku hanya membalas dengan senyuman.

Cemburu terlintas begitu saja. Aku takut Fahmi jatuh hati pada Dewi. Karena bagi pria disekolah ini, Dewi adalah gadis idaman.

Kuurungkan niat untuk memberikan nasi goreng. Karena aku takut ada yang mengetahuinya.
Aku memilih keluar dan duduk dikursi panjang depan kelas.
Pertama kalinya, air mataku menetes hanya karena lelaki yang jelas-jelas tak pernah menatapku.
Namun, sakit itu tak bisa kuelakkan.

"Senyum gitu loh,Ras." Sapa Tasya karena melihatku duduk sendiri dengan wajah sedih.

"Aku takut Fahmi suka sama Dewi" jawabku sambil menangis.

"Kok bisa kamu berfikir begitu,Ras." tanya Sinta penasaran. Dan duduk disampingku.

" Coba lihat kedalam kelas" jawabku tanpa mengalihkan pandangan ke mereka.

Mereka spontan berlari dan melirik kedalam kelas. Jelas saja Fahmi dan Dewi masih duduk berdua sambil mengerjakan PR kimia.
Mereka pun kembali duduk disampingku.

"Mereka lagi deket? " tanya Tasya polos.

"Sudahlah,Ras. Gak perlu terlalu difikirkan. Merekakan lagi kerjakan PR kimia," kata Sinta mencoba menenangkanku.

"Tapi aku cemburu,Sin." jawabku sambil menutup wajahku yang sayu.

"Wajar cemburu,Ras. Tapikan Fahmi belum jadi pacar kamu. Sedangkan dekat saja, dia sepertinya enggan. " Tasya mulai membuka mulut.

"Benar yang Tasya bilang,Ras," kata Sinta membenarkan.
"Sekarang kamu berfikir positif aja,Ras. Kalau Fahmi jodoh kamu, pasti bakal dekat juga kok" lanjut Sinta.

Kukeluarkan nasi goreng yang sengaja aku masak khusus untuk Fahmi. Kutatap sendu nasi goreng itu.

"Tasya. Kasihkan ini untuk Fahmi yah." pintaku pada Tasya.

"Apaan ini?" tanya Tasya penasaran.

"Sudah jelas-jelas nasi goreng masih aja tanya." sindir Sinta.

"Hihhh ...Sinta! Nyebelin! Kan aku cuman basa-basi! " cerocos Tasya.

"Yaudah buruan kasih. Biar Laras bisa sedikit tenang." suruh Sinta.

"siap komandan!" kata Tasya antusias.

Tasya dengan perlahan masuk kedalam kelas dan mendekati Fahmi.

Tidak membutuhkan waktu lama, Tasya kembali mendudukkan bokongnya disamping Laras.

"Sudah, Ras. Fahmi kayak kaget gitu," kata Tasya melaporkan kejadian didalam kelas tadi.
Tanya hanya menatap Tasya sayu.

****

Kira-kira gimana yah responnya Fahmi????

Tunggu cerita selanjutnya guys:-)

Mahkota Hijrah Menjemput Halal[COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang