Pagi pun tiba, Zydan sudah terbangun terlebih dahulu. Dia tak ingin Raina terbangun duluan dan mendapati dirinya masih memeluk Raina karena itu tidak akan lucu menurutnya.
"Dasar kebo!" ucap Zydan saat melihat Raina masih terlelap tidur, kemudian Zydan pun bangun dari tempat tidur dan segera bergegas mandi.
"Huaaammm." Raina pun menguap dan matanya mulai melihat ke penjuru ruangan. Matanya mencari kehadiran sang tuan yang semalaman memeluk dirinya.
"Cari siapa?" tanya Zydan yang keluar dari kamar mandi.
"Tidak, tidak cari siapa-siapa," jawab Raina gugup.
"Cepat mandi, kita ke rumah sakit nanti pukul enam karena aku harus lebih awal datang ke kantor!" jelas Zydan.
"Iya, Tuan," ucap Raina segera berlari ke kamar mandi karena dia tidak ingin banyak berbicara dengan tuan pemaksanya ini.
Keduanya kini sudah berada di meja makan tengah menyantap sarapannya.
"Raina, saya ingin tanya sesuatu kepadamu," ucap Zydan.
"Tanya apa, Tuan?" ucap Raina yang enggan menatap sang tuan.
"Kenapa semalam kau begitu takut?" tanya Zydan lagi.
Raina menghentikan aktivitasnya dan sesaat menatap Zydan yang masih setia menatap dirinya.
"Tidak apa-apa, Tuan," jawab Raina gugup.
"Bohong. Kamu tak pandai berbohong Raina, katakan ada apa sebenarnya?" tanya Zydan penuh penekanan.
"Benara, Tuan, saya takut karena saya belum siap untuk melakukan itu. Saya benar-benar belum siap untuk hamil," jawab Raina menunduk karena ia takut bahwa Zydan akan marah dengan jawabannya tadi.
"Baiklah, daya terima jawabanmu ini, tapi saya masih belum percaya sepenuhnya karena saya melihat kalau masih ada hal yang kamu sembunyikan dari saya," ucap Zydan kembali memasukkan roti ke mulutnya.
"Sebenarnya, euu," ujar Raina ragu ragu untuk mengatakannya.
"Sebenarnya apa?" tanya Zydan tiba-tiba yang membuat Raina tersentak karena kaget.
"Sebenarnya saya takut sama Tuan," ucap Raina pelan.
"Takut kepadaku? Memang kau pikir aku ini hantu yang akan mencekikmu, atau beruang kutub yang akan menerkammu?" tanya Zydan lagi.
"Bu-bukan begitu, Tuan," ucap Raina terbata-bata karena ia takut pernyataannya tadi menyinggung perasaan Zydan.
"Lalu, kenapa?" tanya Zydan penasaran.
"Sebenarnya saya sedikit trauma dengan kejadian semalam. Ketika saya melihat Tuan satu kamar dengan saya, saya teringat kembali masa lalu saya," ucap Raina tertunduk.
"Masa lalu. Masa lalu apa maksudmu?" tanya Zydan penasaran.
"Heemmm, huuffff," ucap Raina, menarik dan membuang napasnya berkali-kali demi menghilangkan rasa sesak di hatinya. Mungkin ini sudah saat Raina memberitahu Zydan tentang masa lalu kelam yang membuatnya trauma hingga saat ini.
"Sebenarnya saya pernah dijual oleh ayah saya ke sebuah klub malam," ucap Raina tertunduk lesu.
"Apa?" tanya Zydan terkejut. Pikirannya sempat berpikir yang tidak-tidak tentang Raina.
"Iya, Tuan, saat itu usia saya masih tiga belas tahun. Setelah sekian lama tak bertemu dengan Ayah, hari itu aku bertemu dengannya kembali. Dia menjemputku dari sekolah dan dia berjanji untuk membawaku ke tempat yang menyenangkan.Aku pun merasa senang karena sudah sekian lama tak mendapat kasih sayang darinya. Tiba-tiba Ayah datang dan berjanji akan mengajakku ke tempat yang menyenangkan, makanya aku pikir Ayah akan mengajakku ke tempat wahana bermain atau ke taman, setidaknya. Tapi ternyata itu semua salah, Ayah membawaku ke sebuah klub malam. Di sana terdapat banyak laki-laki hidung belang dan juga wanita jalang. Aku pun merasa takut, sehingga aku selalu bersembunyi di balik tubuh Ayah. Selang beberapa lama, Ayah pergi untuk menemui seorang wanita yang mungkin adalah sang induk musang. Beberapa lama kemudian, Ayah pun kembali menemuiku dan membawaku ke hadapan wanita itu dan menyerahkanku kepadanya.
"Terus, apa lagi yang terjadi?" tanya Zydan penasaran.
"Setelah itu, Aah berkata kepada wanita itu kalau hutangnya sudah lunas. Dari sana aku baru menyadari kalau aku dijadikan jaminan pelunas hutang Ayah," ucap Raina tertunduk dan sesekali meneteskan air matanya.
"Setelah itu, apa yang terjadi kepadamu sehingga membuatmu begitu trauma?" tanya Zydan semakin penasaran.
"Aku sangat takut setelah mendenger kata-kata Ayah. Teganya Ayah meninggalkanku sendirian di tempat menjijikkan itu! Aku sempat memberontak ingin mengejar Ayah, tetapi tubuh kecilku ditahan oleh dua laki-laki yang sepertinya ajudan prempuan tadi. Salah satu dari mereka menggendongku seperti karung beras di pundaknya dan membawa aku ke sebuah kamar yang gelap.
"Lalu apa yang kau lakukan?" tanya Zydan yang kemudian menaruh garpu dan pisau dari tangannya. Ia menyesal sudah berpikiran buruk tentang Raina.
"Aku hanya bisa menangis di sana, karena aku dikurung di kamar yang sangat gelap. Lalu setelah berapa lama, ada suara langkah kaki terdengar. Cahaya dari luar masuk ke dalam, menunjukkan sesosok laki-laki bertubuh tinggi dengan setelan jas formal yang tengah berdiri di ambang pintu. Aku tidak tahu siapa dia dan aku tidak melihat wajahnya juga karena kamarnya begitu gelap dan begitu kontras dengan keadaan di luar. Semuanya silau. Laki-laki itu berusaha mendekatiku, yang membuatku sangat takut. Sempat dia ingin menyentuh tubuhku ini," ucap Raina berhenti karena merasa sesak saat mengingat hal itu, kemudian melanjutkan kembali ceritanya. "Entah kekuatan dari mana yang membuatku berani melawannya," ucap Raina.
"Apa yang kau lakuan terhadapnya?" tanya Zydan semakin penasaran.
"Saat dia mendekati dan ingin menyentuh tubuhku, aku tendang sekuat tenaga titik kelemahannya!" ucap Raina penuh amarah.
Zydan yang sedari tadi mendengarkan cerita Raina tiba-tiba ikut merasakan sesak dan membayangkan bagaimana sakitnya ketika kelemahan seorang pria ditendang dengan sangat kuat, dan tanpa sadar dia refleks memegang kelemahan miliknya. Rasanya seperti dia tiba-tiba ikut merasakan sakitnya. "Untung saja aku berbuat lebih kepadanya, kalau tidak mungkin aku akan bernasib sama seperti pria malang itu," gumam Zydan ngilu.
"Apa Tuan mengatakan sesuatu?" tanya Raina.
"Eeuu, tidak. Lanjutkan saja ceritanya," ucap Zydan yang mengembalikan kedua tangannya ke atas meja makan. "Setelah itu apa yang terjadi dengannya?" tanya Zydan lagi.
"Dia tersungkur kesakitan, lalu aku kabur," jelas Raina.
"Ya, pasti dia kesakitan. 'Kan kau menendangnya dengan keras, untung saja dia tidak mati!" jawab Zydan.
Raina malah cengengesan saat mendengar jawaban Zydan.
"Kenapa kau tertawa? Apa ada yang lucu dari perkataan saya?" tanya Zydan kesal karena Raina menertawakannya.
"Tidak, Tuan, saya bukan menertawakan Tuan. Saya hanya mengingat bagaimana ekspresi pria tua itu; menjerit-jerit kesakitan, tapi bodo amat! Rasain! Suruh siapa dia mau berbuat macam macam sama saya!" jelas Raina lagi.
"Jadi, kau tidak sempat disentuh olehnya?" tanya Zydan lagi.
"Tidak. Bagaimana pun kesucian saya hanya untuk suami saya, bagaimanapun caranya harus saya pertahankan meski nyawa taruhannya," ucap Raina tak sadar bahwa dia kini sedang berbicara dengan suaminya.
"Jadi, kenapa kamu takut saat saya menyuruhmu naik ke tempat tidur? Saya 'kan suami kamu," jelas Zydan, yang membuat Raina tersadar dengan ucapannya.
"Maaf, Tuan. Jujur, semalam saya sangat takut melihat Tuan. Saya merasa seperti sedang melihat laki-laki tua bangka itu, makanya saya belum siap untuk melakukannya. Sekali lagi saya minta maaf, Tuan," ucap Raina menunduk.
"Jujur, saya belum siap untuk hamil," jelas Raina lagi.
"Heem, sudahlah. Kita bicarakan itu lagi nanti, sekarang kau habiskan sarapanmu, kita berangkat ke rumah sakit sekarang," ucap Zydan yang sudah merasa lega, karena dia sudah tau titik permasalahan dalam diri Raina.
"Iya, Tuan. Oiya, Tuan, hari ini saya libur jadi saya bisa sampai malam menemani Ridwan," jelas Raina.
"Baguslah kalau begitu. Jadi, saya bisa menyelesaikan pekerjaan saya dengan cepat, mungkin saya akan datang malam ke rumah sakit kalau begitu," jelas Zydan.
"Iya baik, Tuan," ucap Raina.
Akhirnya mereka berdua pun berangkat ke rumah sakit bersama.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Husband (END REVISI✔️)
Romance✨Follow Dulu Sebelum Membaca❤ [Tahap Revisi] Aku harus menikah dengan pria dingin itu sama saja seperti aku dinikahi oleh es balok ~Raina Tiara Andini~ Menikah dengannya mengingatkan ku pada masalalu bersama almh istriku ~Muhammad Zydan Devanorendra...